Kamis, 25 Juni 2020

Menuju Pembebasan Palestina

BAGIAN I
Sudah 1400 tahun lamanya, anakku, arus pergerakan dunia islam selalu dimulai dari arah barat. Selalu dimulai tempat matahari terbenam ke arah matahari terbit. Dari Barat, menuju Timur. Dari Afrika dan Timur Tengah menuju negeri kita, Indonesia namanya. 
Saat ini, anakku, sebagian besar ulama telah mengatakan Indonesia kita ini akan menjadi pusat baru gerakan islam. Maka, anakku, akan ada arus baru yang menjungkir balikkan dunia islam. 
Arus akan berputar. Arus akan berbalik. Dari Indonesia, di Timur, akan menuju ke Barat, mengejar matahari ke tempat terbenamnya, di Palestina.
Surat ini, anakku, aku tulis saat semua orang telah menyerah dan mengubur mimpinya. Saat semua orang telah meletakkan senjatanya dan memilih menaruh saja hidupnya pada kenyataan yang sebenarnya masih bisa mereka ubah dan mereka hadapi. 
Surat ini, anakku, adalah gambar kecil atas kunci-kunci pintu Masjidil Aqsha yang berhasil ayahmu temukan dalam pengembaraannya. Mimpi-mimpinya terlalu besar buat tubuhnya yang kecil. Tapi mimpi itu tak pernah boleh mati. Mimpi ini, adalah mimpi keluargamu. 
*
Keluargamu, akan terlibat untuk membebaskan Palestina. Untuk ketiga kalinya. Menjadi orang yang melanjutkan Umar bin Khattab dan Shalahuddin Al-Ayyubi. 
Telah hampir 80 tahun Baitul Maqdis dikuasai oleh Israel. Selain saudara-saudaramu di HAMAS, belum ada lagi muslim yang sedemikian berani membebaskan Palestina. Mereka mampu; tetapi dikalahkan oleh ketergantungannya kepada musuh-musuh islam.
Didiklah dirimu untuk bersikap keras kepada musuh. Jangan biarkan ada hadiah atau fasilitas musuhmu yang kaunikmati. Jangan biarkan dirimu punya alasan berterimakasih kepada musuh; meskipun kelaparan nyaris membunuhmu.
Kemiskinan, anakku, tidak pernah ada. Allah ciptakan untuk keluarga kita kekayaan atau kecukupan. Kemiskinan adalah bisikan setan yang membuat hatimu selalu merasa tidak cukup dan ingin memiliki apa yang tidak ditakdirkan Allah ada padamu.
Jangan ampuni kelemahan, anakku, kalau hanya muncul dari orang-orang yang memilih memaklumi kelelahan sebelum berjuang, atau kesakitan karena percobaan-percobaan melawan penindasan.
Tumbuhlah sebagai paku-pakuan di sela batuan; di sela dinding bangunan. Engkau mampu, engkau mampu; tetapi pikiranmu sendiri mungkin dikuasai oleh sejenis setan bernama pemakluman dan menyerah.
*
Di Asia Tenggara, anakku, peta dunia islam memang seakan-akan terputus dari sentral dunia Islam di Timur Tengah. Jalur panjang itu dipotong oleh negara-negara Asia Selatan dan Asia Tengah yang belum islam, tapi kunci pertama yang ayahmu temukan untuk membebaskan palestina, adalah kunci yang sama yang dirintis oleh Buya Hamka dan Muhammad Natsir, rahimahullah.
Kunci itu, adalah persatuan umat islam tiga negara besar melayu. Negara itu adalah Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Untuk satukan tiga negara besar itu engka perlu membedah apa saja yang menjadi elemenn-elemennya. Kondisi equilibrium dari empat elemen fitrah sebuah peradaban sebagaimana yang ada dalam kisah Thalut harus ada.
Keempat elemen fitrah itu adalah, Al-Maal atau harta, kekuatan politik berupa gerbong atau partai atau lokus kekuatan, poros keilmuan, serta al-Jismi atau militer. Semuanya harus ada di tanganmu, sebagai pucuk suara umat. Modal kita di empat negara ini sangatlah cukup. 
*
Ketika kunci-kunci persatuan 3 bangsa Islam di Asia Tenggara ini berhasil dibuka, maka target selanjutnya adalah membuka segel jalan yang panjang dan lapang menuju Timur Tengah. 
Di sekeliling tiga negara melayu islam ini, ada dua sarang laba-laba besar. Trans Pacific Partnership yang membelah Asia Tenggara dari utara, dari Jepang ke Australia, serta One Belt One Road Initiative yang membelah Asia Tenggara kita ini dari Barat ke Timur. Lewat Sumatera menuju Papua. 
Dua hal ini, anakku, menyekat kita dari persatuan islam dan juga dari sesama negara muslim lain. Kita disandera secara ekonomi. Dan mustahil mengharapkan pemerintah saja. Dua sarang laba-laba itu memang hanya menyekat secara ekonomi, tapi punya dampak besar secara politik dan militer. 
Anakku, sebuah jalur dagang selalu akan diiringi dengan perjanjian kerjasama negara-negara yang dilewatinya. Baik itu sebagai negara yang menitipkan barangnya di jalur itu, atau sebagai negara yang menjadi bandar tempat berakhirnya barang-barang itu.
Kini, semua negara islam memusatkan perjanjian dagang, militer, dan politiknya pada salah satu di antara dua laba-laba besar itu. Cina, atau Amerika.
*
Anakku, sebagai umat yang  baru nanti, persatuan tiga negara melayu—bila memang berhasil kita ciptakan—akan menghadapi kunci selanjutnya. Kunci itu, adalah kunci kekuatan ekonomi di pusat konflik Timur Tengah.
Kekuatan ekonomi itu, adalah ekonomi minyak. Saudi, Qatar, dan Iran adalah porosnya. Tiga negara itu berlainan pandangan politik. Mereka saling bertempur di medan perang. 
Kekuatan ekonomi minyak, anakku, selalu menjadi ciri khas negara yang miskin sumber daya agraris. Mereka tak punya laut yang kaya. Mereka tak punya hutan. Mereka tak punya makanan yang cukup. 
Sementara kekuatan ekonomi Melayu, ditunjang banyak sektor sehingga lebih stabil. Selain juga minyak. Kita punya jutaan hektar hasil bumi yang segar. Tabiat politik Asia Tenggara lebih ramah, sementara ekonomi minyak memaksa negara timur tengah bertabiat kasar karena tak punya sumber pemasukan lain selain minyak.
Inilah kunci kedua yang ayahmu temukan, anakku, kau harus memecah, atau memanfaatkan poros ekonomi minyak itu, dan jangan pernah tegak berdiri pada satu kekuatan ekonomi saja. Era minyak akan segera berganti. Mesin selalu akan menemukan bahan bakar baru.
Sementara perut orang akan selalu lapar. Ketelanjangan, selalu akan perlu ditutup. Itulah sumber kekuatan ekonomi Melayu dari jaman pertama manusia mendarat di negeri ini!
*
Anakku, di sekeliling Masjidil Aqsha, ada tiga kunci besar. Tiga kunci ini harus kau buka satu persatu. 
Kunci pertama. Kalau kau perhatikan peta. Kunci itu ada dii daratan Syam. Saat ini, daratan Syam masih dikuasai oleh Syi’ah dan Ahlusunnah yang tidak berpihak dengan Palestina.
Kunci pertama ini dipegang oleh Suriah, Jordania, dan Lebanon. Sementara, untuk membuka kunci pertama ini, engkau harus waspada pada negara-negara Asia Tengah yang mengelilingi mereka. Afghanistan, Iran, Turkmenistan, dan Azerbaijan. 
Jalur perdagangan dari negeri kita, anakku, yang didaratkan ke Asia, selalu melewati negeri-negeri itu. Engkau panjangkan tanganmu untuk membangun jalur itu, lurus menuju Baitul Maqdis. 
Tiga negara yang melingkari Palestina itu, yang mayoritas dikuasai Syi’ah, harus kau buat satu kepentingan dulu denganmu. Kalau mereka tak dapat kau ajak bicara, maka kuasailah mereka. Ubahlah cita-cita mereka.
Mereka diganggu dengan khawarij ISIS dan juga dengan Syi’ah yang begitu mencengkram umat islam di sana. Lakukanlah sesuatu dengan Syi’ah itu. Kau mulailah dari Iran. Dari Iran, kau pasang kakimu baik-baik di Afghanistan. Buatlah tiga negara cincin Palestina itu tak punya pilihan selain ikut membebaskan Palestina. 
Israel, anakku, tetap akan merasa aman selama tiga negara cincin itu masih sibuk dengan urusan Sunni-Syiah. Tetap Israel akan merasa aman bila pertempuran masih terjadi dengan sesama muslim belaka di Syam itu.
Syaikh Yusuf Qardhawi, atau Syaikh Mustafa Siba’I, anakku, pernah mencoba cara lain. Cara itu, adalah mendamaikan antara Sunni dengan Syi’ah dengan memanfaatkan ketokohan mereka, sekaligus besarnya pengaruh fatwa.
Tetapi mereka belum berhasil. Ijtihad mereka dan hasilnya memberikan gambaran padamu, bahwa Syi’ah memang bukan bagian dari kita. Bahkan, seribu tahun lalu, Shalahuddin Al-Ayyubi memulai pembebasan ini dengan menghancurkan Syiah di Mesir. 
Jangan engkau anggap remeh. Syiah telah menjadi kekuatan yang cukup besar. Mereka tak akan tingal diam dengan barisan kita yang utuh, kuat, dan besar. 
*
Kunci kedua. Anakku, dari Mesir dan Arab Saudilah, kunci ini akan kau dapatkan. Kunci keduamu ini masih ada dalam bayang-bayang Amerika. Bisnis perang dan minyak, masih menjadi isu utama. Anakku, Imam Hasan Al-Banna pernah mencoba membuka kunci Mesir ini tetapi belum berhasil.
Begitu juga dalam Sembilan puluh tahun usia gerakan Ikhwanul Muslimin, saat Presiden Mohammad Mursi yang saleh berkuasa; beliau belum berhasil. Sunatullah kekuasaannya masih belum dipenuhi. 
Di Mesir, anakku, ada Perbatasan Rafah. Perbatasan teraman dan terbebas untuk engkau menjaga bagian selatan dan barat Baitul Maqdis. Negara-negara islam di Afrika akan masuk melalui pintu ini. Kalau engkau ingin buka pintu Rafah ini, maka lakukan, lakukan sesuatu dengan Mesir!
Dulu, anakku, di zaman Shalahuddin Al-Ayyubi, berkuasa rezim Syi’ah, dinasti Fathimiyyah di Mesir. Shalahuddin merobek-robek rezim ini karena memang sekat yang dipasang begitu kuat, dan juga, kapan saja kau bisa dikhianati dari belakang bila pintu ini tak jadi milikmu.
Begitu juga dalam peristiwa Naksah. Perang Enam Hari, yang berlangsung tahun enampuluhan, Mesirah kunci kekalahan negara-negara Islam melawan Israel. 
Sementara Saudi, anakku, menunggu niat baik rakyatnya sendiri untuk bergerak. Kau tak bisa berharap banyak; tapi kau jangan menyulut peperangan apapun dengan Haramain, karena mereka, cepat atau lambat, akan berubah.
Kenyamanan palsu mereka yang dijaga dengan kekerasan,  lama kelamaan akan membuat generasi muda mereka sadar, ada yang tak beres di negeri mereka. 
Dari Pintu Rafah, anakku, pasukan besar dan logistic akan masuk, kelak, saat perang besar itu benar-benar terjadi.
*
Kunci ketiga, anakku, aku temukan di Laut Marmara. Kunci ini, tampaknya hanya melalui Turki saja bisa dibuka. Aku belumlah lagi melihat potensi kekuatan lain yang mana yang dapat membuka kunci ini.
Saat catatan ini ditulis, anakku, tahun-tahun terakhir Erdogan berkuasa, ada dalam kondisi sulit. Tak ada jaminan pada tahun-tahun kedepan kendaraan AKP, Saadet, dan lain sebagainya akan mampu memenangkan pertarungan di dalam Turki, atau juga melawan teroris komunis YPG.
Saat ini, militer turkipun masih bergantung pada kekuatan militer negara-negara Atlantik Utara, NATO. Bahkan, anakku, secara ekonomi, belitan One Belt One Road Initiative masih membelit Turki. 
Hari ini, sebuah rel kereta raksasa, dari Cina menuju London, membelah dunia ini melewati Turki. Tepatnya, di Kocaeli. Kalau engkau bisa melakukan sesuatu pada Turki, maka laba-laba besar Cina ini bisa kau pangkas.
Cina membutuhkan Turki. Tapi keterikatan Turki pada Amerika membuat kekuatan dagangnya goyah. Empat hari sebelum catatan ini ditulis, anakku, Turki mulai menggunakan standar mata uang Cina dalam kegiatan ekspor impor mereka.
*
Anakku. Di akhir kekuasaan Erdogan, Turki tampak ingin membangun basis ekonomi baru. Basis dunia islam. Di luar sistem minyak, sistem OBOR, atau juga TPP. Perjanjian dagang Indonesia dengan Turki kini resmi bebas pajak. Tetapi sayang sekali, para pedagang dan petani negeri kita belum merespon Turki sebagaimana merespon Saudi, Amerika, atau Cina. 
Tampaknya, anakku, jaringan pengusaha kita harus diyakinkan agar masuk pada poros baru ini. Sayang sekali waktu Erdogan tinggal sedikit. Sangat sedikit. Anakku, negeri kitalah penentunya.
Kalau gerbang Baitul Maqdis melalui Laut Marmara bisa engkau buka, maka pasukan laut dan bantuan yang besar mampu menjepit Israel. Tinggal selangkah lagi, pukulan akhir, kau mampu membebaskan Israel. 
*
Totalnya, anakku, ada lima kunci yang harus kita pecahkan. Biar ayahmu ulangi kunci-kunci itu: 
  1. Poros islam Asia Tenggara
  2. Pemerdekaan ekonomi islam dari minyak dan dua jaringan laba-laba
  3. Peleburan kepentingan negara-negara di sekeliling Syam
  4. Penyatuan visi antara Mesir dan Arab Saudi
  5. Pembukaan Laut Marmara melalui Turki
Kerahkanlah segala cara, anakku. Gunakanlah segala yang telah kau pelajari dari kepurbaan umat ini; satukan kembali Bahasa umat ini. Jadikan Bahasa Arab sebagai Lingua Franca sebagaimana Khalifah Walid bin Abdul Malik, bangkitkan kembali ekonomi Islam yang dimulai dari jaringan internal setiap negara yang bebas dari bayang-bayang OBOR maupun TPP, atau apa saja.
Lakukan apa saja berdasarkan lima kunci ini, anakku, dan jangan tergesa-gesa untuk membunuh!

BAGIAN II
Anakku. Mulailah pembebasan itu dari keluargamu. Keluargamu, adalah umat di negeri ini. Di tiga negara melayu ini. Kau jangan jadi orang yang melompati negerimu sendiri. Allah menyediakan banteng yang kuat, negara yang kaya, dan penduduk yang ramah di negeri ini. Mulailah dari sini. 
Mulailah, menegakkan pilar pertama dari sebua peradaban. Pilar itu, adalah bagaimana cara manusia memenuhi kebutuhan hidupnya. Ekonomi. Akhirnya, anakku, Allah memberi ayahmu petunjuk: 
Mengapa, mengapa para ulama di negeri ini, serratus tahun lalu, menyatukan bangsa ini dan membebaskan kita dari para penjajah, dengan kebangkitan ekonomi.
Itulah anakku, satu dari empat fitrah sebuah peradaban. Di mana tempat harta berputar, dan siapa yang mengatur perputaran harta itu, itulah anakku, itulah kepentinganmu di negeri ini, untuk jadi pijakan awalmu ke Palestina.
*
Para ulama, seratus tahun yang lalu, di negeri ini mendirikan Nahdlatut-Tujjar. Kiai Haji Wahab Hasbullah adalah porosnya. Artinya, kebangkitan para saudagar. Hari ini, dari Nahdlatut-Tujjar itu, kita mengenal sebuah gerakan besar. Nahdlatul Ulama namanya.
Nyaris di waktu yang sama, KH. Samanhoedi mendirikan Sarekat Dagang Islam. Poros pedagang Jawa dan akhirnya Muslim dari seluruh Nusantara bersatu melawan Cina, dan lain sebagainya.
Sementara, KH. Ahmad Dahlan, dengan berkah Allah dari Surat Al-Ma’un, mulai membina ekonomi umat. Dituntunnya umat menyatukan kekuatan, dididiknya umat di sekolah-sekolah.
Dari tiga gerakan itulah, sebagian besar gerakan islam di negeri ini mendapatkan tenaga dan semangat membebaskan orang dari penindasan. Semua itu, anakku, ternyata berhasil membebaskan kita dari penjajahan Belanda dan memberikan kita alasan hidup sebagai sebuah bangsa.
*
Di negeri ini, anakku, kalau kau mau segera membuka kunci itu, memang harus dimulai dari Al-Maal. Harta. Bukankah di negeri ini, selalu masalah keadilan harta menjadi alasan revolusi paling praktis?
Setelah engkau tuntas membangkitkan itu, kau bisa keluar dari pagar imajiner bernama TPP dan OBOR Initiative itu. Setelah kau tampil sebagai bangsa yang kuat dan mandiri, kau baru bisa membebaskan negeri lain dari dua sarang laba-laba itu.
Kau tidak membutuhkan apapun yang ditawarkan laba-laba itu padamu. Merekalah yang membutuhkanmu. Mereka akan datang meminta lautmu, meminta gunungmu, meminta isi tanahmu. Mereka akan datang meminta uangmu dengan janji untuk menegakkan kekuasaanmu jauh lebih lama.
Tapi kalau engkau berkuasa karena Allah saja, anakku, maka engkau tak butuh seorang manusiapun untuk berkuasa!
Dari titik inilah, anakku, jalan menuju Palestina terbuka lebar. Sangat-sangat lebar. 
*
Ada satu jalan kecil yang sempit, anakku, tapi jalan ini, dalam dugaan ayahmu, mampu menjadi jalan pintas membangkitkan ekonomi negeri ini. Jalan itu, adalah ekonomi syariah dan ziswaf.
Hari ini, filantropi Islam membuka era baru ekonomi negeri ini. Era ini, adalah era ekonomi syariah. Era zakat. Era infak dan sedekah. 
Anakku, ratusan, bahkan nyaris seribu triliun dapat dikumpulkan hanya dari kekuatan zakat, infak, wakaf, dan sedekah umat ini. Dana itu terpencar-pencar di ratusan lembaga zakat. Bahkan lembaga kafir dan munafik berlomba menadah dana itu karena besarnya sangat luarbiasa.
Kita, anakku, nyaris tidak lagi membutuhkan bank, sebagai ciri ekonomi dunia pasca perang dunia. Kita tak lagi butuh riba untuk menolong orang. Allah, anakku, Allah menepati janjinya di negeri kita. 
Allah akan menumpas riba, dan menyuburkan shadaqah. Allah telah penuhi janjinya, anakku, Allah telah penuhi janjinya!
Ayahmu, wahai Halim, telah menjauhkan dirinya dari bank sejauh-jauhnya. Ayahmu tak pernah membuka rekening apapun. Tak pernah uang ayahmu mengalir melalui bank manapun.
*
Gerakan filantropi islam dan ZISWAF itu, anakku, tinggal sedikit lagi untuk memperbesar jumlah uang berputar di sana dan menjadi oposisi bagi bank yang riba. ZISWAF akan menjadi lawan berat bagi riba.
Kalau engkau mampu menciptakan Baitul Maal sendiri, di mana ratusan triliun itu berputar tanpa melalui bank manapun, engkau tak lagi membutuhkan riba untuk membina negeri ini.
Pada dasarnya, jangan pedang yang kau hunus membebaskan Baitul Maqdis itu mengandung riba sedikitpun. Itu akan memperberat kakimu dan mengaburkan bidikanmu.
*
Di titik lain, anakku, suhu politik islam masihlah berbeda dengan suhu rakyat kebanyakan. Politik islam negeri ini masih menjadi konsumsi intelektual menengah ke atas. Berbeda dengan nasionalisme, marhaenisme, atau gerakan-gerakan bodoh lain yang berhasil menyederhanakan platformnya.
Selalu, anakku, masalahnya, adalah suara yang tak cukup di setiap musim pemilihan. Karena Bahasa yang kita gunakan masihlah Bahasa yang sulit. Bahasa Islam di kampus; bukan Bahasa islam di sawah dan ladang. Bukan Bahasa islam di hutan-hutan dan pertambangan.
Lagipula, para ulama, anakku, masih berpecah belah. Kita baru bisa bersatu kalau para ulama bersatu. Anakku, ulama generasimu dan generasi ayahmu harus bersatu. Itulah kuncinya, agar politik islam muncul dengan karakternya yang khas.
*
Anakku, saat Rasulullah berhijrah ke Madinah, golongan pedagang islam yang diwakili oleh sebagian kaum Muhajirin, pedagang Yahudi yang diwakili empat kabilah Yahudi, dan kaum tani, yang diwakili kaum Anshar serta suku-suku di sekitar Madinah, berhasil disatukan oleh islam.
Berbeda dengan komunis yang mendisrupsi keseimbangan antar elemen sebuah kota; islam justru membuat kerjasama antar kelas dan antar profesi menjadi sangat efektif. Sebuah pasar baru diciptakan oleh Rasulullah, karena pasar yang lama begitu kental dengan ketidakadilan.
Pasar lama itu, anakku, dikuasai Yahudi Madinah. Sementara, dengan kekuatan militer, Rasulullah berhasil menjamin stabilitas keamanan di sekeliling Madinah. Pendidikan terus berjalan, terus berjalan dengan biaya murah di Masjid Nabawi. 
Dengan bersenyawanya semua elemen itu; tanpa embel-embel perjuangan kaum tani, atau hanya persatuan para saudagar, keseimbangan terjadi di Madinah. Hanya kurang dari 20 tahun sejak hijrah terjadi, maka kuda-kuda Jenderal Abu Ubaidah bin Al-Jarrah mengepung Jerussalem.
*
Penindasan, masih terjadi di negeri ini. Korporat-korporat besar mulai mengendalikan apa yang kita makan. Segala sesuatu di ladang kita dibeli dalam jumlah besar, dan para petani tak lagi punya pilihan ke pasar mana mereka akan menjual.
Lalu, hasil tani itu diolah, diberi kemasan dan merk dagang yang bagus-bagus. Kualitas terbaik dari ladang kita ada di kemasan-kemasan itu. Sementara di pasar rakyat, tinggalah hasil sortiran yang buruk, yang berulat, yang busuk.
Mau tak mau orang akan membeli produk-produk kapitalisme itu. Mau tak mau, orang dipaksa tunduk pada korporasi. Sementara petani, tidak menikmati naik turunnya harga. Mereka dikontrak bertahun-tahun dengan harga tetap; bahkan sebelum benih ditanam, hasilnya telah dibeli. Itu, anakku, diharamkan Allah.
Korporasi-korporasi itu akhirnya menguasai makanan umat islam. Dan tidak semua umat islam punya kecemburuan untuk membeli, atau menolak sebuah barang yang dia tahu apa kaitannya dengan urusan peradaban semacam ini.
*
Anakku. Umat ini membutuhkan cita-cita baru. Yang bukan sekadar menguasai negara lain, bukan sekadar menguasai dunia, bukan sekadar menampilkan diri sebagai pahlawan. Umat ini butuh cita-cita yang bukan sekadar pesanan penguasa agar tampak negara seakan-akan dalam keadaan damai semata.
Akan kutaruh mimpiku ini di mimbar Masjidil Aqsha, anakku, dan tugasmu untuk mengambilnya. Aku bukan siapa-siapa. Karena itu aku bebas menaruh mimpiku di mana saja. 
Akan aku lapangkan jalanmu menuju ke sana. Kalau hari ini, ada orang masih membanggakan nama organisasinya, nama harokah dan mazhabnya, itu tak ada artinya lagi buatku, anakku.
*
Halim anakku! Itulah catatan ayahmu malam ini. Ayahmu adalah pembaca peta. Peselancar angina. Seorang empu yang tahu ke mana arah matahari bergulir, dan seperti apa arus yang akan datang.
Saat fajar itu benar-benar tiba, dan berita besar itu diumumkan, maka aku tahu, kelaurga kita ada di pusat berita besar itu. 
Itulah catatan ayahmu malam ini. Kita, ada di malam yang sangat gelap dan panjang, yang merahasiakan jalan kita dari Baitul Maqdis. Tapi mata ayahmu sudah mampu meihat jalan itu dengan terang!