Senin, 10 Oktober 2016

#BelajarBahasa Makna Kata Rinai dan Bunuh

/1/

Kenapa setiap hujan, emosi kita semacam, terbawa?
Saya tidak paham. Dalam kacamata bahasa Indonesia-bidang ilmu saya-Hujan tidak ada padanan katanya. Hujan, adalah hujan. Titik-titik air yang jatuh dari langit.
Tapi, bahasa Indonesia dan Melayu merekam salah satu sifat hujan. Rinai, dalam bahasa kita, berarti: titik-titik hujan, atau hujan kecil kecil.
Arti lainnya, adalah senandung dan nyanyian. Adakah pada masa dulu kala hujan memang bernyanyi? Atau adakah memang nyanyian tertentu dulu digunakan mengakrabi hujan?
Rinai hujan, berarti "senandung hujan" atau "nyanyian titik-titik air yang jatuh dari langit".
Adakah "nyanyian" itu yang didengar oleh batin kita, beresonansi, lalu bekerja membangkitkan perasaan, kenangan, dan bahkan mampu mempengaruhi darah dan detak jantung?
Adakah nyanyian itu, memang salah satu rahma yang disisipkan dalam fenomena hujan?
Entahlah. Orang Indonesia memang puitis-puitis.
#belajarbahasa

/2/
Dalam bahasa Indonesia, "bunuh" berarti menghilangkan nyawa, dan mematikan.
Tetapi, dalam makna leksikal pula, bunuh berarti:
1. Menghapus sesuatu
2. Memadamkan sesuatu
3. Menutup sesuatu
Dalam konteks pertama, dijelaskan bahwa menghapus sesuatu yang dimaksud, adalah tulisan. Dalam arti, bisa jadi jika ingin membunuh, cukup dengan menghapus tulisan.
Cukup dengan menghapus tulisan, membakar buku, atau tidak membaca karya dan kemudian mengasingkan penulisnya, memadamkan semangatnya, dan menutup beritanya.
Orang yang dihapus, tulisan yang dihapus, adalah sebuah pembunuhan.
Dan ini tidak tentang kiasan. Membunuh, memang bisa dilakukan dengan, menghalangi orang menulis, menghapus tulisannya, atau membuat orang tidak membaca tulisannya.
Mungkin itu sekejam-kejamnya membunuh. Bahasa Indonesia memang mengabadikan yang lebih dari kata.

#BelajarBahasa Makna Kata Cinta


Selain rinai, kata yang sering disalahpahami atau tidak dimengerti sebagaimana adanya, adalah "cinta".
Cinta memiliki padanan kata: kasih, sayang, asmara, rahim, rahma, dan rahman. Apa beda maknanya?
Semua kata di atas kecuali rahim, memiliki asal arti "merasa memiliki". Artinya, cinta pada hal-hal yang sifatnya, bendawi.
Apa arti kata cinta? Ada 4 makna. 3 arti pertama merujuk pada arti yang kita kenal. Cinta, adalah kasih, adalah sayang, adalah suka. Tapi, semuanya berujung pada suka yang sifatnya nafsu.
Ada arti keempat. "Kekecewaan, kesedihan".
Dalam bahasa Indonesia, cinta berasal dari bahasa sanskerta, yang berarti, "kesukaan, kasih sayang yang menyebabkan kesedihan"
Karena, bahasa Indonesia mengabadikan sifat cinta kepada selain Allah: tidak abadi. Fana.
Justru, sifat yang tidak mengandung konsekuensi itu ada pada sifat cinta pada perempuan: rahim.
Cinta yang pengorbanannya tidak pernah menghasilkan kesedihan.
Cinta, yang pada saat yang sama, digunakan bagi sifat Allah: Maharahim, menyayangi mereka yang beriman.
Bahasa Indonesia seringkali lebih puitis daripada puisi kita.

#BelajarBahasa Makna Kata Lelah

Selain rinai dan cinta, ada kata "lelah". Kata ini sering kita ucapkan. Tetapi, apakah artinya?
Lelah, berarti penat, letih, tidak bertenaga. Keadaan letih setelah melakukan sesuatu yang keras.
Tapi ada dua arti lain yang secara mendasar menjelaskan, yang bagaimana lelah itu. Lagi-lagi bahasa Indonesia begitu baik mengabadikan makna kata-kata.
Pertama, lelah bisa diartikan keadaan logam yang direnggang-tekukkan berulangkali hingga nyaris retak. Seperti, logam aus. Seperti, logam pada per atau rantai.
Rantai yang aus dan nyaris retak karena terlalu jauh berputar, disebut "lelah" dalam bahasa Indonesia.
Maka jika kita lelah, mungkin kita sebagaimana keadaan "logam lelah" itu, dibengkokkan berulang-ulang hingga retak dan nyaris patah.
Arti ketiga, adalah "kejar", atau "mengejar".
Kelelahan, datangnya dari "mengejar" sesuatu. Misalnya, mengejar hewan buruan, atau mengejar kendaraan. Baik yang bertujuan atau tidak bertujuan.
Baik yang benar, maupun yang salah. Akan tetapi, jika kita sudah lelah, berbahagialah: berarti kita sedang dibengkokkan berulangkali hingga nyaris patah, berarti kita sedang mengejar sesuatu hingga letih:
Tetapi juga berarti kita sedang bergerak. Tidak sedang diam. Berarti kita sedang bekerja, tidak sedang diam.
Maka jika kita lelah, ucapkanlah dalam-dalam: ya, aku lelah! Tapi bahagialah, karena berarti kita sedang bergerak, atau melawan.

#BelajarBahasa Makna Kata Daras

"menikmati sunyi, mengawani malam, mendaras kehidupan" kata seorang penyair.
Di sana, ada kata mendaras. Adakah yang pernah menyelami, apa makna mendaras, atau daras itu, dalam bahasa Indonesia?
Mendaras sering muncul jika ada judul media yang menceritakan kasus atau peristiwa dalam hal "mempelajari", "menyelami", atau "menyusun kronologi".
Sebagaimana kata cinta yang memiliki makna tersembunyi, begitu juga daras.
Daras dalam bahasa Indonesia adalah kata kerja, yang berarti "Membaca Al-Quran dengan lantang untuk berlatih melancarkan."
Arti umum mendaras, adalah belajar membaca al-qur'an, secara khusus, belajar mengenai nagham dan maqam. Rast, sikah, jiharkah, bayyati, nahawand, hijaz, dan lain-lain.
Di dalamnya, ada fenomena tajwid, tahsin, dan sejenisnya.
Artinya jika kita meletakkan kata "mendaras" pada suatu perbuatan, di dalamnya, terkandung hakikat sebagaimana mempelajari Al-Qur'an: segenap huruf-hurufnya adalah rahmat dan pahala, segenap kata dan kalimatnya adalah makna yang luarbiasa.
Dalam mempelajari Al-Qur'an, ada kombinasi antara kehati-hatian, kerinduan pada Allah, pengharapan pada surga, sekaligus kengerian pada Neraka. Ada doa-doa yang mengalun.
Mendaras, bukan sekadar mempelajari, tapi mempelajari agar mendapatkan pahala dan rahmat dari yang dipelajari.
Lebih dari itu, belajar untuk menjadikan hidup lebih indah dengan Al-Qur'an.
Daras nampaknya secara bahasa lahir dari bahasa melayu atau Jawa Kuno juga yang berarti "menyadap nira". Nira adalah air manis yang disadap dengan susah payah, dengan melukai mayang bunga palem.
Artinya, dengan mendaras, belajar dengan usaha keras akan menghasilkan sesuatu yang manis, sebagaimana air nira.
Mendaras, jauh lebih dalam maknanya dari yang ada dalam puisi kita selama ini.
Ya, saya hanya suka meletakkan kata pada tempatnya. Saya hanya suka berpuisi dengan memahami setiap kata yang ditulis, dan menempatkan mereka sesuai dengan tabiatnya.
Bukankah bahasa Indonesia begitu puisi, sekaligus begitu ukhrawi?

Mereka yang Eksil dan Terus Bersajak

Mereka yang Eksil dan Terus Bersajak
"Bawalah pesanku, Wahai pengendara
Pada mereka yang senantiasa dalam pengharapan untuk penyingkapan Tuhan dan agamanya
Kepada sesiapa yang percaya pada Tuhan dan disiksa karenanya...."
Puisi di atas, gubahan Abdullah bin Harits bin Qays, dalam hijrahnya, dalam eksilnya ke Ethiopia bersama rombongan Ja'far bin Abi Thalib. Mereka yang pergi dan kemudian diingat sebagai "exile", oleh Menocal.
Eksil ini, terjadi pada masa awal hijrah ke Ethiopia: hati mereka masih berpaut dengan Makkah, dan kemudan harus pergi menyelamatkan iman dan dirinya. Ketika pernyataan Tiada Tuhan Selain Allah: adalah kematian.
Betapa negeri asing dan sepi, adalah alasan bahwa sajak harus terus ditulis. Betapa pengharapan adalah satu-satunya jalan mengenang tanah kelahiran. Dan itu, sebuah rasa sakit tersendiri.
Tak lama, hijrah kedua, Hijrah Akbar, dimulai:
Sebuah perjalanan 450 Km menembus rute-rute asing yang berbeda dengan kafilah Makkah-Madinah umumnya.
Sesampainya di Madinah, sebagai anak yang musti pergi dari kampungnya, sajak-sajak "eksilisme" terus menguar:
"Setiap orang selalu bersama sanaknya setiap pagi hari
Namun kematian: kini jauh lebih dekat dari tali sandalku ini..."
Penggalan sajak di atas, dibuat oleh Abu Bakar Shiddiq ketika ia terserang demam: Makkah dan Madinah berbeda. Ia harus menyesuaikan diri sebagai orang-orang yang ada dalam pengungsian. Madinah lebih dingin.
Ketika Bilal bin Rabah mengalami demam yang sama akibat kerinduan pada Makkah pasca hijrah, sambil mengangkat cawan obatnya, ia bersajak:
"Ketahuilah, betapa indah jika aku dapat kembali bermalam
Pada lembah yang dikelilingi rerumputan yang permai..."
Maka mengetahui itu, Rasulullah mengangkat tangannya dan berdoa:
"Ya Allah, mudahkanlah hijrah sahabat-sahabatku....."
"Demi Allah," Kata Rasulullah, "Makkah adalah sebaik-baik tempat, bumi Allah yang paling aku cintai,"
"Seandainya aku tidak diusir dari sana, niscaya aku tidak akan meninggalkannya."
Kepergian dari tempat kelahiran menuju tempat hijrah, adalah hal yang berat. Orang-orang terusir. Maka dalam khazanah kepenyairan kita, betapa Sitor Situmorang menemukan sajak-sajaknya yang lain di Belanda dalam pengasingannya:
"Kutahu sudah, sebelum pergi dari sini
aku akan rindu balik pada semua ini
sunyi yang kutakuti sekarang
rona lereng gunung menguap
pada cerita cemara berdesir..."
Ia pergi lantaran negara ini semakin buruk, kala itu. Lantaran negara ini bukan hanya kejam, tapi memangsa rakyatnya karena satu alasan: berpikir.
Betapa Wing Kardjo, atau bahkan Pramoedya Ananta Toer membuat karya-karyanya makin ma'rifat dengan pembuangan yang dialaminya. Ke negeri asing, ke kota asing, bahkan: ke penjara yang dinding-dindingnya begitu asing.
Mereka, dibuang dengan satu alasan: karena berpikir, karena beriman, dan karena bergerak.
Maka kemudian, pada 200 tahun setelahnya, ketika seorang pangeran, Abdurrahman Ad-Dakhil berhasil membangun kembali Kerajaan Umayyah di Kordoba, Andalusia, setelah pengusirannya oleh Abdul Abbas As-Saffah dari Damaskus, naluri kesajakannya bergejolak.
Ia adalah satu-satunya pangeran yang selamat dari pembantaian Abbasiyah, menyusul terbentuknya Dinasti Abbasiyah di sana.
Ia menjadi raja kecil dan membangun kota Kordoba dengan indah. Suatu ketika, ia melihat sepohon kurma tumbuh di antara tataan tanaman khas Eropa di sebuah taman. Maka, sebuah sajak meriap:
"Sepohon tamar di tengah taman
lahir di barat, jauh dari tanah peranakannya
Aku berkata padanya: betapa serupa kau dan aku, terpencil dan terbuang...."
Ah, Irsyad Ridho memang pemantik yang hebat. Mereka yang eksil dan yang bersajak di pembuangan. Ketika kita di negeri asing, dan betapa sajak adalah satu-satunya yang kita kenal sebagai kawan sejati.
Betapa pembuangan dan pengasingan: adalah alasan kenapa puisi semakin detail dan indah.
Betapa, keterasingan dan keghariban, sebagaimana biasanya, adalah konsekuensi logis dari hijrah dan perubahan.

Senin, 26 September 2016

Mereka Yang Menyepi dan Bertahan


Di manakah Bilal bin Rabah, Ummu Salamah, dan sederet nama besar sahabat Nabi lain yang "hilang" ketika perselisihan besar Perang Jamal dan Perang Shiffin?
Kalau kita cermati kitab-kitab tarikh dan sirah, nama mereka seperti dihapus-atau tepatnya, mereka menghapus namanya sendiri dari kekacauan yang timbul akibat politik, kekuasaan, dan nafsu.
Para sahabat besar: Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah, Ammar bin Yasir, bahkan Ali bin Abi Thalib sendiri mesti gugur karena konflik berkepanjangan, dan di antara mereka, ada segolongan orang yang disebut murjiyat.
Mereka orang-orang yang menyadari fitnahnya. Yang berjalan ketika yang lain berlari.
Yang terdiam ketika yang lain berjalan, dan yang duduk ketika yang lain berdiri, dan seperti yang sudah-sudah, itu didasari dengan: "Aku melihat fitnah turun dari sela atap rumahmu," kata Rasulullah.
"Seperti air hujan...."Katanya lagi.
Mereka orang-orang yang tidak bisa dipaksa bergerak dengan dalil, "antum mau masuk surga sendirian?"
Atau, "Medan jihad memanggil!"
Karena bagi mereka, pertempuran politik, perseteruan sesama muslim, hanya tinggal menjadi tumpukan mayat-mayat korban jiwa, dan kita sebut itu: korban politik.
Korban, dari hasrat menguasai satu kepada yang lain. Korban dari, keinginan tampil dan mendapatkan pengikut di muka umum. Saksikan, betapa Perang Shiffin merenggut 90.000 muslim.
Betapa Karbala merenggut cucu Rasulullah dan 140 keturunan Ahlul Bait lain.
Maka kita saksikan, Bilal bin Rabah menghabiskan waktunya dengan tenang di Basrah. Anas bin Malik, hingga berumur 103 tahun, tinggal mendidik generasi baru.
Ummu Salamah, menghabiskan hari tuanya mengasuh anak seorang khadimatnya, yang kelak menjadi ulama besar: Hasan Bashri.
Bahkan beberapa sahabat Anshar; mereka menepis dunia, harta, dan jabatan. Setelah jelas fitnah bagi mereka, maka mereka menepi ke lembah-lembah sepi dan menggembala kambing sebagaimana orang yang gharib.
"Kau mau masuk surga sendirian?"
"Kau mau menanggung dosaku, yang timbul akibat ini?"
Ada orang-orang, yang ketika ikut campur urusan harakah, politik, dan perebutan kekuasaan: maka neraka mendekat kepadanya seperti ombak di pesisir yang meriap mengejar kaki-kaki kecil yang berlari.
Allahumma, shalli 'ala Muhammad, wahai Nabi, aku menyaksikan, betapa keghariban ini, sakit: sekaligus indah sekali.

Minggu, 18 September 2016

Hasan Al-Banna dan Kedai Kopi

Mesir. Perang Dunia baru saja usai. Pemuda-pemudanya di bawah bayang-bayang Inggris dan lebih senang menghabiskan waktu di kedai kopi.
Adalah Imam Hasan Al-Banna. Seorang yang perenung. Seorang yang mengakrabi puisi lebih dari apapun. Dalam sebuah tulisan, ia pernah berkata,
"Setelah menyempurnakan diri dengan ilmu maka lengkapilah dengan perbuatan...". Idenya sederhana:
Bagaimana membuat pemuda Mesir kala itu, ingin mendengar uraian akhlak dan agama?
Maka tulisnya lagi, "Aku meminta kepada teman-temanku untuk keluar memberi nasihat di kedai-kedai kopi,"
Mereka berasa ganjil dan heran serta berkata: ‘Orang-orang yang berada di kedai kedai kopi itu tidak akan membenarkan kita melakukannya,"
"Dan malah akan menentang sebab mengganggu kesenangan mereka..." seru kawan-kawannya.
"Seperti diketahui, " Kata Imam Al-Banna, "Mereka ini adalah kerumunan pemuda yang suka berfoya-foya,"
"Tentulah sukar bagi mereka untuk menerima nasihat kita. Bagaimana kita hendak memberi nasihat mengenai agama dan akhlak bagi kaum yang tidak memikirkan selain kesenangan saja?" Pikir Al-Banna, tetapi kemudian ditepisnya:
"Tetapi Aku berpendapat sebaliknya. Aku percaya mereka itu merupakan satu golongan yang sanggup dan bersedia untuk mendengar sebarang nasihat daripada golongan yang lain!"
"bahkan lebih daripada golongan-golongan yang ada di masjid sendiri, karena bagi mereka, ini adalah satu perkara yang baru. Kita harus bijak memilih tajuk-tajuk yang sesuai,"
"dan janganlah katakan sesuatu yang akan melukai mereka!"
Kemudian, pada musim-musim perang yang berkepanjangan dan kejumudan bangsa mesir itu, Imam Al-Banna bergerak dan keluar. Ia betul-betul, secara harfiyah, memberi ceramah di kedai kopi!
Ia melakukan ini dalam usia yang muda. Ia, bahkan masih mahasiswa di Al-Azhar.
Maka ia menulis, "Kami mengawalinya dengan kedai kopi yang terletak di Medan Solahuddin. Pertama di kedai kopi As-Sayyidah ‘Aisyah dan dari situ ke kedai-kedai kopi yang berselerak di kawasan Toulon,"
"Seterusnya dari Thariq al-Jabal ke Syare’i Salamah. Tidak ketinggalan juga kedai kopi As-Saiyyidah Zainab," katanya.
Dan begitulah, kenikmatan dakwah merasuk dalam darahnya: "Aku merasakan pada malam itu saja lebih 20 khutbah telah kusampaikan kepada mereka. Setiap satu khutbah mengambil waktu di antara 5 hingga 10 menit."
"Mereka yang ada di sana merasa heran dan berdiam diri untuk menumpukan perhatian untuk mendengar," kenang Al-Banna.
"Pada mulanya mereka merasa sesuatu yang ganjil. Lama-kelamaan mereka meminta untuk menambahkan lagi percakapan itu..."
"Kami tidak minum atau meminta sesuatu pun," katanya. Kami hanya memohon sedikit waktu untuk mengingatkan mereka kepada Allah..." dan kita akhirnya melihat, bahwa Mesir kini akhirnya berubah.
"Tidak mengherankan sesungguhnya Allah tidak mengutus nabi atau rasul kecuali untuk menyampaikan yang pertama, ialah ‘Katakanlah aku tidak menghendaki upah’...." kenangnya lagi.
Dan kemudian, lama-kelamaan, gerakan ini membesar, dari kedai kopi ke kedai kopi yang lain: semangat untuk membersihkan pemuda-pemuda dari akhlak yang buruk.
Semangat untuk memperbaiki bangsanya yang rusak dan dijajah Inggris: Ikhwanul Muslimin.

Antara Ilmu dan Adab

Ada orang yang-alkisah-belajarnya sudah sedemikian. Hafalan Al-Qur'annya banyak. Hafalan haditsnya, mantap. Kalau membaca qur'an, tajwidnya pas. Itu semua dia pelajari baik-baik. Tak lupa, ilmu-ilmu keislaman, semacam fikih, ilmu tauhid, bahkan perbandingan mazhab ia tekuni.
Ia memenangkan setiap persoalan yang diadukan padanya. Iapun menguasai ilmu sejarah dan siroh nabawiyah. Ilmu tafsir? Bahkan ia menguasai tafsir-tafsir yang banyak ragamnya, dan menguasai rupa-rupa beda qiraat.
Di hadapannya, tak ada yang lebih pintar. Tak ada yang lebih 'alim dan faqih. Tapi ia lupa mempelajari satu hal, yang dipelajari murid-murid Imam Ahmad bin Hanbal selama 20 tahun sebelum belajar fikih.
Ia lupa mempelajari satu ilmu yang dipelajari Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah hingga mengikuti gurunya ke penjara, Ibnu Taimiyyah, hingga gurunya wafat.
Ia lupa mempelajari ilmu yang dipelajari Imam Syafi'i hingga mampu menulis dengan sempurna dan membuat kitab mazhabnya, Al-Umm dan Ar-Risalah, juga menjadi kitab rujukan tata bahasa dan sastra.
Ia lupa-sebenar-benarnya lupa-mempelajari ilmu yang membuat Imam Malik bin Anas meringkas Al-Muwattha'nya, lantaran takut membuat perpecahan dan kesulitan dalam beragama.
Ilmu itu, adalah adab berbicara. Kelembutan hati dan wajah. Kesantunan sikap. Ilmu itu, yang membuat Syaithan diusir dari surga:
"Qala ana khayrum-minhu khalaqtani min nari-wa khalaqtahu min-tin!", dia berkata: aku lebih baik darinya, Engkau ciptakan aku dari api, dan Engkau ciptakan dia dari tanah!"
Orang yang tampak jahat di hadapan kita, bisa jadi sedang berkontemplasi dan berproses hijrah, sebagaimana Fudhail bin Iyyadh yang merampok namun tengah berpuasa.
Sebagaimana Ibrahim bin Adham yang tampak sebagai petani utun namun menyimpan kedalaman hati dan akhlak.
Sebagaimana Ali Zainal Abidin yang kerap menangis dan berpucat pasi, mengingat betapa tidak selamatnya dia dan orang-orang, dari api neraka.
Ada yang lupa. Dan semoga, itu bukan kita.

Rabu, 14 September 2016

Siapa yang Ekstrimis?

Saya rasa, justru yang ekstremis itu, yang menolak Khilafah.
Kekhilafahan adalah bentuk ijtihad para sahabat yang kemudian menjadi ijma' dan perlahan-lahan menyempurna. "Generasi terbaik," kata Rasulullah, "Adalah saat ini, kemudian setelahnya, kemudian setelahnya"
Lalu, sekarang ada kampanye menolak khilafah, atau yang memperjuangkan khilafah dibilang dungu, aduh. Orang itu kurang shalat dikit, sehingga hatinya tidak tenang. "Yaa Bilal, arihni bi shalah!"
"Wahai Bilal, istirahatkan kami dengan shalat!" kata Rasul, bukan dengan piknik, hehe.
menolak ijtihad berupa khilafah ini konsekuensinya serius. Apalagi, menolak ijtihad kekhalifahan dari sahabat hanya dengan ijtihad orang liberal, yang menguasai bahasa arab pun tidak, atau belajar langsung dari Rasul pun tidak.
Sebagaimana, jika Indonesia tidak menerapkan hukum rajam dan potong tangan, tidak berarti hukum itu dihapus atau mansukh dari Al-Quran hanya dengan KUHP, apalagi dengan esai orang ngablu di koran tertentu.
Kekhalifahan yang merupakan ijtihad sahabat, juga tidak menjadi batil dan munkar hanya karena diberitakan macam-macam oleh metro tv.
Ya, ISIS memang merusak citra semuanya. Sehingga, orang dibuat lebih senang memuja-muji Revolusi Mental hasil ijtihad seseorang di masa kini yang belum lagi lolos kriteria jarh wa ta'dil, ketimbang konsep khilafah yang dikemukakan oleh negarawan-negarawan hebat generasi Shahabiyin, Tabi'in, dan Tabiut Tabi'in.
"Mar, ijtihad tuh apa?" aduh, makanya ngaji jangan di CNN atau MNC.... ngga tau begituan, menolak khilafah.....

Betawi Bukan Pajangan Museum, Betawi Adalah Pemilik Sah Kota Ini


Puluhan tahun lalu, adalah seorang Habib keturunan Nabi kita, Muhammad Shallallahu 'alaihi wa salam, Habib Utsman namanya, menjadi Mufti Batavia. Ia dikenal keras dan lurus dalam menjaga penerapan ajaran islam di Betawi yang kala itu tercampur khurafat. Pelan-pelan, ia bersihkan orang Betawi dan ia bacakan qur'an sebagaimana tahapan dakwah pada Surat Al-Baqarah, 151.
Di kemudian hari, beliau menurunkan seorang cicit-masih di tempat beliau berdakwah-Petamburan, Habib Riziek Syihab. Seorang dai pemberani yang sikapnya serupa dengan Umar bin Khattab dalam memerangi kebatilan.
Habib Riziek berjuang mendakwahi orang betawi dan akhirnya pada suatu titik, ia mendirikan Front Pembela Islam. Artinya, Sang Habib, adalah penduduk asli Jakarta, bahkan sebelum Jakarta bernama.
Namun, Gubernur DKI pada suatu waktu yang entah, menyebutnya "kasihan", ketika Sang Habib menginisiasi Konvensi Gubernur Muslim. Bahkan, media yang menjadi konco setianya, menghapus titel "Habib" dan hanya menulis "Riziek Syihab".
Lebih jauh lagi, saran-saran yang disampaikan para da'i dan habaib di dalam forum FPI, justru dikatakan "jual agama", "enggak usah munafik", dan bahkan "membawa Indonesia ke zaman sebelum sumpah pemuda"
Padahal, FPI adalah bentukan asli putra betawi, dan bisa dikatakan, gerakan ini adalah cermin bagaimana ekspresi keagamaan dan politik orang Betawi diwujudkan, bukan hanya melalui slogan-slogan bijak semata.
Di saat yang hampir bersamaan, ulama Jakarta berhimpun dalam satu wadah, Gerakan Masyarakat Jakarta, dan mengangkat seorang ulama asli Betawi, KH Fakhrurrozi Ishaq sebagai Gubernur Tandingan.
KH Fakhrurrozi Ishaq adalah murid dari Muallim Rasyid, yang merupakan murid dari salah satu enam guru betawi terkemuka, Guru Manshur Jembatan Lima: buyut dari Ustadz Yusuf Mansur.
Guru Manshur Jembatan Lima, adalah seorang dai pejuang, yang menyerukan "rempug!" (Berkumpullah!") Darinyalah istilah ini berasal. Setiap kali pihak kolonial hendak melakukan penindasan. Ia juga yang dengan berani mengibarkan bendera merah putih hingga berurusan dengan polisi belanda.
Terhadap ulama ini, Gubernur malah meremehkan dan menyepelekan.
Padahal, salah satu aksi Gerakan Masyarakat Jakarta pada 2015, adalah yang terbesar yang pernah diturunkan. Pada saat pelantikan KH Fakhrurrozi sebagai Gubernur Tandingan, tak kurang 100.000 orang betawi muslim hadir.
Pada zaman penjajahan Belanda, jamak diketahui para serdadu gemar meminum "beer". Ini merupakan khamr yang diharamkan islam. Maka, orang Betawi membuat alternatif minuman yang rasanya serupa, tapi justru menyehatkan: bir pletok.
Bir dalam bahasa Kreol Melayu Betawi, adalah bi'run, atau abyar dalam bahasa arab: mata air. Orang betawi begitu menjaga adab keislaman, sementara, Gubernur saat ini, berulangkali menyentak-nyentak kita dengan wacana pelegalan miras, dan kemudian beredar sebuah foto Gubernur menjamu tamunya dengan beer!
Apa artinya?
Berarti, orang betawi, sejak lama, adalah etnik yang sadar politik dan turut membangun kotanya. Adalah orang-orang yang tidak diam terhadap pergerakan politik yang terjadi di hadapan matanya!
Dan belakangan, kita dihenyakkan dengan tindakan Ahok yang akan mencabut hibah bermiliar-miliar, hanya karena Badan Musyawarah Betawi merekomendasikan beberapa tokoh sebagai calon pemimpin kotanya sendiri. (Ingat, APBD DKI jumlahnya Rp 66 triliun, Rp 373 miliar, Rp 687 juta dan Rp 377 ribu, sedangkan hibah kurang dari 5 miliar untuk Bamus)
Statemen-statemen Ahok, seperti "main politik", "Bamus Betawi Berpolitik", merupakan tindak pengucilan dan justru, sangat SARA.
Sepanjang sejarah, justru Bamus Betawi dibuat, untuk mewarisi ide Mh Thamrin, bahwa organisasi ini hendaknya memperjuangkan hak-hak dan kepentingan orang betawi, lalu meningkatkan harkat dan martabatnya.
Statemen-statemen Ahok dan kebijakan pemerintah sepanjang Ibukota dibangun, bisa dibilang cenderung memojokkan betawi.
Bukankah, sikap politik juga merupakan suatu hak dan identitas sebuah etnik? Pertanyaannya, apakah salah ketika Bamus menganggap gubernur muslim dan asli betawi, adalah solusi bagi peningkatan harkat dan martabat betawi?
Sebagaimana, orang Jogja bersikeras mempertahankan kesultanan sebagai pemimpinnya, atau orang Aceh menjunjung perdamaian dengan mengizinkan partai lokal. Sebagaimana, orang Papua kemudian menyuarakan hak-hak pribumi mereka, dan masih berhadapan dengan tentara.
Artinya, justru Ahok seperti hendak mengebiri hak politik etnik betawi!
Apalagi, statemennya sebagaimana dikutip tempo.co pada 6 September, "Fokus saja di Setu Babakan, tari-tarian, kalau itu kita dukung", jelas menganggap Betawi hanya sebagai komoditas budaya.
Betawi, adalah suatu etnik yang hidup. Dia punya hak politik, hak ekonomi, hak kesehatan, hak perumahan, dan hak sebagai manusia. Justru, pelanggaran terhadap UUD 1945 yang dituduhkan Ahok, justru dilakukannya sendiri pada orang Betawi.
Hal inilah yang agaknya justru merendahkan betawi sebagai barang pajangan ketika pejabat negara lain datang, atau hanya sebagai objek anggaran pariwisata. Budaya bukanlah soal gong, wayang, atau alat musik, tapi budaya adalah kristalisasi dan produk sebuah kehidupan.
Termasuk, sikap politik; yang merupakan cermin muaknya orang betawi pada pemimpin yang kasar, tukang gusur, dan kerap menyakiti hati ulama dan masyarakat. Inilah cermin bagaimana suatu etnik bergerak mempertahankan entitasnya di kota yang dibangun, nyaris menggilas penduduk aslinya.
Betawi, di antara etnik lain di pulau Jawa, adalah etnik yang dikenal apa adanya dan tegas, namun tidak kasar. Mereka sangat mengenal sopan santun, apalagi pada etnik lain.
Kita, musti berpikir kembali: siapa yang justru melanggar UUD 1945?
---
Amar Ar-Risalah
Sosial-Kemasyarakatan KAMMI Jakarta Timur

Rasulullah dan Keterasingan Itu

“Beruntunglah orang-orang yang terasing,”. Kata Rasulullah suatu hari.
Seseorang bertanya : “Siapakah orang-orang yang terasing itu ya Rasulullah ?"
“Orang-orang shalih yang berada di antara orang-orang jahat yang jumlahnya banyak sekali..."
Beribu tahun setelah Sayyidina Rasulullah wafat, kemudian berhimpunlah orang-orang asing itu. Sebagian di antaranya masih menyerukan islam sebagai solusi. Sebagian yang lain menegakkan ajaran-ajaran sunnah yang mulai ditinggalkan.
Kisah Rasulullah yang dilempari batu penduduk Thaif. Kisah Abubakar berjalan kaki mengiringi pasukan perang. Kisah Umar yang membantu seorang ibu melahirkan tanpa ada yang mengenalnya.
Dan satu hal, mereka pasti berada dalam kepungan orang-orang jahat yang jumlahnya banyak sekali.
"Yang menentang mereka lebih banyak dibandingkan yang mengikuti ”, jawab Rasulullah lagi.
“Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang menggenggam bara api...." terang Rasul di lain waktu.
Ketika mayoritas orang menganggap kesesatan berpikir adalah kenyataan, dan kemudian, para ulama dianggap sebagai lelucon stand-up semata.
Bahagialah mereka yang beragama dengan rasa sakit, mereka yang memegang teguh kebenaran dan tidak takut ucapan ekstremitas dan radikal.
Berbahagialah mereka yang memenuhi masjid-masjid dengan lingkaran kecil.
berbahagialah mereka yang mengenal Imam Ahmad, Ibnu Qayyim, Ibnu Taimiyan..
Berbahagialah mereka yang berhijab panjang, berkaus kaki di manapun berada, dan memilih tidak menyentuh lawan jenis sedikitpun.
Berbahagialah mereka yang membaca Al-Quran,ketika sisanya memilih membaca studi kritis HAM, feminisme, atau sekularisme...
Ada orang yang masih memenuhi masjid-masjid, menyerukan takbir di jalan-jalan, mencoba menegur penguasa dengan santun maupun di medan aksi, dan bergabung kedalam saf-saf orang yang masih berjuang menegakkan agamanya.
Dan keterasingan itu, nikmat sekali...

Rasulullah dan Kesabaran Sejati

Penduduk Makkah, yang adalah kerabat beliau, mengusirnya. Perjalanan terasa berat. Kota Thaif, yang terletak tak jauh dari Makkah, menjadi harapan Rasulullah.
Akan tetapi, sesampainya di sana, penduduk melempari Rasulullah dengan batu. Tidak hanya melalui umpatan, bahkan anak-anak kecil di sana disuruh orang tuanya melempari Rasul.
Hati Rasulullah demikian sedih dan bingung, "Ya Allah, aku mengadukan kepada-Mu lemahnya kekuatanku dan sedikitnya daya upayaku pada pandangan manusia..."
Ini tercatat sebagai, salah satu adegan terberat dalam dakwah Rasulullah sebelum hijrah:
"kepada siapakah Engkau serahkan diriku? Kepada musuh yang menghinaku ataukah kepada keluarga yang Engkau berikan kepadanya urusanku..."
setelah beberapa lama, turunlah malaikat penjaga gunung, yang menawarkan apakah ditimpakan saja gunung pada kaum tersebut?
"Tidak," jawab Rasulullah. "Aku berharap mudah-mudahan Allah berkenan memunculkan dari keturunan mereka orang yang akan menyembah Allah...."
Bertahun kemudian, sifat pemaaf Rasulullah ini kembali terulang: ketika dalam perang Uhud, wajah beliau terluka. Dan beliau berkata:
"Bagaimana bisa beruntung nasib kaum yang melukai wajah nabi mereka?"
Kemudian, Rasul berkata: "Ya Allah! Ampunilah kaumku, mereka hanya belum mengerti..."

Kontemplasi

Suatu hari, kau cuma ingin pergi ke pinggiran pantai yang tidak ada siapa-siapa di sana dan tidak ada apa-apa selain kau dan udara dan laut dan pesisir lalu berteriak sekeras-kerasnya tanpa menggaung dan kembali ke telingamu lagi dan memandangi matahari tenggelam yang abadi tanpa pernah terbenam sampai kau puas.

Suatu hari kau cuma ingin menata baik-baik dipan dan ruangan lalu tidur dengan suhu kamar yang menyenangkan lalu melupakan semuanya dan terbangun ketika semua kabar baik terjadi dan semua orang menyelesaikan kerja-kerja kecil yang tertunda dan kau tertawa seharian penuh tanpa pernah mengingat apa yang pernah terjadi dan tanpa perlu takut apa yang seharusnya tidak terjadi.

Suatu hari kau terbangun padahal tidak sedang tidur dan kau kembali dikelilingi rasa takut dikelilingi kelelahan dikelilingi rencana-rencana yang mestinya kautulis pesan-pesan yang tak bisa tidak kaubaca tetapi matamu lupa caranya membaca tanganmu lupa cara menulis dan keduanya terus saja menutup wajahmu lalu dalam bekapan itu kau ingin berseru sekuat-kuatnya:

"........." (Tanpa sadar airmatamu jatuh dan kau tak ingin siapapun berkata atau menyela)

Apa yang lebih menakutkan dari empat dinding yang mendekap-lampu di langit-langit-cat hijau muda-dan aroma lorong kimiawi campur apa saja yang.....dan matamu terus memandang apa saja yang.....dan kedua tanganmu tidak bisa berbuat apa-apa yang...."

Cara-cara Sederhana Memadamkan Kebakaran Hutan: Studi Negara yang Dibully Korporasi


Saya diminta mengisi diskusi mengenai kebakaran hutan di Cina. Di salah satu provinsinya, 印度尼西, atau Yindunixia, mengalami kebakaran hutan terhebat di dunia. Masalahnya, kita ini mahasiswa pendidikan dan saya sempat berpikir, diskusinya mau di bawa ke mana ya? Tapi saya akan paparkan sedikit yang saya tahu.

Kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan sudah sangat memprihatinkan. (Maaf saya tidak menemukan diksi lain yang sesuai dan tidak klise). Saya yakin, Yth. Bagus Tito sudah akan membahas dampak lingkungan dan lain-lain berhubung beliau adalah mahasiswa ilmu alam.

Saya mahasiswa sastra, maka saya akan membahasnya dari sisi politik dan bisnis. Data dan fakta lainnya silakan cari dari web yang ada, misalnya web sinarmas, web Golden Agri Resources, web Greenpeace, dan jangan lupa Siakad UNJ.

Sebelum itu, kita masuk ke informasi media bahwa Sinarmas digugat pemerintahan saat ini senilai 7,8 triliun rupiah. Angka sebesar itu, bahkan tiga kali APBD Kota Depok. Alasan penggugatannya, karena terbukti bersalah dalam pembakaran lahan di Riau.

Hal ini diikuti oleh Singapura, yang memboikot kertas dan setiap produk Sinarmas. Begitu juga asosiasi lainnya.

Tempo menulis, "Dewan Lingkungan Singapura atau Singapore Environment Council (SEC) telah mencabut sertifikasi hijau milik Universal Sovereign Trading yang merupakan distributor eksklusif produk APP di Singapura. Tak hanya itu, SEC kemudian juga meminta 16 jaringan supermarket di Singapura untuk berhenti menjual produk APP dan empat perusahaan lain hingga selesainya penyelidikan soal penyebab kebakaran di wilayah konsesi masing-masing.

"Seruan itu langsung ditaati oleh beberapa jaringan ritel besar negeri jiran. NTUC FairPrice, Sheng Siong dan Prime Supermarket langsung menurunkan tisu Paseo yang merupakan merek dagang APP dari rak mereka. Sementara Dairy Farm Group yang membawahi jaringan Guardian, 7-Eleven, Cold Storage dan Giant hanya akan menghabiskan stok mereka, lalu menghentikan pasokan setelahnya". Berita ini turun pada 12/10 2015 lalu.

Persoalannya, kenapa sampai sekarang, sepertinya Sinarmas, Asia Pulp and Paper, serta Golden Agri Resources seperti tak terpengaruh dengan itu semua? Ada apa di balik itu?

Pemilik utama  dari Sinarmas, tadinya adalah Eka Tjipta Widjaja. Orang ini asli kelahiran Cina pada 1931. Setelah menua, perusahaannya dipecah-pecah kepada anak cucunya, di antaranya Peter Oei di Singapura, dengan menjadi orang terkaya ke-32 di sana.

Ya, putra Eka Tjipta Widjaja sudah menerapkan prinsip diaspora ala-ala negara sebelah.

Salah satu puteranya yang lain, Franky Widjaja, kini menjadi pewaris utama. Dengan Golden Agri yang basisnya di Singapura, Sinarmas Group diindukkan ke perusahaan ini. Total luas lahan yang dikonsesikan sebesar 20.000 hektar di seluruh Indonesia.

Franky Widjaja adalah salah satu orang terkaya di Indonesia. Nah, di sini masalah bermuara. Pada Pilpres dan Pileg 2014 lalu, Presiden RI Megawati Soekarno Putri dan Jusuf Kalla, eh, maksud saya Luhut Binsar Pandjaitan, eh, maksud saya Joko Widodo dituding menutupi arus dana kampanye yang luarbiasa besar dari beberapa pihak.

Ekatjipta dan Grup Sinarmas dituding oleh PPP dan Partai Golkar kala itu, menyumbang 1,5 T untuk kampanye Jokowi. Bukan kata saya. Tapi, tentu karena sekarang Golkar mendukung Ahok, Golkar tidak salah. Yang salah adalah menolak Ahok.

Akhirnya cerita berlanjut dengan terpilihnya Megawati sebagai presiden RI kedua kalinya pada 2014 dan Joko Widodo sebagai staf khususnya. Di titik itu, mudah ditebak bahwa dana 1,5 T dari Sinarmas itu akan memainkan perannya.

Sinarmas ditenggarai memang membakar hutan sejak 1996. Nah, memang Eka Tjipta sendiri dulu dikenal akrab dengan Presiden Soeharto dan Partai Golkar. Memang ciri umum perilaku politik pengusaha, adalah mendekati penguasa dan akhirnya menciptakan zona aman bagi usahanya.

Kini, Franky mendekati Jokowi dan PDI-P. Perkaranya, pada akhir pemerintahan SBY, 2013 hingga 2014, Sinarmas dituding gelapkan pajak. Jumlahnya besar. Dan, “pengampunan” itu tidak diberikan juga pada masa SBY.

Baru akhirnya ketika Jokowi terpilih, buru-buru Kemenperin memberikan Tax Holliday dan Tax Allowance. " Permohonan keringanan pajak penghasilan (PPh) atau tax allowance yang diajukan oleh anak usaha Sinar Mas, PT Oki Pulp and Paper Mills, telah mendapat restu dari Kementerian Perindustrian. Perusahaan kertas ini dinilai berhak mendapatkan insentif fiskal tersebut mengingat pengajuan fasilitas sudah dilakukan sejak beberapa tahun lalu."

"Gandi Sulistyanto, Managing Director Sinar Mas, menjelaskan pengajuan tax holiday ini diperuntukkan bagi pembangunan pabrik senilai Rp 30 triliun yang berlokasi di Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Apabila tax holiday ini disetujui pemerintah, Gandhi berharap pabrik sudah dapat mengekspor pulp senilai Rp 14 triliun per tahun mulai 2017." seperti diberitakan CNN pada Mei 2015 lalu.

Sengaja kok saya tidak mengutip Republika.

Belum cukup sampai di situ, Sinarmas dan Golden Agri masih terus menjadi ulat dalam pemerintahan kita. Ketika skandal yang melibatkan firma hukum Mossack Fonseca, Panama Papers terungkap, Franky Widjaja tercatut di sana!

Dan bukankah tidak mengejutkan, jika kemudian pemerintah pada awal tahun ini mengesahkan UU Pengampunan Pajak. Jelas, kursi PDI-P di DPR-RI adalah 109 buah. Partai pendukung rezim lain, seperti Hanura, Nasdem, adalah 35 dan 16 kursi. Totalnya, 160 kursi.

Menurut pemerintah, 11 ribu triliun bisa masuk ke Indonesia jika Tax Amnesty diterapkan. Namun, berbekal pengalaman, Sri Mulyani menyederhanakan perhitungan menjadi 165 T. Jumlah yang jauh lebih kecil jika kemudian berusaha menangkap saja pengemplang pajak itu.

Tapi belum cukup sampai di sini. Sinarmas Financial Service yang bergerak di bidang keuangan dan memiliki cabang Bank Sinarmas, diberitakan "mendorong nasabah membayar tax amnesty", tentu melalui rekening Sinarmas!

Sinarmas kini justru getol mengadakan sosialisasi Tax Amnesty justru ketika, pemiliknya sendiri terseret ke sana.

Merasa familiar?

Polanya: Sinarmas kena penggelapan pajak tinggi. Sinarmas tahu akar masalahnya pemerintah. Sinarmas dekati partai potensial pemenang pemilu. Sinarmas sponsori pemenangan eksekutif. Lalu eksekutif dimenangkan calon partai yang bersangkutan. Sinarmas minta keringanan pajak. Sinarmas diberi Tax Allowance dan Tax Holliday. Sinarmas kena Panama Papers. Sinarmas diberikan Pengampunan Pajak. Sinarmas punya cabang perbankan. Orang bayar tax amnesty lewat Sinarmas.

Nah, terhitung sejak Sinarmas diberitakan terlibat pembakaran lahan, sampai hari ini, hanya butuh 3 tahun untuk membalik keadaan.

2013, berita kebakaran lahan muncul. 2014, Singapura dan jaringan pusat perbelanjaan Asia memboikot Sinarmas. 2014 tengah, Sinarmas sponsori Jokowi.  2014 akhir, Jokowi menang pemilu. 2015, Jokowi beri Tax Allowance dan Tax Holliday. 2016, Sinarmas diberi Tax Amnesty.

Pada 2014 sekalipun, ketika baru terpilih, publik seharusnya tersadar, bahwa Sinarmas kelak akan memainkan kunci penting bencana terluas di dunia ini. Pada forum Asia-Pacific Economic Cooperation atau Kerja sama Ekonomi Asia Pasifik di Cina, bahkan CEO Sinarmaslah yang mengenalkan Jokowi pada forum itu. Istilahnya, diendorsement.

Lalu apa dampaknya pada Sinarmas? Mari kita tinjau sejenak berita Detik.com pada Maret 2015 ini.

“Grup Sinar Mas melalui beberapa anak usahanya mendapat pinjaman total sebesar US$ 1,5 miliar atau sekitar Rp 19,5 triliun (kurs Rp 13.000) dari China Development Bank (CDB) dan ICBC Financial Leasing Co. Ltd.

Dananya akan digunakan untuk membangun pembangkit listrik guna memasok kebutuhan energi, pengembangan pulp and paper di Indonesia dan pengembangan industri telekomunikasi.

PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) menandatangani kesepakatan pinjaman senilai US$ 510 juta dengan China Development Bank Corporation (CDB) untuk pengembangan pembangkit listrik di Sumatera Selatan dan Sulawesi Selatan. 

Pinjaman tersebut mencapai 75% dari keseluruhan pinjaman yang mencapai sebesar US$ 680 juta, Dana akan dialokasikan untuk pembangunan pembangkit listrik mulut tambang Sumsel-5 Musi Banyuasin berkapasitas 1x300 MW senilai US$ 480 juta, dan pembangkit listrik Kendari-3, berkapasitas 2x50 MW sebesar US$ 200 juta.
.....
Sementara itu, untuk pengembangan pulp and paper perusahaan di bawah Sinar Mas
mendapatkan pinjaman senilai US$ 350 juta dan 2,1 miliar RMB atau kurang lebih setara dengan US$ 700 juta.

"Kesinambungan kemitraan kami dengan lembaga keuangan luar negeri juga menggambarkan kepercayaan mereka akan perkembangan serta reputasi industri nasional yang tetap terjaga," kata Managing Director Sinar Mas, G. Sulistiyanto dalam siaran pers, Jumat (27/3/2015).

Di bidang telekomunikasi, sejak tahun 2006 Sinar Mas sudah bekerja sama dengan China Development Bank untuk pembangunan konstruksi, instalasi dan jaringan industri telekomunikasi LTE Sinar Mas melalui Smartfren. 

Bantuan pinjaman yang ditandatangan di Bejing saat ini mencapai US$ 300 juta. Sebelumnya, Smartfren sudah menandatangani pinjaman US$ 700 juta.

Total investasi yang ditandatangani Sinar Mas kali ini mencapai lebih dari US$ 1,5 miliar. Tanda tangan investasi yang dilakukan di The Great Hall ini dihadiri Presiden RI Joko Widodo dan PM RRC Li Keqiang.

Nanti kalau kita perpanjang lagi, ini akan menyentuh kasus Reklamasi Teluk           Jakarta. Ingat Sunny Tanuwidjaja? Ya. Dia, yang terlibat kasus penyuapan pada pembahasan Raperda di DPRD DKI Jakarta, adalah sepupu, dari menantu Ekatjipta Widjaja. Dan, dia dikatakan sebagai, saudara ipar Basuki Tjahaja Purnama.

Tertebak bukan? Ya. Sinarmas lebih luas daripada yang kita kira sekadar perusahaan kertas. Tetapi, Sinarmas memegang kunci PDI-P, sekaligus oposisinya yang kala itu menjagokan Ahok, Partai Gerindra.

Nah, dari urusan politik, kita ke urusan komoditi. Sinarmas, tercatat memproduksi produk-produk ini: Minyak Goreng Sinarmas, Minyak Goreng Kunci Mas, minyak Goreng dan Margarin Mitra, Minyak Goreng dan Margarin Filma Palmboom, Palmvita, minyak goreng Menara, Mitra Spesial, Shortening Palmvita, Palmvita, Gold, Pusaka, Mitra, Menara, dan Delicio, Specialty Fats Delicio dan Delicoa, Frying Fats Good Fry, Frying, Fats Butter Oil Substitute Good Fry, Palmboom, dan Palmvita Gold.

Itu untuk minyak goreng. Pertanyaan saya, siapa di Indonesia yang tidak pakai produk di atas?

Bagaimana dengan produk kertas? Kertas dan buku tulis Sinarmas: Enivo, Enova, Paperline, Sinar Dunia, Bola Dunia, Paseo, Rim Kertas Gold, dan Rim Kertas Mirage. Nah lho, hampir semua isi fotokopian adalah produk Sinarmas!

Jadi, Anda masih mau berkeras boikot Sinarmas? Pakai gadget. Tapi profesor tua dan dosen di UNJ tidak ramah lingkungan, atas nama skripsi.

Dan, gugatan pemerintah pada Sinarmas, sebagaimana ditebak, ditolak. Dengan alasan:

"Dalam pertimbangan putusan, majelis hakim menyatakan membakar hutan tidak merusak lingkungan karena tanaman masih bisa ditanam kembali. Lalu majelis hakim juga menilai gugatan tersebut tidak bisa dibuktikan menimbulkan kerugian dan kerusakan hayati." Mirip sekali dengan alasan beberapa kampus men-DO mahasiswanya. Bukan UNJ ya.

Majelis Hakim menyatakan, "Menolak tuntutan provisi Penggugat; Dalam eksepsi: - Menolak eksepsi Tergugat; Dalam Pokok Perkara: - Menolak gugatan Penggugat seluruhnya; - Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara yang sampai hari ini ditetapkan sejumlah Rp10.251.000,00 (sepuluh juta dua ratus lima puluh satu ribu rupiah)."

Ini disalin dari PUTUSAN Nomor 24/Pdt.G/2015/PN.Plg, Mahkamah Agung.

Agak aneh? Memang itulah kenyataan yang terjadi. Kita belum lagi bicara soal PT Riau Andalan Pulp and Paper milik Sukanto Tanoto, yang juga terkena Panama Papers, dan lalu Tax Amnesty. Ia juga mensponsori kampanye capres Jokowi 1,5 T melalui usaha anak-anaknya. Sukanto melalui perusahaan kayunya sejak jaman Orde Baru menggerus hutan di Riau, bahkan langsung diresmikan Soeharto pada 1975.

Sukanto Tanoto kelahiran Medan pada 1949, dan ayahnya adalah imigran dari Cina asli, mirip seperti Ekatjipta Widjaja. Ia mendukung pencapresan Jokowi dengan mengucurkan dana kampanye. Yang jelas, dana kampanye ini ilegal sebab maksimal hanya 5 miliar.

Selain itu, melalui PT Asian Agri, kebakaran hutan jelas terjadi. Pada 2012 Asian Agri sudah diputus melakukan penggelapan pajak. Dan tertebak, mereka punya kepentingan yang sama dengan Sinarmas. Di sisi lain, Sukanto juga dituding pada Pilpres lalu mendanai kampanye Jokowi-JK, jelas karena kesadaran untuk melindungi bisnis ini.

Palmia, Palmolin, Minyak Kita, adalah segelintir produk Asian Agri. Sukanto Tanoto, melalui PT Riau Andalan Pulp And Paper, juga sangat dekat dengan Pemprov Riau, yang gubernurnya juga seorang pengusaha. Saya bersyukur rektor kita tidak menjadi direktur Tanoto Foundation sebagaimana mantan rektor UGM.

Ngomong-ngomong, salah satu perusahaan milik Sukanto Tanoto, PT Inti Indorayon yang berubah menjadi Toba Pulp Lestari, pada masa BJ Habibie dihentikan kegiatannya karena terbukti mencemari lingkungan di sekitar Danau Toba. Ini didirikan di sekitar Toba Samosir. Memang akhirnya, kegiatan Indorayon dihentikan. Namun bsa ditebak juga, yang keras membela Indorayon tidak merusak lingkungan, adalah Jusuf Kalla. Waktu itu, ia masih menjabat Menteri Perdagangan.

Sukanto Tanoto lebih sadis daripada Franky Widjaja. Ia dan perusahaannya sudah tiga kali terlibat konflik terbuka dengan masyarakat. Pada tahun 1998, seorang warga ditembak mati. Namanya tidak seterkenal Elang Mulia atau Ronny Setiawan, akan tetapi, ia patut dianugerahi Pahlawan Hutan Indonesia. Namanya, Panuju Manurung. Ia mati pada saat bentrok massal 10.000 warga melawan ABRI dalam penuntutan Toba Pulp (nama baru Indorayon) agar tutup.

Pada tahun 2000, terjadi lagi bentrok warga Porsea dengan aparat yang melindungi Toba Pulp, dan tewaslah Hermanto Sitorus, seorang pelajar yang kebetulan lewat-dan kasusnya tidak diusut. Bukti bahwa aparat gunakan senjata api, dan kedua, Sukanto Tanoto berdarah dingin.

Ketiga kalinya, terjadi lagi konflik berdarah yang melibatkan Sukanto Tanoto dan warga.  Lahan PT Toba  Pulp dianggap Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak melanggar tanah mereka, dan merekapun melakukan serangkaian demonstrasi.

Pada 25 Februari 2013, terjadilah tragedi itu. Pagi harinya, ratusan warga AMAN dari desa Pandumaan-Sipituhuta memergoki kegiatan pembukaan lahan di  hutan Dolok Ginjang. Maka terjadiah pembakaran dan penghentian paksa..

Namun malamnya, Polres Humban Hasundutan melakukan sweeping dengan kekerasan ke desa itu, dan beberapa orang ditangkap.  Banyak wanita-dalam kesaksian warga hingga 30 orang-disekap sebagai sandera atau untuk diinterogasi di sebuah rumah dan ditanyai macam-macam selama beberapa jam. Beberapa rumah didobrak. Total, 31 orang ditahan.

Beralih ke grup bisnis Sukanto Tanoto, salah satu anak perusahaannya adalah APRIL Group, alias Asia Pacific Resources International Limited, alias Riau Pulp tadi, setelah berbagai dukungannya pada Jokowi, diberi balas budi yang setimpal. Mari simak pemberitaan Suara Karya, April 2016 ini.
“April Group menandata­ngani Nota Kesepahaman (Memorandum of Unders­tan­ding) dengan Papier Union GmbH senilai 35 juta dolar AS. Penanda­ta­nganan MoU tersebut merupakan bagian dari kegiatan kunju­ngan kerja Presiden Jokowi ke sejumlah negara di Eropa pada 18-22 April 2016 untuk memperkuat kerja sama strategis dengan mitra internasional dalam menghadapi tantangan global.

Direktur Manajer April Group Tony Wenas mema­par­kan, dalam penandatanganan MoU tersebut, Papier Union GmbH diwakili Ma­naging Director Thomas Schimanow­ski. MoU ditandatangani pada 18 April 2016 di Hotel Adlon, Berlin, Jerman.
Menurut Tony Wenas, keterlibatan April Group dalam kunjungan kerja Pre­siden ke Eropa serta penandatanganan MoU dengan industri kertas raksasa Ero­pa tersebut menunjukkan bahwa industri pulp dan kertas saat ini patut menjadi industri prioritas Indonesia yang mendapat kepercayaan internasional.
"Pasar Eropa berkomitmen akan meningkatkan per­mintaan secara bertahap da­lam beberapa tahun ke de­pan. Mereka sangat percaya bah­wa Hutan Tanaman In­dustri In­donesia telah dikelola secara les­tari dan bertanggung ja­wab," kata Tony dalam pernyataan tertulis, Rabu (20/4).”
Itu saja? tentu tidak. Mari tinjau berita Bisnis.com 5 bulan kemudian, pada September 2016 ini, yang memberitakan kunjungan Jokowi ke London pada April itu juga.
“Asia Pacific Resources International Holding's Ltd. atau APRIL Group menyepakati kerjasama dengan perusahaan bahan baku industri percetakan dan kemasan asal Austria Roxcel Group senilai US$15 juta.

Managing Director APRIL Group Tony Wenas menuturkan, penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) telah dilaksanakan di London pada Rabu (20/4). Pihak mitra diwakili oleh Chief Executive Officer (CEO) Roxcel Group Helmut F.  Gruber.

Penandatanganan MoU  tersebut merupakan bagian dari kegiatan kunjungan kerja Presiden Jokowi ke sejumlah negara di Eropa pada 18-22 April 2016 untuk memperkuat kerjasama strategis dengan mitra internasional.
” 

April Group alias PT RAPP tadi, jelas diberikan keleluasaan oleh rezim. Sementara di dalam negeri mereka diusel-usel rakyat, oleh Jokowi diajak memperluas usaha dan ekspansi ke Eropa, freely. Tidak mengagetkan, bukan? Jadi gugatan Kementerian Lingkungan Hidup, bisa jadi sekadar pertunjukan teater.

Mar, terus di mana bahasan kebakaran hutannya?

Nah, dua contoh di atas, memberi saya gambaran bagaimana kebakaran hutan tidak seperti mainan kasus-kasus biasa yang sehari dua hari selesai.  Bukan yang dengan demo sehari dua hari, dan bikin tagar sambil selfie di instagram lantas selesai.

Melihat kenyataan yang ada saya sendiri bingung bisa apa. Memang saya sarankan, boikot dan gerakan yang sejenis itu baik juga dilakukan. Mengenai Sinarmas misalnya boikot juga produk perbankan dan asuransinya. Oh ya, ini belum lagi bicara soal Indofood Grup dan Wilmar Grup yang juga membakar lahan, lho.

Sebagai mahasiswa UNJ yang dididik untuk lulus jadi PNS atau jadi pegawai sekolah luar negeri, memang anda dicetak tidak perlu berpikir sejauh ini. Anda tunduklah pada rezim, dan undanglah pejabat sebannyak-banyaknya untuk cari sponsor.

Yah, dan sebagian besar mahasiswa dan mahasiswi UNJ membuang tissue sembarangan hanya untuk mengelap keringat di hidung atau sebatas dipegang biar keren, di saat yang sama hutan terus dibakar.
Saya mohon maaf, jika tulisan ini terasa betul alur berpikirnya sebagai sebuah cerpen, bukan pemantik diskusi. Memang saya ini bergelut di bidang sastra, tapi memang saya perhatikan sekali isu-isu semacam ini. Saya kira, sebagai mahasiswa S. Pd yang menghabiskan 4 tahun belajar kurikulum  pro pemerintah, banyak yang bisa dilakukan.

Kabarkan pada murid-murid kita kelak, bahwa segala sesuatu di negara ini, punya rencana dan sebab akibatnya. Kabarkan bahwa negara ini pelan-pelan dijual, dan kabarkan bahwa sebaik-baik ulama adalah yang jauh dari penguasa dan tegak berdiri di hadapan raja.

Sebagai mana ketika, seorang ulama generasi Tabi’in dikunjungi oleh Harun Ar-Rasyid, dan ketika pengawal mengetuk pintu rumahnya, ia tidak membukakan, malah menjawab, “Aku tidak punya urusan dengan Amirul Mukminin!”

Atau sebagaimana Imam Malik, pendiri Mazhab Maliki, yang tegas mengajarkan pada muridnya bahwa pemerintah bisa salah dan ada kalanya ia tegak berdiri melawan pemerintah. Mahasiswa UNJ, kabarkan ini pada murid-murid kita kelak dan jangan cetak pegawai negeri!

Amar Ar-Risalah
Risalah Institute, untuk diskusi REDS FIS UNJ, 14/09.