Senin, 02 Januari 2017

Rasulullah dan Hujan yang Meneguhkan Kaki-Kaki


Rasulullah, muslim, dan hujan. Dalam sejarah, adegan antara ketiga makhluk itu cukup menarik. Bagaimana ketiganya berhubungan, dan terutama, bagaimana hujan menjadi sesuatu yang dirindukan.

Tentu, oleh sesiapa yang beriman, kemudian mampu mendengar rinainya sebagai zikir alami jagad raya.

Ia turun menjawab doa-doa Nabi-Nya. Ia turun meneguhkan kaki-kaki kecil orang yang beriman. Ia turun membersihkan jalan-jalan dan permukaan bumi.

/1/
Malam 17 Ramadhan. 319 Pasukan Muslim bermuka-muka dengan pasukan Quraisy di Baddar. Perang pertama, yang menentukan nasib agama ini.

"Ya Allah, jika Engkau binasakan pasukan ini, pasti Engkau tidak akan disembah lagi selamanya!"

Kala itu, Madinah adalah satu-satunya tempat di Bumi yang ada muslimnya.

Dan, pada malam itu, 17 Ramadhan itu, tak seorangpun yang terjaga kecuali Rasul. Padahal, esok perang menjelang.

Hujan turun. Pasukan kecil itu terbangun, berlindung di bawah perisai masing-masing. Lalu, fajar menyingsing. Aroma pasir basah dan jejak-jejak pasukan memadat.

"...dan Allah menurunkan kepadamu Hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengan hujan itu, dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan...."

Lalu pada pagi hari menjelang siang, pecah pertempuran. Kaki-kaki mereka sama sekali tidak tergelincir di atas pasir. Mereka adalah pasukan infantri tanpa kuda dan unta, dan sangat sulit menapak di medan pasir. Namun begitulah, "...dan memperteguh dengannya telapak kakimu....."

Ayat itu, adalah ayat 11 dari surat Al-Anfal. Betapa malam 17 Ramadhan, hujan, dan Badr memiliki kaitan yang unik. Dan bahwa, keesokan harinya, terjadi kemenangan monumental umat islam!

/2/
Bulan-bulan itu, kekeringan melanda Madinah. "Kuda-kuda binasa, kambing-kambing binasa, ternak binasa, dan jalan-jalan terputus," kata seorang laki-laki.

"Berdoalah kepada Allah untuk kami agar Dia menurunkan hujan," katanya kepada Rasulullah.

Maka, Rasulullah berdoa. Hari itu bertepatan dengan Jumat. Hari itu, "Sungguh, langit seperti kaca," kata Anas bin Malik. "Kami tidak melihat segumpal awanpun di langit..."

Kemudian, sebelum Nabi turun dari tempatnya berdoa, awan-awan muncul seperti perisai. Lalu awan itu mengembng dengan cepat, kemudian turun hujan dengan lebat. Jalan-jalan penuh dengan air, "Sehingga kami keluar sambil mencebur-cebur ke air hingga sampai ke rumah," kata Anas lagi.

Hujan turun di kota sederhana itu, hari itu, esoknya, esok lusa, dan hari-hari berikutnya hingga Jumat selanjutnya. Jalan-jalan Madinah dipenuhi air. "Demi Allah, kami tidak melihat matahari selama enam hari,"

"Wahai Rasulullah," kata laki-laki pertama tadi. "Bangunan-bangunan runtuh, jalan-jalan terputus, dan binatang-binatang ternak binasa, para musafir tertahan dan jalan terhalang,"

"Berdoalah kepada Allah agar menahan hujan itu untuk kami!"

Nabi kita, hanya tersenyum. Ia mengangkat kedua tangan, lalu berdoa, "ya Allah, hujanilah sekeliling kami, jangan di atas kami...."

"Turunkanlah hujan di puncak-puncak gunung dan dataran tinggi, di perut-perut lembah, dan di tempat tumbuhnya tanam-tanaman...."

Maka, awan di langit kemudian terbelah seperti lubang bulat yang besar sekali. Awan-awan itu menyingkir ke kanan dan kiri kota Madinah, seperti sekumpulan domba.

Bulan itu, tidak seorangpun datang dari daerah lain, kecuali membawa cerita hujan lebat yang mendadak terjadi di daerahnya.

/3/
Musim panas yang membakar. Nabi dan 30.000 pasang kaki berangkat ke utara, menuju Tabuk. Mereka hendak menyambut tantangan kerajaan terkuat di Bumi waktu itu, Romawi Timur. Kita tidak bicara musim panas tropis yang masih maklum dengan kelemahan.

Kita bicara, tentang musim panas padang gurun Rub Al-Khali, yang mampu membunuh sesiapa yang lengah.
Pasukan itu berhenti di sebuah tempat. Hijr namanya. Malamnya, angin topan yang keras melemparkan pasir-pasir menutup mata air, hingga pasukan itu tidak lagi memiliki tempat mengambil air.

Mereka bertahan di sana beberapa hari, hingga menyembelih unta dan mengambil air dari punuknya. Bahkan beberapa di antaranya hingga memerah kotoran unta. Kesulitan itu, menjadi salah satu alasan pasukan itu dinamai Jasyiatul Usrah.

Maka, Abubakar datang kepada Rasulullah. "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah telah membiasakanmu dari doa kepada Allah suatu kebaikan, sudikah engkau berdoa untuk kami, karena kita sudah kehabisan air?"

"Apakah kau menyukainya?" Tanya Rasulullah, "Ya, tentu," kata Abubakar.

Maka turunlah hujan, dan mereka kemudian mengisi tempat-tempat air. Pasukan itu kemudian mengulangi adegan di Badr; bermandi hujan, dan hujan itu meneguhkan kaki mereka, sekali lagi.

Pada hujan di Badr, jumlah mereka 319. Maka di sini, di hujan yang lain, jumlah mereka adalah 30.000!

Dari hujan ke hujan. Adakah yang pernah menghitung usia sejarah, dengan hujan yang menyertainya? Bagi umat muslim, hujan adalah rahmat. Yang dengannya, diisi tempat-tempat air, ditumbuhkan tanaman, dan diteguhkannya di atas pasir kaki-kaki kita...