Jumat, 01 Februari 2019
Prediksi: 5 Tahun Lagi KAMMI Akan Mati
Amar Ar-Risalah
Sebuah gerakan, ada karena ada reaksi dari kebatilan yang mendahuluinya. Ia lahir akibat peristiwa kezaliman dan ketidaksesuaian antara konsep yang "benar" dengan "yang terjadi" di dunia nyata.
Setelah Adam turun dari surga, Allah berkata: "sebagian dari kalian akan menjadi musuh bagi sebagian yang lain."
Dan, seolah-olah ayat inilah yang menjawab pertanyaan malaikat. Bahwa akibat adanya kezaliman dan permusuhan itu, bangkit sekelompok manusia melawan kezaliman itu.
Ranahnya, jelas ideologi. Ide untuk menganalisis, mana kezaliman dan permusuhan, mana perbaikan dan kebaikan, sesuai fungsi asli Khalifah di Bumi.
"Siapa yang mengikuti petunjuk-Ku," kata Allah, "tidak ada ketakutan pada mereka, dan tidak juga mereka ditimpa kesedihan."
*
Berangkat dari ayat 30-an Al-Baqarah itu, di masa sebelum kenabian sedang ada tren cara baru berdagang. Tren ini bahkan diabadikan dalam Qur'an:
"Perdagangan Quraisy, perjalanan mereka saat musim panas dan musim dingin."
Cara dagang ini melampaui tren sebab betul-betul menjadi penyangga ekonomi Makkah, bahkan segenap Arab!
Konflik berkepanjangan antara Romawi dan Persia membuat perdagangan keduanya terputus. Quraisy hadir sebagai pihak ketiga penyambung jalur dagang yang rusak itu.
Bagaikan salib raksasa, empat titik utama jalur dagang berpusat di Makkah: Yaman di selatan, Persia di timur, Afrika di Barat, dan Romawi di Utara.
Tapi ada satu hal yang kurang: kezaliman tetap ada. Perdagangan itu tak serta merta mengangkat harkat hidup segenap manusia. Hanya sebagian manusia!
Sebab kasta-kasta dan perbudakan muncul. Harta hanya mengalir pada sebagian orang. Parahnya lagi, muncul kongsi dagang berbasis kesukuan: Hilful Ahlaf.
Hilful Ahlaf ini mencari keuntungan dengan bertindak curang. Selain itu, lebih dari kongsi dagang, mereka juga berkongsi politik ubtuk menjatuhkan suku lain.
Akhirnya, genaplah kejahiliyahan itu. Dari kekayaan besar itu, mereka meniadakan peran Tuhan. Ideologi tak penting.
Para pemimpin Makkah menetapkan kebijakan keagamaan berdasarkan profit dan potensi bisnisnya.
Segenap kabilah meletakkan berhala di Ka'bah, hingga ada 360 berhala, agar setiap kabilah menganggap kesucian Ka'bah sebagai mana Tuhan mereka, dan memuliakan Quraisy:
Sebagai penjaga Ka'bah. Sebab itulah mereka aman berdagang, bebas dari rampok di gurun pasir. Sebabnya memang tuhan para rampok itu mereka yang jaga. Itulah kapitalisme, itulah peradaban tanpa ideologi!
Sebut saja tren dagang itu sebagai "Revolusi Ekonomi 1.0" dan banyak orang meninggalkan "etika dagang" dan "ideologi" dari agama Ibrahim.
"Sebagian, menjadi musuh bagi sebagian yang lain."
*
Di titik puncak kejahiliyahan itu, Nabi Muhammad muncul membawa risalah. Ia datang dengan sebuah ideologi.
"Iqra," kata surat Al-Alaq. "Berpikirlah! Yang kritis, yang banyak yang dalam, bacalah buku-buku. Carilah alasan peradaban kalian!" begitu tafsirnya.
Slogannya, "La ilaha illallah". Tiada Tuhan, selain Allah. Ini bicara ideologi.
Sebab dagang sekadar dagang, orang kafir juga dagang. Tapi apa beda muslim dengan kafir? Ideologinya.
Hatinya jadi peka pada penindasan akibat tren bisnis itu. Ia jadi punya etika dagang. Ia jadi punya landasan berpikir yang tak hanya cari keuntungan.
Saat itu, di Makkah memang lagi musim startup. Anak-anak muda dagang tanpa barang, mereka hanya tinggal ikuti jalur dagang dunia yang ada dan ambil barang dari sebuah kota.
"Siapa Tuhanmu itu tidak penting," kata sebagian mereka. "Bisa nggak ganti Tuhan itu dimonetisasi, diubah jadi peluang bisnis?"
"Kalau enggak, ya ngapain ngikutin ente!" kata mereka. "Ente nggaj punya tentara yang kuat. Nggak punya juga harta yang banyak. Ini jaman bisnis bos!"
Rupanya, kepada mereka, turun surat yang panjang, surat Hud ayat 12: "maka boleh jadi engkau hebdak meninggalkan sebagian apa yang diwahyukan padamu, dan dadamu menjadi sempit karena mereka mengatakan: mengapa tidak diturunkan kepadanya harta kekayaan atau datang bersamanya para malaikat?"
Ayat ini disambung sampai ayat 24: "seperti orang buta dan tuli dengan orang yang dapat melihat dan mendengar. Samakah kedua golongan itu?"
Sebab, ideologi dan seruan Nabi, berfungsi sebagai pengarah, agar para pedagang, para pemilik startup, para pemangku kebijakan dagang, dan para konsumen tidak buta dan tuli:
Sehingga muncul kezaliman. "Sebagian, menjadi musuh bagi sebagian yang lain!"
*
Kisah panjang ini berakhir dengan jatuhnya hegemoni dagang Makkah, dan bergeser ke Madinah tak sampai 20 tahun kemudian.
Para ideolog menang atas para pemilik startup tanpa ideologi. Lalu bagaimana dengan KAMMI?
Saya sering sudah jumpai dalam episode "khuruj" untuk dauroh ke berbagai kota, orang yang bilang "ideologi itu sudah tidak penting."
Mereka biasanya melengkapi diri mereka dengan pelatihan bisnis, startup, dan lain sebagainya. Lalu kembali kepada kita dengan petantang petenteng:
Ayo bisnis! Buka pandangan kalian! Jangan lagi ngurusi ideologi! Dakwah enggak pakai duit enggak bakal jalan!
Mereka tambah dengan dalil, "Cina sedang bangkit. Arus ekspor impor berpihak pada negeri kita." juga, "Industri berbasis teknologi, 4,0, tengah tren. Ayo monetisasi dakwah digital!"
Padahal tren itu sementara. Dakwah Nabi, sang Ideolog berhasil menggeser jalur dagang dan mengubah tren menuju Madinah. Bahkan Romawi diancam, dan pintu-pintu negeri itu dijepit dengan kekuatan militer.
Para pedagang Makkah gigit jari! Sebab tren itu sementara. Selamanya orang yang ikut tren akan terombang ambing, dan hanya bisa menunggu.
Sedangkan para ideolog, menciptakan tren melalui pencerdasan di tengah masyarakat. Industri 4,0 dan One Belt One Road, semuanya dibentuk dari penindasan pada negara berkembang.
Dampak kezaliman itu telah ada. Perdagangan sawit hancur pada tahun 2018. Menyusul, bisnis properti yang anjlok. Mengapa? Kuasa negara besar mengatur-atur negara ambyar dunia ketiga seperti Indonesia.
Kalau kader KAMMI cuma cari celah di ketiak jalur-jalur dagang itu tanpa tindakan ideologis, mereka hanya akan ulangi fase yang terjadi di Amerika di masa akhir Barrack Obama:
40 juta orang miskin mendadak karena pasang surut ekonomi.
Perang Dagang telah kelihatan arahnya. Uni Eropa tak mau diam dengan buat rupa-rupa regulasi. Trump bukan presiden biasa. Dia raja pedagang.
Dan Indonesia cuma sedang berjuang pura-pura jadi pedagang besar. Dan kita ikut-ikutan.
Sudah begitu, rupanya yang dimaksud era startup di Indonesia itu cuma jualan skala kecil dan ngikut pengusaha atau tokoh politik besar untuk minta duitnya.
KAMMI akan jatuh. Kegiatan ideologis sudab pudar. Sekarang kita didikte tren, bagai orang buta dan tuli ikut arahan orang lain.
Manhaj Pengaderan KAMMI alkisah hanya dipakai untuk gagah-gagahan. Sisanya, dauroh harus ikut tren, acara KAMMI harus ikut tren.
Anak-anak yang dambakan cari ideologi di KAMMI pun pergi ke kajian sunnah, minggir ke PKS sekalian, atau jadi anggota FPI.
Tren dagang akan berubah 5 tahun kedepan. Kalau yang menang Jokowi, ia dijepit utang Cina. Kalau yang menang Prabowo, kongsi liberal sudah mengintai.
Di tengah gelora rekrutmen 100.000 kader, para perekrutnya malah keluar dan habis. KAMMI cuma bantalan buat bisnis dan kenalan tokoh berduit.
Ideologi ada untuk mencerdaskan orang. Dua orang sama-sama dagang, satynya progresif karena punya tujuan jangka panjang. Satunya akan punah karena ikut tren bisnis temporal.
"Ideologi itu enggak penting!"
Langganan:
Postingan (Atom)