Rabu, 31 Juli 2019

Saat Para Profesional Gabung KAMMI

Di musim-musim perang itu, Hasan Al-Banna dengan dua matanya yang teduh, terus memandang negerinya. Mesir. Yang tak pernah sederhana.

1930-an itu, telah puluhan ribu orang bergabung bersamanya untuk menegakkan apa yang disebutnya sebagai kebangkitan umat.

Ia merenungkan kembali Khilafah, yang telah bertahun lamanya runtuh. Ia juga memandang, bahwa sekarang, negara demokrasi adalah apa yang dimiliki umat islam.

Risalah Manhaj ditulisnya dengan tajam. Ia mulai memahami, apa saja elemen-elemen kebangkitan itu. Ia harus membangkitkan keterampilan-keterampilan penting dari orang per orang, agar setiap sudut kehidupan memiliki pakarnya sendiri.

Kelak, kita akan mengenal ini, sebagai masa-masa Mihwar Mihani. Saat para pakar dan profesional bergabung kedalam gerakan Ikhwanul Muslimin.

Hasan Al-Banna sendiri adalah seorang pendidik. Ia seorang guru pegawai negeri. Di tahun 30-an itu, cabang-cabang kerja dari Ikhwan didirikan:


Aneka himpunan dagang, guru, buruh, petani, nelayan, mahasiswa, dan para insinyur diberinya ruang dialektika dalam kerangka "Ta'lim" yang sama: Arkanul Bai'ah dan  Ushul Isyrin, serta 10 Muwashafat yang mengikat mereka.

Untuk mengikat ideologi para profesional itu, Hasan Al-Banna membuat sebuah metode ideologisasi: Katibah namanya. Pertemuan malam dengan 40 orang hadirin, yang mendengarkan uraian dari da'i yang dipilih untuk mengisinya.

Dan di salah satu katibah itu, Hasan Al-Banna menggagas keinginan untuk mengajak segenap profesional yang punya kekhawatiran yang sama: kemerosotan umat.

Lembaga-lembaga pendidikan, pabrik, restoran, bahkan pusat perbelanjaan milik kader Ikhwan merajai Mesir. Seiring besarnya pengaruh politik Ikhwan dan juga jumlah pengikut, Pemerintah Mesir saat itu menganggap Hasan Al-Banna dan gerakannya sebagai "bahaya".


Berbagai muslihat diadakan. Tapi Hasan Al-Banna tak gentar. Sampai akhirnya, pemerintah sadar: para profesional itu telah mengakar, bahkan menguasai sebagian perekonomian, budaya, dan bahkan pemerintahan Mesir sendiri.


Ikhwanul Muslimin pun, di detik-detik akhir hidup Hasan Al-Banna, dibubarkan. Beliau sendiri ditembak mati. Dengan tangan-tangan gelap yang entah dari mana.

Tapi, jaringan profesional itu, tidaklah bisa dibunuh. Mereka terus menghidupi napas umat, dengan mengisi ceruk-ceruk kehidupan itu.

Kepemimpinan Ikhwan terus berlanjut, 70 tahun setelah Hasan Al-Banna tiada. Orang boleh bilang, inilah keberhasilan sesungguhnya dari Ikhwanul Muslimin.


" memberikan para profesional itu, alasan untuk membela agama Allah." dan, "memberikan penjelasan kepada umat, betapa kekuasaan sangatlah berbeda dengan jabatan".
*

70 tahun setelah Ikhwanul Muslimin diserukan Hasan Al-Banna di Isma'iliyyah, KAMMI dideklarasikan. Hadirnya disambut oleh ratusan Majelis Syuro LDK yang saat itu bergerak di bawah tanah, menajamkan keimanan untuk berhadapan dengan urusan-urusan politik islam.

KAMMI segera menarik hati siapa saja yang kebetulan ada di masjid. Sosok sederhana, berjanggut tipis, celana bahan, dan wajah yang serius tetapi memancarkan senyum, tapi begitu berapi-api saat berorasi: orang-orang semacam ini memenuhi masjid kampus saat itu. Membawa bendera dan seruan aksi.

Tak ketinggalan, semua presiden berkuasa selalu mendapatkan limpahan pengeras suara untuk mundur dari KAMMI. Jalan-jalan protokol Ibukota di ring 1 istana, adalah medan jihad yang biasa dilangkahi.

Tapi, telah lewat 20 tahun dari hari itu. Kini umat butuh jawaban baru. Presiden Joko Widodo membuka era e-commerce. Sementara, kampus dan sekolah kini tinggal fatamorgana di kota-kota besar.

Orang cuma punya dua pilihan: jadi ahli akademik sekalian, atau jadi pedagang dengan rupa-rupa bentuknya. Umat butuh jawaban KAMMI. Apa jawaban KAMMI?

Saat nanti Daulah telah tegak, adakah orang-orang yang mewarisi ideologi itu, di setiap lini kehidupan umat? Bilamana jutaan orang mengikuti DM 1, lalu akan jadi apa mereka itu?

Apa jawaban KAMMI pada para profesional yang kini memilih berbisnis, atau membangun dunianya sendiri, gerakannya sendiri, dan bahkan perusahaannya sendiri di usia belasan tahun?

Katibah harus tetap berjalan. Artinya, KAMMI harus punya tempat membersihkan kotoran-kotoran sekular umat di dalam sarana pengaderannya. Lalu, setelah kotoran itu lenyap, para profesional itu haruslah punya saluran di KAMMI.

Di titik inilah, KAMMI musti menyempurnakan dirinya. Ia harus punya saluran itu. Mekanisme pengaderan biarlah berjalan di relnya. Tapi, sebagaimana jawaban Hasan Al-Banna, di tahun 30-an itu, para profesional musti punya tempat mengembangkan dirinya.


Lokus-lokus karya itu, harus diisi mereka yang sangat pakar. Lokus jurnalisme dan sastra, dulu diisi sastrawan besar semacam Sayyid Quthb, yang juga jadi Pemred Buletin Al-Ikhwanul Muslimun.

Lokus-lokus kajian fikih secara kultural,  diwakili oleh Sayyid Sabiq dan juga Syaikh Yusuf Qardhawi. Lokus hukum, tentu saja, kita punya Umar Tilmisani sang pengacara ulung.

Masih ada belasan lokus lain, baik yang tertubuhkan maupun tidak. Ushul Isyrin, dan Muwashafat sangatlah membebaskan kita menciptakan apapun di dalam tubuh Jamaah, dan apalagi, di tengah-tengah umat ini.

Itulah jawaban kita!

*
Tapi, memasuki masa Mihwar Mihani ini, orang perlu batasnya. Kini orang mulai bertanya-tanya:

Profesional bertebaran di KAMMI. Ada artis pilem. Ada seniman. Ada filantrop. Ada pengusaha besar. Ada newcomer startup. Dan lain-lain. Tapi hadirnya mereka dalam jumlah besar juga diiringi pertanyaan yang sering masuk kedalam pesan chat saya:


Apa yang ditawarkan KAMMI? Mengapa saya harus mengajak orang gabung KAMMI?


Ikhwan menjawabnya dengan risalah-risalah bernas. "Kepada Apa Kami Menyeru Manusia".  "Risalah Manhaj", " Risalah Ta'lim", "Menuju Cahaya", dan lain-lain.

Isinya: memberikan alasan orang, mengapa mereka masih harus menjadi islam. Mengapa saya harus salat? Bukankah mendingan berdagang atau ikut rebutan jabatan di negara demokrasi?

Sarana pengaderan, seiring masuknya para profesional itu kedalam tubuh jama'ah, harus dikuatkan. Hasan Al-Banna merumuskan Katibah dengan kuat.

Setelah tubuh jamaah diancam pemerintahan, Hasan Al-Banna bahkan terus berpikir dan menciptakan Usroh, atau Halaqah yang kita kenal sekarang.

Lalu, mau apa di sana? Tak lain tak bukan, ikatan ukhuwwah. Sebab, titik utama dari Nizhamul Usar, hanyalah ukhuwwah.

Atas dasar, persamaan ideologi. Ayo! Jangan ragu-ragu. Tanyakan lagi, apa alasan kita harus mengajak orang gabung KAMMI.

Sebab orang menunggu jawaban KAMMI itu!