Rabu, 07 September 2016

Nabi Bagi Para Penyair

"Wahai puteri-puteriku," kata Abdul Muthalib, kakek Rasulullah di penghujung hayat, "Buatlah puisi untukku..."
Maka puisi-puisi ratapan ketika ajal Abdul Muthalib pun bercucuran seperti air mata mereka. Para bibi Rasulullah, adalah perempuan-perempuan yang mahir membuat puisi.
Maka sejak kecil, bahkan keluarga Rasulullah, adalah keluarga yang begitu liris sajaknya.
Dari semua nabi, Rasulullah Muhammad adalah yang kenabiannya dekat sekali dengan para penyair. Bisa dikatakan, beliau adalah, Nabi Para Penyair. Nabi yang puitis benar hidupnya.
Dan pada suatu episode, Ka'ab bin Zuhair, seorang yang membuat kaum muslimin akan membunuhnya, kemudian bertaubat dan masuk islam, lalu meminta maaf dengan puisi yang sangat indah: Banat Su'ad.
"Dia adalah pelita yang menerangi mayapada
pengasah pedang-pedang Allah yang terhunus..."
Umar bin Khattab, adalah juga seorang penyair. Maka dalam satu episode pula, ia mendengar petikan ayat-ayat dalam surat Al-Haqqah:
"Maka Aku bersumpah, dengan apa yang kau lihat maupun yang tidak kau lihat..."
Maka Umar berpikir, "Indah sekali bacaan ini. Pasti ini sebuah sajak!"
Namun bacaan itu berlanjut, "Dan (Alquran) ini, sekali-kali bukanlah sya'ir, sedikit sekali mereka yang beriman"
"Ah,"pikir Umar. Jika ini bukan puisi, mesti ini sebuah rapalan mantra para dukun!
Maka ayat itu, kembali mengalun, "Dan ini bukanlah perkataan para cenayang, sedikit sekali mereka mengingat...."
Bukankah, Al-Qur'an itu begitu menakjubkan, teman?

Dan Keterasingan Itu, Wahai Rasulullah, Nikmat Sekali

            “Beruntunglah orang-orang yang terasing,”. Kata Rasulullah suatu hari.
Seseorang bertanya : “Siapakah orang-orang yang terasing itu ya Rasulullah ?"
“Orang-orang shalih yang berada di antara orang-orang jahat yang jumlahnya banyak sekali..."
Beribu tahun setelah Sayyidina Rasulullah wafat, kemudian berhimpunlah orang-orang asing itu. Sebagian di antaranya masih menyerukan islam sebagai solusi. Sebagian yang lain menegakkan ajaran-ajaran sunnah yang mulai ditinggalkan.
Kisah Rasulullah yang dilempari batu penduduk Thaif. Kisah Abubakar berjalan kaki mengiringi pasukan perang. Kisah Umar yang membantu seorang ibu melahirkan tanpa ada yang mengenalnya.
Dan satu hal, mereka pasti berada dalam kepungan orang-orang jahat yang jumlahnya banyak sekali.
"Yang menentang mereka lebih banyak dibandingkan yang mengikuti ”, jawab Rasulullah lagi.
“Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang menggenggam bara api...." terang Rasul di lain waktu.
Ketika mayoritas orang menganggap kesesatan berpikir adalah kenyataan, dan kemudian, para ulama dianggap sebagai lelucon stand-up semata.
Bahagialah mereka yang beragama dengan rasa sakit, mereka yang memegang teguh kebenaran dan tidak takut ucapan ekstremitas dan radikal.
Berbahagialah mereka yang memenuhi masjid-masjid dengan lingkaran kecil.
berbahagialah mereka yang mengenal Imam Ahmad, Ibnu Qayyim, Ibnu Taimiyan..
Berbahagialah mereka yang berhijab panjang, berkaus kaki di manapun berada, dan memilih tidak menyentuh lawan jenis sedikitpun.
Berbahagialah mereka yang membaca Al-Quran,ketika sisanya memilih membaca studi kritis HAM, feminisme, atau sekularisme...
Ada orang yang masih memenuhi masjid-masjid, menyerukan takbir di jalan-jalan, mencoba menegur penguasa dengan santun maupun di medan aksi, dan bergabung kedalam saf-saf orang yang masih berjuang menegakkan agamanya.
Dan keterasingan itu, nikmat sekali...