Selasa, 10 April 2012

Diari Waktu


Menjadi waktu adalah pekerjaan paling sulit di dunia setelah menjadi Tuhan.  Manusia selalu memaki-maki aku, “seandainya waktu itu....”
“Seandainya dulu....”
“Seandainya kemarin...”
Aku adalah dulu, sekarang, dan masa depan. Terkadang aku menjelma kedalam mimpi-mimpi, terkadang pula aku menjadi tubuh manusia yang membawa ruh-ruh yang mati menjadi dapat dilihat dalam mimpi.
Aku adalah masa lalu, yang menjadikan masa sekarang memiliki alasan untuk menjadi seperti sekarang. Juga, aku adalah masa lalu yang memiliki kemampuan menyimpan ingatan perubahan dunia,  bencana alam, pembunuhan tokoh, kehancuran satu negeri, bahkan kelahiran Adam.
Masa lalu bukan aku yang mengaturnya, aku hanya menjadi mediator, sarana, yang bertindak tetap manusia. Bukan batu, bukan tanaman, bukan pula hewan.
Manusia punya kehendak, manusia punya akal, manusia punya kemampuan mengendalikan waktu, hewan tidak. Hewan hanya turut mengalir bersama arus waktu, tanpa bisa ia melawan kodratnya. Perilakunya hanya sebatas aksi-reaksi atas kebutuhan hidup yang temporer, ya, aku menyaksikan manusia, banyak manusia, hidup dalam waktu yang berbeda tetapi pada hakikatnya mereka hidup pada satu waktu. Waktu dimana mereka memiliki kebebasan untuk meloncat antar waktu, antar takdir.
Aku adalah masa sekarang, masa dimana kamu bernafas, masa dimana kamu memprediksi masa depan. Aku adalah aliran, sejatinya tak ada yang bernama masa sekarang,  Karena sekarang cepat menjadi lalu. Hidup untuk masa sekarang hanya berarti akan menjadi puing-puing masa lalu. Inilah yang terjadi pada binatang, yang tidak memiliki impian masa depan, hanya untuk masa sekarang.
Aku yang sekarang tercipta menjadi akibat atas sebab di masa lalu, jangan menyesali aku, atau aku lempar kamu ke masa manusia belum ada.
Aku yang sekarang adalah penghubung antara masa lalu dan masa depan, bagaimana agar wujudku yang lain itu bersambungan, tidak mengalami distorsi.
Pun akulah masa depan, akulah yang diberitahukan kepadamu ketika kelak Isa akan turun mengubah dunia. Akulah yang  coba kau terkanya, menjangkau-jangkau sesuatu abstrak yang aku sendiri tidak mengetahuinya. Masa depan adalah aku, tetapi aku tak menguasai bagian tubuhku yang itu.
Kamu selalu bertanya, dapatkah mengubah masa depan, dapatkah mengubah bagian-bagian tubuhku, yang seperti menjadi penguasamu, kamu aku arahkan kemana saja aku suka?
Ha ha ha ha ha
Kenapa?
Tawaku memang aneh. Kamu lucu, pertanyaanmu seperti bocah kecil yang tenggelam di sungai, “Dimanakah ujungnya!”
Bukankah bila kamu mampu mengubah masa depan berarti kamu membuat sesuatu yang Tuhan tak mampu membuatnya, yaitu Takdir perubahan?
Tuhan telah menetapkan segalanya, Tuhan telah menetapkan segalanya.
Jika Tuhan tidak menetapkan masa depanmu, maka Tuhan menjadi tidak tahu terhadap masa depanmu, Kemahatahuannya akan luntur seperti lunturnya tinta dari kertas basah.
Jika Tuhan tidak menetapkan masa depanmu, hehehe, bukankah kamu memiliki kebebasan untuk memilih tempatmu kelak? Kaya? Miskin? Itu menjadi bisnis antara kita, uh!
Bisnis yang menyenangkan, Waktu dan Manusia!
Tetapi Tuhan menjadi Maha Tidak Tahu! Hahahahahah!
Tuhan Maha Tahu yang kehilangan pengetahuannya gara-gara ulah jahil manusia yang mengubah masa depan!
Atau begini saja, bagaimana bila kamu aku letakkan dalam penjara mengerikan karena mengeluarkan pernyataan demikian,  bayangkan, Tuhanmu itu, adalah raja kejam yang tidak membiarkan seorangpun keluar dari undang-undang-Nya, sekeras apapun kamu berusaha, hehehe, Tuhan Maha Kuat, Dia telah menghancurkan Firaun, Dia telah meledakkan Hiroshima, Dia juga telah mengempaskan Aceh menjadi padang kosong tanpa penghuni.
Bayangkan, kamu, yang biasa hidup dalam kebebasan, menjadi terikat dalam penjara bernama takdir. Kamu harus mati, ketika di saat yang sama kamu harus menyelamatkan ibumu dari kematian pula.
Atau bayangkan, cintamu dibunuh tanpa kamu sempat mencegahnya.
Mukanya di silet, sementara durjana itu memperkosanya, tepat di depan matamu, gadismu menangis, keras sekali, menahan sakitnya, tetapi rambutnya yang berantakanmenutupi matanya.
Lalu durjana itu mengoyak lambungnya tanpa kamu sempat menghalaunya. Takdir memang kejam, rekan bisnisku.
Takdir memang kejam.
Tetapi, bukankah jika begitu, maka Tuhan menciptakan sesuatu yang sia-sia? Betul tidak?
Tuhan menciptakan akalmu menjadi sia-sia, karena toh semua sudah diplot, ada skenarionya. Kamu menjadi benda mati yang kebetulan bisa berpikir, tetapi terbatas karena tanganmu dipegang oleh dalang, dan kamu kehilangan pilihan. Kamu ingin hidup? Boleh, tetapi maaf, disini skrip dimana kamu harus sekarat. Ya,  kan?
Akuilah!
Hyahahahahahahah!
Boneka... boneka... bonekaku yang lucu... ada yang jadi pemimpin dunia , tapi takdir menghajarnya untuk mati dalam terowongan, ada yang pelacur, Aku menikmatkannya bagi laki-laki tapi matinya melindungi anaknya, hingga dia masuk surga bersama Nabi-Nabi.
Hyahahahahahahahaha!
Dasar bodoh!
Sinting!
Kamu terobsesi mengendalikan waktu hingga mengatai Tuhan Maha Tidak Tahu!
Jika kamu berdoa, Ya Tuhan ampuni aku, sisakanlah perawan bagi generasi kami
Dan sayangilah aku, bukankah pada hakikatnya kamu sedang memaksa Tuhan yang tak bisa dipaksa untuk mengubah takdirmu?
Untuk menyisakan beberapa perawan untuk kamu?
Bukankah Tuhan Kita Bersama memang memerintahkan kita bermohonlah apa saja, Iblis, meminta hidup yang abadi. Muhammad, meminta menjadi kekasih-Nya, dan itu dikabulkan.
Jika memang takdir sudah ditetapkan, bukankah dengan berdoa kita sedang meminta takdir untuk diubah?
Jodoh?
Uang?
Kematian?
Ya, kan?
Bukankah ketika kamu meminta agar kematianmu ditunda, pada hakikatnya kamu meminta agar takdir dan pengetahuan Yang Maha Tahu berubah atas masa depan?
Ya!
Tetapi... bukankah Tuhan akan menjadi buta tentang masa depan?
Bodoh!
Tuhanku tidak buta!
Barangsiapa mencela waktu berarti dia mencela Tuhan, karena Tuhanlah yang mengawasi peredaran waktu. Dia ada diluar waktu, dia menyaksikan masa depan dan perubahannya.
Dia Tahu segalanya, tetapi sebagaimana waktu, pengetahuannya dapat berubah, bukan karena ditemukannya asas baru, tetapi waktu sejatinya, Tuhan sejatinya, hanya menentukan bahwa segala sesuatu haruslah memiliki sebab.
Kamu meminta sisakan perawan bagi generasimu, ternakkanlah saja.
Itu sebab nanti dimasa depan stok perawan tetap aman.
Pengetahuan Tuhan adalah pengetahuan yang dinamis, Dia berhak menentukan perjalanan waktu, menentukan sebab yang pantas bagi akibatnya kemudian dan disisi lain, mengubah perjalanan waktu itu sendiri.
Benar! Masa depan sudah ditentukan, tetapi belum dilaksanakan, dan inilah yang menjadi rahasia Tuhan dan aku selama ini, bahwa kamu berhak menentukan masa depan, dengan sepengetahuan Tuhan.
Karena tidak ada perubahan yang tidak diketahui Tuhan.
Manusia... hahahahahahaha!
Kamu bisa bekerja sama dengan Tuhan untuk menentukan masa depan yang telah direncanakan namun belum dilaksanakan. Ya, kamu bisa mendapatkan perawan sebanyak yang kamu mau.
Tetapi, tetap saja Tuhan bisa menghentikan waktu kapan saja. Kapaaaaaaan saja. Karena apa? Tuhan memiliki  beberapa patokan tertentu. Kelak, Isa harus turun dan membeberkan semuanya. Kelak, Gog akan turun dan memusnahkan peradaban. Kelak, kiamat harus datang untuk menghitung dosa manusia.
Kelak juga, aku akan mati.
Ajalku akan datang ketika Kematian diwafatkan Tuhan, aku akan mati, dan kamu akan terbebas dari aku.  Kelak, setelah kiamat, kamu akan seperti Tuhan, mampu membebaskan diri dari waktu dan hidup selamanya,
Aku akan mati, berkepingan dan terbang keudara. Saat itu waktu seperti berhenti tetapi sebetulnya hilang, karena tidak akan ada lagi masa depan, sebab masa depan hanya akan ada jika masih ada cita-cita.  Masa depan hanya akan ada dengan penyatuan kehendakmu dengan Kehendak Tuhan, penyatuan Alam Bawah dengan Alam Atas, penyatuan kedua gagasan.
Meskipun Tuhan mampu mengentikan waktu dan membunuhmu kapan saja

Seputar Busana Wanita Oleh Sukpandiar Idris Advokat As-salafy di Kembali Kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah Sesuai Pemahaman Salafush Sholih ·

1.Pertanyaan
Apakah boleh shalat memakai pantaloon (celana panjang ketat) bagi wanita dan lelaki. Bagaimana pula hukum syar’inya bila wanita memakai pakaian yang bahannya tipis namun tidak menampakkan auratnya?
Jawab:  
 Fadhilatusy Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah menjawab, “Pakaian yang ketat yang membentuk anggota-anggota tubuh dan menggambarkan tubuh wanita, anggota-anggota badan berikut lekuk-lekuknya tidak boleh dipakai, baik bagi laki-laki maupun wanita. Bahkan untuk wanita lebih sangat pelarangannya karena fitnah (godaan) yang ditimbulkannya lebih besar.
Adapun dalam shalat, bila memang seseorang shalat dalam keadaan auratnya tertutup dengan pakaian tersebut maka shalatnya sah karena adanya penutup aurat, akan tetapi orang yang berpakaian ketat tersebut berdosa. Karena terkadang ada amalan shalat yang tidak ia laksanakan dengan semestinya disebabkan ketatnya pakaiannya. Ini dari satu sisi. Sisi yang kedua, pakaian semacam ini akan mengundang fitnah dan menarik pandangan (orang lain), terlebih lagi bila ia seorang wanita.
Maka wajib bagi si wanita untuk menutup tubuhnya dengan pakaian yang lebar dan lapang, tidak menggambarkan lekuk-lekuk tubuhnya, tidak mengundang pandangan (karena ketatnya), dan juga pakaian itu tidak tipis menerawang. Hendaknya pakaian itu merupakan pakaian yang dapat menutupi tubuh si wanita secara sempurna, tanpa ada sedikitpun dari tubuhnya yang tampak. Pakaian itu tidak boleh pendek sehingga menampakkan kedua betisnya, dua lengannya, atau dua telapak tangannya. Si wanita tidak boleh pula membuka wajahnya di hadapan lelaki yang bukan mahramnya tapi ia harus menutup seluruh tubuhnya. Pakaiannya tidak boleh tipis sehingga tampak tubuhnya di balik pakaian tersebut atau tampak warna kulitnya. Yang seperti ini jelas tidak teranggap sebagai pakaian yang dapat menutupi.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan dalam hadits yang shahih1:صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا: رِجَالٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا النَّاسُ وَنِساَءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مَائِلاَتٌ مُمِيْلاَتٌ رُؤُوْسَهُنَّ كَأَسْنَمَةِ الْبُخْتِ لاَ يَجِدْنَ رَائِحَةَ الْجَنَّةِAda dua golongan dari penduduk neraka yang saat ini aku belum melihat keduanya. Yang pertama, satu kaum yang membawa cambuk-cambuk seperti ekor sapi, yang dengannya mereka memukul manusia. Kedua, para wanita yang berpakaian tapi telanjang, mereka miring dan membuat miring orang lain. Kepala-kepala mereka semisal punuk unta, mereka tidak akan mencium wanginya surga.”
Makna كَاسِيَاتٌ: mereka mengenakan pakaian akan tetapi hakikatnya mereka telanjang karena pakaian tersebut tidak menutupi tubuh mereka. Modelnya saja berupa pakaian akan tetapi tidak dapat menutupi apa yang ada di baliknya, mungkin karena tipisnya atau karena pendeknya atau kurang panjang untuk menutupi tubuh.
Maka wajib bagi para muslimah untuk memperhatikan hal ini. (Al-Muntaqa min Fatawa Fadhilatusy Syaikh Shalih Al-Fauzan, 3/158-159)
2.Pertanyaan:
Kebanyakan wanita bermudah-mudah dalam masalah aurat mereka di dalam shalat. Mereka membiarkan kedua lengan bawahnya atau sedikit darinya terbuka/tampak saat shalat, demikian pula telapak kaki bahkan terkadang terlihat sebagian betisnya, apakah seperti ini shalatnya sah?
Jawab: 
 Samahatusy Syaikh Abdul Aziz ibnu Abdillah ibnu Baz rahimahullahu memberikan jawaban, “Yang wajib bagi wanita merdeka dan mukallaf untuk menutup seluruh tubuhnya dalam shalat terkecuali wajah dan dua telapak tangan, karena seluruh tubuh wanita aurat.
Bila ia shalat sementara tampak sesuatu dari auratnya, seperti betis, telapak kaki, kepala atau sebagiannya, maka shalatnya tidak sah, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لاَ يَقْبَلُ اللهُ صَلاَةَ الْحَائِضِ إِلاَّ بِخِمَارٍ
Allah tidak menerima shalat wanita yang telah haid kecuali bila mengenakan kerudung.” (HR. Al-Imam Ahmad dan Ahlus Sunan kecuali An-Nasa’i dengan sanad yang shahih)
Yang dimaksud haid dalam hadits di atas adalah baligh.
Juga berdasar sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ
Wanita itu aurat.” (HR. At-Tirmidzi, dishahihkan dalam Al-Misykat (no. 3109), Al-Irwa’ (no. 273), dan Ash-Shahihul Musnad (2/36). –pen.)
Juga riwayat Abu Dawud dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia pernah bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang wanita yang shalat memakai dira’ (pakaian yang biasa dikenakan wanita di rumahnya, semacam daster) dan khimar (kerudung) tanpa memakai izar (sarung/pakaian yang menutupi bagian bawah tubuh). Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
إِذَا كَانَ الدِّرْعُ سَابِغًا يُغَطِّي ظُهُوْرَ قَدَمَيْهِ
“(Boleh) apabila dira’ tersebut luas/lebar hingga menutupi punggung kedua telapak kakinya.”Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu dalam Bulughul Maram berkata, “Para imam menshahihkan mauqufnya haditsnya atas Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha.” (Yakni hadits di atas adalah ucapan Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha.) 
Bila di dekat si wanita (di sekitar tempat shalatnya) ada lelaki ajnabi maka wajib baginya menutup pula wajahnya dan kedua telapak tangannya.” (Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, 10/ 409)3.
Pertanyaan
 Kita perhatikan sebagian orang yang shalat mereka mengenakan pakaian yang tipis hingga bisa terlihat kulit di balik pakaian tersebut. Apa hukumnya shalat dengan pakaian seperti itu?Jawab: Samahatusy Syaikh Abdul Aziz ibnu Abdillah ibnu Baz rahimahullahu menjawab, “Wajib bagi orang yang shalat untuk menutup auratnya ketika shalat menurut kesepakatan kaum muslimin dan tidak boleh ia shalat dalam keadaaan telanjang, sama saja apakah ia lelaki ataukah wanita.Wanita lebih sangat lagi auratnya. Kalau lelaki, auratnya dalam shalat adalah antara pusar dan lutut disertai dengan menutup dua pundak atau salah satunya bila memang ia mampu, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Jabir radhiyallahu ‘anhu: إِنْ كَانَ الثَّوْبُ وَاسِعًا فَالْتَحِف بِهِ، وَإِنْ كَانَ ضَيِّقًا فَاتَّزِرْ بِهِ
Bila pakaian/kain itu lebar/lapang maka berselimutlah engkau dengannya (menutupi pundak) namun bila kain itu sempit bersarunglah dengannya (menutupi tubuh bagian bawah).” (Muttafaqun ‘alaihi)
Juga berdasar sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu: لاَيُصَلِّي أَحَدُكُمْ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ لَيْسَ عَلَى عَاتِقِهِ مِنْهُ شَيْءٌ
Tidak boleh salah seorang dari kalian shalat dengan mengenakan satu pakaian/kain sementara tidak ada sedikitpun bagian dari kain itu yang menutupi pundaknya.”
Hadits ini disepakati keshahihannya.
Adapun wanita, seluruh tubuhnya aurat di dalam shalat terkecuali wajahnya.Ulama bersilang pendapat tentang dua telapak tangan wanita: Sebagian mereka mewajibkan menutup kedua telapak tangan. Sebagian lain memberi keringanan (rukhshah) untuk membuka keduanya. Perkaranya dalam hal ini lapang, insya Allah. Namun menutupnya lebih utama/afdhal dalam rangka keluar dari perselisihan ulama dalam masalah ini.Adapun dua telapak kaki, jumhur ahlil ilmi (mayoritas ulama) berpendapat keduanya wajib ditutup.Abu Dawud mengeluarkan hadits dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha: إِذَا كَانَ الدِّرْعُ سَابِغًا يُغَطِّي ظُهُوْرَ قَدَمَيْهِ
“(Boleh) apabila dira’ tersebut luas/lebar hingga menutupi punggung kedua telapak kakinya.”Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu dalam Bulughul Maram berkata, “Para imam menshahihkan mauqufnya hadits ini atas Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha (yakni, ucapan ini adalah perkataan Ummu Salamah bukan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, red.).”Berdasarkan apa yang telah kami sebutkan, wajib bagi lelaki dan wanita untuk mengenakan pakaian yang dapat menutupi tubuhnya, karena kalau pakaian itu tipis tidak menutup aurat batallah shalat tersebut. Termasuk di sini bila seorang lelaki memakai celana pendek yang tidak menutupi kedua pahanya dan tidak memakai pakaian lain di atas celana pendek tersebut sehingga dua pahanya tertutup, maka shalatnya tidaklah sah. Demikian pula wanita yang mengenakan pakaian tipis yang tidak menutupi auratnya maka batallah shalatnya. Padahal shalat merupakan tiang Islam dan rukun yang terbesar setelah syahadatain, maka wajib bagi seluruh kaum muslimin, pria dan wanita, untuk memberikan perhatian terhadapnya dan menyempurnakan syarat-syaratnya serta berhati-hati dari sebab-sebab yang dapat membatalkannya, berdasar firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Jagalah shalat-shalat dan shalat wustha (ashar)…” (Al-Baqarah: 238)
Dan firman-Nya:
Tegakkanlah shalat dan tunaikanlah zakat.”
Tidaklah diragukan bahwa memerhatikan syarat-syarat shalat dan seluruh yang Allah Subhanahu wa Ta’ala wajibkan berkenaan dengan shalat masuk dalam makna penjagaan dan penegakan yang diperintahkan dalam ayat.
Apabila di sisi/di sekitar si wanita itu ada lelaki ajnabi saat ia hendak shalat maka wajib (Berdasar pendapat yang mewajibkan menutup wajah, bukan yang menganggapnya sunnah. (ed)) baginya menutup wajahnya. Demikian pula dalam thawaf, ia tutupi seluruh tubuhnya karena thawaf masuk dalam hukum shalat. Wabillahi at-taufiq.” (Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, 10/410-412)4.
Pertanyaan
Bila aurat orang yang sedang shalat tersingkap, bagaimana hukumnya?
Jawab: Fadhilatusy Syaikh Muhammad ibnu Shalih Al-Utsaimin rahimahullahu menjawab, “Orang yang demikian tidak lepas dari beberapa keadaan :
Pertama: Bila ia sengaja/membiarkannya, shalatnya batal, baik sedikit yang terbuka/tersingkap ataupun banyak, lama waktunya ataupun sebentar.
Kedua: Bila ia tidak sengaja dan yang terbuka cuma sedikit maka shalatnya tidak batal.
Ketiga: Bila ia tidak sengaja dan yang terbuka banyak namun cuma sebentar seperti saat angin bertiup sedang ia dalam keadaan ruku lalu pakaiannya tersingkap tapi segera ia tutupi/perbaiki maka pendapat yang shahih shalatnya tidak batal karena ia segera menutup auratnya yang terbuka dan ia tidak bersengaja menyingkapnya, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:“Bertakwallah kalian kepada Allah semampu kalian.”
Keempat: Bila ia tidak sengaja dan yang terbuka banyak, waktunya pun lama karena ia tidak tahu ada auratnya yang terbuka terkecuali di akhir shalatnya maka shalatnya tidak sah karena menutup aurat merupakan salah satu syarat shalat dan umumnya yang seperti ini terjadi karena ketidakperhatian dirinya terhadap auratnya di dalam shalat. Wallahu a’lam.” (Majmu’ Fatawa wa Rasail Fadhilatusy Syaikh ibnu Al-Utsaimin, Fatawa Al-Fiqh, 12/300-301)
Footnote:
1 HR. Muslim no. 5547.
Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu menyatakan hadits di atas termasuk mukjizat kenabian, karena telah muncul dan didapatkan dua golongan yang disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut. Adapun makna كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ, wanita-wanita itu memakai nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala tapi tidak mensyukurinya. Ada pula yang memaknakan, para wanita tersebut menutup sebagian tubuh mereka dan membuka sebagian yang lain guna menampakkan kebagusannya. Makna lainnya, mereka memakai pakaian tipis yang menampakkan warna kulitnya dan apa yang tersembunyi di balik pakaian tersebut.
مَائِلاَتٌ maknanya mereka menyimpang dari ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan dari perkara yang semestinya dijaga.
مُمِيْلاَتٌ maknanya mereka mengajarkan perbuatan mereka yang tercela kepada orang lain. Ada pula yang menerangkan مُمِيْلاَتٌ مَائِلاَتٌ dengan makna mereka berjalan dengan miring berlagak angkuh dan menggoyang-goyangkan pundak mereka. Makna yang lain, mereka menyisir rambut mereka dengan gaya miring seperti model sisiran wanita pelacur dan mereka menyisirkan wanita lain dengan model sisiran seperti mereka.
رٌؤٌوْسٌهٌنَّ كأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ maknanya mereka membesarkan rambut mereka dengan melilitkan sesuatu di kepala mereka. (Al-Minhaj, 14/336). sumber Salafy.or.id dan kajian lainnya.

Senin, 09 April 2012

Deskripsi Al-Ghuraba-Oleh Qhiqhi Syuhada di Kembali Kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah Sesuai Pemahaman Salafush Sholih

Dari Abu hurairah, ia berkata,” Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda:” Islam datang dalam keadaan asing, dan akan kembali asing, maka beruntunglah bagi orang-orang yang asing.” ( HR. Muslim 2/152 )

A. Keterasingan Rasulullah.

Setelah tiga tahun berlalu umur dakwah Rasulllah, orang-orang yang masuk Islam dalamkeadaan terasing. Ini yang dirasakan Rasulullah, bagaimana tidak! Seorang anak bangsawan Quraisy dikenal dengan semua sifat yang baik, budi pekerti halus, ketika beliau bangkit dengan dakwah Islam , beliau dimusuhi, yang tidak pernah seseorang memusuhi seperti mereka memusuhi Nabi. Kekaguman berubah menjadi kebencian, kedekatan berubah menjadi pengusiran, kata-kata baik selalu ditafsiri buruk, kejujurannya sehingga disebut Al Amin berubah menjadi pendusta, tukang sihir, dan gila.

Keterasingan dirasa saat beliau sedang sujud, diletakan dipunggung Rasulullah isi perut onta, semua tertawa, tidak ada yang menolong dan membela, kecuali seseorang lari ke rumah Rasulullah mengabarkan tentang kejadian itu. Berlarilah Fathimah kecil diatas kaki mungilnya, melihat ayahnya ia menangis sambil membersihkan kotoran.

Keterasingan dirasa ketika dakwah dan seruan beliau tidak dihiraukan, sering beliau datang ke tempat-tempat perkumpulan bangsa Arab, seperti musim-musim haji dan di pasar Ukazh, mereka semua menutup telinganya. Beliau berseru,” Wahai Arab, Siapa yang mau jadi pembela? Siapa yang menyediakan tempat untukku? Hingga aku dapat menyampaikan risalah Rabbku, baginya surga.” Suara itu tenggelam begitu saja di tengah kerumunan banyak orang.

Beliau juga datang ke Thaif, setelah beliau kehilangan dua orang yang membela dakwah beliau selama ini, yaitu Abu Thalib (pamannya) dan Khadijah (istrinya). Beliau berangkat bersama Zaid bin Haritsah (budaknya), beliau berharap ada telinga mendengar dan hati yang tersentuh kebenaran. Apa yang beliau harapkan dan angankan sirna begitu saja dengan pengusiran beliau oleh pemuka-pemuka Thaif, bahkan beliau dilempar batu dan sandal oleh anak-anak dan orang-orang bodoh dari mereka, hingga kaki beliau terluka setelah sebelumnya hati beliau terluka oleh ulah mereka.

B. Keterasingan Para Sahabat.

Ini Bilal disiksa di tengah teriknya matahari di padang pasir berbatu, keluarga Yasir di siksa hingga syahid, shuhaib dibakar kepalanya dengan besi panas, Khabab bin Al Arrat disisir punggungnya dengan besi panas. Karena situasi dan kondisi sangat mengenaskan, maka Rasulullah menyuruh Para Sahabat untuk hijrah ke Habsyah. Dalam rangka menyelamatkan agama mereka.

Imam Munawi berkata,” Sesungguhnya Islam pada permulaannya dibela oleh orang-orang yang berjumlah sedikit dari pengikut Rasul, dan individu tertentu dari beberapa kabilah, lalu mereka ini diusir dan dijauhkan dari perkampungan mereka, hingga salah seorang dari mereka dikucilkan dan dijauhkan dalam kesendirian seperti orang asing.”


Ibnul Qoyyim berkata,” Sesungguhnya Allah mengutus RasulNya, sedang penduduk bumi memeluk agama yang bermacam-macam, mereka mentembah berhala, api, salib, Shabi’ah, filsafat dll. Islam pada mula kemunculannya asing, setiap yang memenuhi panggilan Allah dan Rasul Nya asing dalam, keluarganya, kabilahnya. Orang yang masuk Islam dibuang oleh keluarganya. Hingga Allah memenangkan Islam, dan manusia berbondong-bondong masuk Islam. Maka hilanglah keterasingan itu, Lalu sedikit demi sedikit Islam pergi dan menghilang (dari kehidupan manusia), sehingga asing seperti semula.”

C. Keterasingan Para Pengikut Rasulullah dan para Shahabat.

Sangat penting kita mengetahui sifat-sifat yang dimiliki oleh orang-orang yang dipuji Rasulullah sebagai orang asing (ghurabaa’), yaitu orang yang dalam beragama bagaikan memegang bara api, mereka adalah orang-orang yang berbahagia disaat dia adalah orang yang sengsara, orang yang hidupnya penuh tekanan tapi yang dirasakan adalah kelapangan dan kemerdekaan.

Orang-orang ghurabaa’ pada masa akhir zaman, dialah muslim sejati, dengan sifat-sifat idealnya, sebagaimana muslim yang sebenarnya pada awal Islam. Jadi kalau ada orang yang ingin mencari kebenaran pada diri manusia, carilah pada mereka. jika ada yang ingin cari teman senasib sepenanggungan, bertemanlah dengan mereka, jadikanlah mereka sebagai panutan.

Inilah ciri-ciri mereka :

Mereka adalah orang yang shalih dan taat pada perintah agama. Bergeraknya atau diamnya selalu mengikuti aturan Allah dan RasulNya.Perhatianya sangat besar terhadap Perintah Allah dan laranganNya, mengharuskan dia untuk selalu menuntut ilmu syar’i, karena tidak mungkin mengetahui hal itu tanpa bashirah yang tajam dan ilmu yang mendalam tentang Al Quran dan Sunnah.Perbedaannya dengan yang lain adalah dalam hal ini, memang banyak yang punya semangat seperti semangatnya, punya niat baik seperti niatnya, akan tetapi sebanyak itu pula mereka tidak mendapat taufik ilmu yang diamalkan dan pemahaman yang benar, sehingga mereka banyak yang tergelincir.Pada saat dia tergelincir melakukan salah/maksiat, dia dapat kembali merebut ridha Allah dengan bertaubat dan lebih mendekatkan dirinya kepada Allah

Cara Menafsirkan Al-Qur'an

Ibnu Mas'ud r.a. berkata, "Jika kita ingin memperoleh ilmu, pikirkanlah dan renungkanlah makna-makna Al-

Qur'an, karena di dalamnya terkandung ilmu-ilmu orang-orang terdahulu dan sekarang. Namun untuk

memahaminya, kita mesti menunaikan syarat dan adabnya terlebih dahulu". Jangan seperti pada zaman kita

sekarang ini. Hanya bermodalkan pengetahuan tentang bebrapa lafazh bahasa Arab, bahkan sekarang melihat

terjemahan Al-Qur'an, seseorang berani berpendapat mengenai Al-Qur'an.

Syarat yang harus dimiliki oleh seorang mufassir, antara lain:

1. Sehat Aqidah

Seorang yang beraqidah menyimpang dari aqidah yang benar tentu tidak dibenarkan untuk menjadi mufassir.

Sebab ujung-ujungnya dia akan memperkosa ayat-ayat Al-Quran demi kepentingan penyelewengan aqidahnya.

Maka kitab-kitab yang diklaim sebagai tafsir sedangkan penulisnya dikenal sebagai orang yang menyimpang

dari aqidah ahlusunnah wal jamaah, tidak diakui sebagai kitab tafsir.

2. Terbebas dari Hawa Nafsu

Seorang mufassir diharamkan menggunakan hawa nafsu dan kepentingan pribadi, kelompok dan jamaah

ketika menafsirkan ayat-ayat Al-Quran. Juga tidak terdorong oleh ikatan nafsu, dendam, cemburu, trauma dan

perasaan-perasaan yang membuatnya menjadi tidak objektif.

Dia harus betul-betul meninggalkan subjektifitas pribadi dan golongan serta memastikan objektifitas,

profesionalisme dan kaidah yang baku dalam menafsirkan.

3. Menafsirkan Al-Quran dengan Al-Quran

Karena Al-Quran turun dari satu sumber, maka tiap ayat menjadi penjelas dari ayat lainnya, dan tidak saling

bertentangan. Sebelum mencari penjelasan dari keterangan lain, maka yang pertama kali harus dirujuk dalam

menafsirkan Al-Quran adalah ayat Al-Quran sendiri.

Seorang mufassir tidak boleh sembarangan membuat penjelasan apa pun dari ayat yang ditafsrikannya,

kecuali setelah melakukan pengecekan kepada ayat lainnya.

Hal itu berarti juga bahwa seorang mufassir harus membaca, mengerti dan meneliti terlebih dahulu

seluruhayat Al-Quran secara lengkap, baru kemudian boleh berkomentar atas suatu ayat. Sebab boleh jadi

penjelasan atas suatu ayat sudah terdapat di ayat lain, tetapi dia belum membacanya.

4. Menafsirkan Al-Quran dengan As-Sunnah

Berikutnya dia juga harus membaca semua hadits nabi secara lengkap, dengan memilah dan memmilih

hanya pada hadits yang maqbul saja. Tidak perlu menggunakan hadits yang mardud seperti hadits palsu dan

sejenisnya.

Tentang kekuatan dan kedudukan hadits nabi, pada hakikatnya berasal dari Allah juga. Jadi boleh dibilang bahwa

hadits nabi sebenarnya merupakan wahyu yang turun dari langit. Sehingga kebenarannya juga mutlak dan qath'i

sebagaimana ayat Al-Quran juga.

5. Merujuk kepada Perkataan Shahabat

Para shahabat nabi adalah orang yang meyaksikan langsung bagaimana tiap ayat turun ke bumi. Bahkan tidak

sedikit dari mereka yang justru menjadi objek sasaran diturunkannnya ayat Al-Quran.

Maka boleh dibilang bahwa orang yang paling mengerti dan tahu tentang suatu ayat yang turun setelah

Rasulullah SAW adalah para shahabat nabi SAW.

Maka tidak ada kamusnya bagi mufassir untuk meninggalkan komentar, perkataan, penjelasan dan penafsiran

dari para shahabat Nabi SAW atas suatu ayat. Musaffri yang benar adalah yang tidak lepas rujukannya dari para

shahabat Nabi SAW.

6. Merujuk kepada Perkataan Tabi'in

Para tabi'in adalah orang yang pernah bertemu dengan para shahabat Nabi SAW dalam keadaan muslim dan

meninggal dalam keadaan muslim pula. Mereka adalah generasi langsung yang telah bertemu dengan generasi para

shahabat.

Maka rujukan berikutnya buat para mufassir atas rahasia dan pengertian tiap ayat di Al-Quran adalah para

tabi'in.

7. Menguasai Bahasa Arab, Ilmu dan Cabang-cabangnya

Karena Al-Quran diturunkan di negeri Arab dan merupakan dialog kepada kepada orang Arab, maka bahasanya

adalah bahasa Arab. Walaupun isi dan esensinya tidak terbatas hanya untuk orang Arab tetapi untuk seluruh

manusia.

Namun kedudukan Arab sebagai transformator dan komunikator antara Allah dan manusia, yaituAl-Quran

menjadi mutlak dan absolut.Kearaban bukan hanya terbatas dari segi bahasa, tetapi juga semua elemen yang terkait

dengan sebuah bahasa. Misalnya budaya, adat, 'urf, kebiasaan, logika, gaya, etika dan karakter.

Seorang mufassir bukan hanya wajib mengerti bahasa Arab, tetapi harus paham dan mengerti betul budaya

Arab, idiom, pola pikir dan logika yang diberkembang di negeri Arab. Karena Al-Quran turun di tengah kebudayaan

mereka. Pesan-pesan di dalam Al-Quran tidak akan bisa dipahami kecuali oleh bangsa Arab.

Tidak ada cerita seorang mufassir buta bahasa dan budaya Arab. Sebab bahasa terkait dengan budaya,

budaya juga terkait dengan 'urf, etika, tata kehidupan dan seterusnya.

Dan kalau dibreak-down, bahasa Arab mengandung beberapa cabang ilmu seperti adab (sastra), ilmu bayan,

ilmu balaghah, ilmul-'arudh, ilmu mantiq, dan lainnya. Semua itu menjadi syarat mutlak yang harus ada di kepala

seorang mufassir.

8. Menguasai Cabang-cabang Ilmu yang Terkait dengan Ilmu Tafsir

Kita sering menyebutnya dengan 'Ulumul Quran. Di antara cabang-cabangnya antara lainilmu asbabunnuzul,

ilmu nasakh-manskukh, ilmu tentang al-'aam wal khash, ilmu tentang Al-Mujmal dan Mubayyan, dan seterusnya.

Tidak pernah ada seorang mufassir yang kitab tafsirnya diakui oleh dunia Islam, kecuali mereka adalah pakar

dalam semua ilmu tersebut.

Alim ulama berkata, "Dalam menafsirkan Al-Qur'an diperlukan keahlian dalam lima belas bidang ilmu".

1.
Lughat (fitologi), yaitu ilmu untuk mengetahui setiap arti kata Al-Qur'an. Mujahid rah.a., berkata, "Barangsiapa

beriman kepada Allah dan hari akhirat, ia tidak layak berkomentar tentang ayat-ayat Al-Qur'an tanpa mengetahui ilmu

lughat. Sedikit pengetahuan tentang ilmu lughat tidak cukup karena kadangkala satu kata mengandung berbagai arti.

Jadi hanya mengetahui satu atau dua arti, tidaklah cukup. Dapat terjadi, yang dimaksud kata tersebut adalah arti

yang berbeda.
berubah akan mengubah arti kata tersebut. Sedangkan pengetahuan tentang i'rab (bacaan akhir kata) berubah akan

mengubah arti kata tersebut. Sedangkan pengetahuan tentang i'rab hanya di dapat dalam ilmu nahwu.
3. Sharaf (perubahan bentuk kata)
4. Isytiqaq (akar kata)
5. Ma'ani (susunan)
6. Bayaan
7. Badi'
8. Qira'at
9. Aqa'id
10. Ushul Fiqih
11. Asbabun Nuzul. Asbabunnuzul adalah sebuah ilmu yang menerangkan tentang latar belakang turunnya suatu

ayat. Atau bisa juga keterangan yang menjelaskan tentang keadaan atau kejadian pada saat suatu ayat diturunkan,

meski tidak ada kaitan langsung dengan turunnya ayat. Tetapi ada konsideran dan benang merah antara keduanya.

Seringkali peristiwa yang terkait dengan turunnya suatu ayat bukan hanya satu, bisa saja ada beberapa peristiwa

sekaligus yang menyertai turunnya suatu ayat. Atau bisa juga ada ayat-ayat tertentu yang turun beberapa kali,

dengan motivasi kejadian yang berbeda.
12. Nasikh Mansukh
13. Fiqih
14. Hadits
15. Wahbi

9. Pemahaman yang Mendalam

Syarat terakhir seorang mufassir adalah dia harus merupakan orang yang paling paham dan mengerti tentang

seluk belum agama Islam, yaitu hukum dan syariat Islam. Sehingga dia tidak tersesat ketika menafsirkan tiap ayat

Al-Quran.

Dia juga harus merupakan seorang yang punya logika yang kuat, cerdas, berwawasan, punya pengalaman,

serta berkapasitas seorang ilmuwan.

Demikian sekelumit syarat mendasar bagi seorang mufassir sebagaimana yang dijelaskan oleh Syeikh Manna'

Al-Qaththan dalam kitabnya, Mabahits fi 'Ulumil Quran. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan.


Orang yang Tidak Akan Mampu Menafsirkan Al Qur'an

Tertulis dalam Kimiatus-Sa'adah bahwa ada tiga orang yang tidak akan mampu menafsirkan Al-Qur'an:

1. Orang yang tidak memahami bahasa Arab,
2. Pelaku dosa besar atau ahli bid'ah, yang dengan perbuatannya itu menjadikan hatinya gelap dan menutupi

pemahamannya terhadap Al-Qur'an,
3. Orang yang dalam akidahnya hanya mengakui makna zhahir nash. Jika ia membaca ayat-ayat Al-Qur'an yang

tidak sesuai dengan pola pikirnya, ia akan gelisah. Orang seperti ini tidak akan mampu memahami Al-Qur'an dengan

benar.

Banyak sekali kaum kafir yang mencoba memutar balikkan isi kandungan Al Qur'an yang tujuannya untuk

menjauhkan umat Islam dari Islamnya, Apalagi, akidahnya saja sudah tidak tepat. Mau mencoba menafsirkan.

Mereka hanya mencoba mengolok-olok saja.

Sumber:

Maulana Muhammad Zakariya, Al Kandahlawi Rah. A., Himpunan Fadhilah Amal, hal 19, Penerbit Ash-Shaff.

Yogyakarta.

www.eramuslim.com

Sejarah Syiah Aliran Rafidhah

Lisensi Dokumen:
Seluruh artikel, makalah, dan e-Book yang terdapat di www.hakekat.com boleh untuk
digunakan dan disebarluaskan dengan syarat tidak untuk tujuan komersial dan harus
mencantumkan www.hakekat.com sebagai sumber rujukan artikel. Pengubahan dan
modifikasi artikel dalam bentuk apapun dilarang, kecuali terdapat izin terlebih dahulu
dari www.hakekat.com.
1
SELAYANG PANDANG SEJARAH ROFIDHOH
Di bawah ini adalah ringkasan sejarah kelompok rofidhoh, kangker yang
menggerogoti umat islam, akan kita bahas peristiwa penting dalam
sejarah mereka dengan menyebutkan peristiwa yang secara langsung
berkaitan dengan mereka.
14 H. Peristiwa yang terjadi pada tahun 14 H inilah pokok dan asas dari
kebencian kaum rofidhoh terhadap Islam dan kaum muslimin, karena
pada tahun ini meletus perang Qodisiyyah yang berakibat takluknya
kerajaan Persia majusi, nenek moyang kaum rofidhoh. Pada saat itu kaum
muslimin di bawah kepemimpinan Umar bin Khottob Radhiyallahu Anhu.
16 H. Kaum muslimin berhasil menaklukkan ibukota kekaisaran Persia,
Mada’in. Dengan ini hancurlah kerajaan Persia. Kejadiaan ini masih
disesali oleh kamum rafidhoh hingga saat ini.
23 H. Abu Lu’lu’ah Al Majusi yang dijuluki Baba Alauddin oleh kaum
rofidhoh membunuh Umar bin Khottob Radhiyalahu Anhu.
34 H. Munculnya Abdullah bin Saba’, si yahudi dari yaman yang dijuluki
Ibnu Sauda’ berpura-pura masuk Islam, tapi menyembunyikan kekafiran
dalam hatinya. Dia menggalang kekuatan dan melancarkan provokasi
melawan khalifah ketiga Utsman bin Affan Radhiyalahu Anhu hingga
dibunuh oleh para pemberontak karena fitnah yang dilancarkan oleh Ibnu
Sauda’ (Abdullah Bin Saba’) pada tahun 35 H. Keyakinan yang diserukan
oleh Abdullah Bin Saba’ berasal dari akar yahudi nasrani dan majusi yaitu
menuhankan Ali bin Abi Tolib Radhiyalahu Anhu, wasiat, roj’ah, wilayah,
keimamahan , bada’ dan lain-lain.
36 H. Malam sebelum terjadinya perang jamal kedua belah pihak telah
bersepakat untuk berdamai. Mereka bermalam dengan sebaik-baik malam
sementara Abdullah bin saba’ dengan konco-konconya bermalam dengan
penuh kedongkolan. Lalu dia membuat provokasi kepada kedua belah
pihak hingga terjadilah fitnah seperti yang diinginkan oleh Ibnu Saba’.
Pada masa kekhilafahan Ali bin Abi Tolib kelompok Abdullah Bin Saba’
datang kepada Ali bin Abi Tolib Radhiyalahu Anhu seraya berkata
Lisensi Dokumen:
Seluruh artikel, makalah, dan e-Book yang terdapat di www.hakekat.com boleh untuk
digunakan dan disebarluaskan dengan syarat tidak untuk tujuan komersial dan harus
mencantumkan www.hakekat.com sebagai sumber rujukan artikel. Pengubahan dan
modifikasi artikel dalam bentuk apapun dilarang, kecuali terdapat izin terlebih dahulu
dari www.hakekat.com.
Www.Hakekat.Com - Hakekat Tersembunyi Syi'ah Rafidhoh
2
“Kamulah, kamulah !!” Ali bin Abi Tolib menjawab: ”Siapakah saya?” kata
mereka “Kamulah sang pencipta !!” lalu Ali bin Abi Tolib menyuruh mereka
untuk bertobat tapi mereka menolak. Kemudian Ali bin Abi Tolib
menyalakan api dan membakar mereka.
41 H. Tahun ini adalah tahun yang dibenci oleh kaum rofidhoh karena
tahun ini dinamakan tahun jama’ah atau tahun persatuan karena kaum
muslimin bersatu di bawah pimpinan kholifah Mu’awiyah bin Abi Sufyan
Radhiyalahu Anhu sang penulis wahyu karena Hasan bin Ali bin Abi Tolib
menyerahkan kekhilafahan kepada Mu’awiyah, dengan ini maka surutlah
tipu daya kaum rofidhoh.
61 H. Pada tahun ini Husein bin Ali terbunuh di karbala setelah ditinggal
oleh penolongnya dan diserahkan kepada pembunuhnya.
260 H. Hasan Al Askari meninggal dan kaum rofidhoh menyangka bahwa
imam ke 12 yang ditunggu-tunggu telah bersembunyi di sebuah lobang di
Samurra’ dan akan kembali lagi ke dunia.
277 H. Munculnya gerakan rofidhoh Qoromitoh yang didirikan oleh
Hamdan bin Asy’ats yand dikenal dengan julukan Qirmit di kufah.
278 H. Munculnya gerakan Qoromitoh di bahrain dan Ahsa’ yang
dipelopori oleh Abu Saad Al Janabi
280 H. Munculnya kerajaan rofidhoh Zaidiyah di So’dah dan San’a di
negeri Yaman yang didirikan oleh Husein bin Qosim Arrossi.
297 H. Munculnya kerajaan Ubaidiyin di mesir dan Maghrib (Maroko)
yang didirikan oleh Ubaidillah bin Muhammad Al Mahdi.
317 H. Abu Tohir Arrofidhi Al Qurmuti masuk ke kota mekah pada hari
tarwiya (8 Dzulhijjah) dan membunuh jamaah haji di masjidil Haram serta
mencongkel Hajar Aswad dan membawanya ke Ahsa’ hingga kembali lagi
pada tahun 355 H. Kerajaan mereka tetap eksis di Ahsa’ hingga tahun 466
H. Pada tahun ini berdirilah kerajaan Hamdaniyah di Mousul dan Halab
dan tumbang pada tahun 394 H.
329 H. Pada tahun ini Allah telah menghinakan kaum rofidhoh karena
pada tahun ini dimulailah Ghoibah Al Kubro atau menghilang selamanya.
Karena menurut mereka imam rofidhoh ke 12 telah menulis surat dan
sampai kepada mereka yang bunyinya: "Telah dimulailah masa
menghilangku dan aku tidak akan kembali sampai masa diijinkan oleh Allah,
Www.Hakekat.Com - Hakekat Tersembunyi Syi'ah Rafidhoh
3
barangsiapa yang berkata dia telah berjumpa denganku maka dia adalah
pembohong." Semua ini supaya menghindar dari paertanyaan orang awam
kepada ulama mereka tentang terlambatnya Imam Mahdi keluar dari
persembunyiannya.
320-334 H. Munculnya kerajaan rofidhoh Buwaihi di Dailam yang
didirikan oleh Buwaih bin Syuja’. Mereka membuat kerusakan di
Baghdad. Pada masa mereka orang-orang bodoh mulai berani memakimaki
sahabat Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam.
339 H. Hajar Aswad dikembalikan ke Mekkah atas rekomendasi dari
pemerintahan Ubaidiyah di mesir.
352 H. Pemerintahan Buwaihi menutup pasar-pasar tanggal 10
Muharrom serta meliburkan semua kegiatan jual beli, maka keluarlah
wanita-wanita tanpa mengenakan jilbab dengan memukul diri mereka di
pasar. Pada saat itu pertama kali dalam sejarah diadakan perayaan
kesedihan atas meninggalnya Husein bin Ali bin Abi Tolib.
358 H. Kaum rofidhoh Ubaydiy menguasai mesir. Salah satu pemimpinya
yang terkenal adalah Al Hakim Biamrillah yang mengatakan bahwa
dirinya adalah tuhan dan menyeru kepada pendapat reinkarnasi. Dengan
ambruknya kerajaan ini tahun 568 H muncullah gerakan Druz.
402 H. Keluarnya pernyataan kebatilan nasab Fatimah yang digembar
gemborkan oleh penguasa kerejaan Ubaidiyah di mesir dan menjelaskan
ajaran mereka yang sesat dan mereka adalah zindiq dan telah dihukumi
kafir oleh seluru ulama’ kaum muslimin.
408 H. Penguasa kerajaan Ubaidiyah di mesir yang bernama Al Hakim
Biamrillah mengatakan bahwa dirinya adalah tuhan. Salah satu dari
kehinaannya adalah dia berniat untuk memindahkan kubur Nabi
Shallallahu Alaihi Wasallam dari kota Medinah ke Mesir sebanyak 2 kali.
Yang pertama adalah ketika dia disuruh oleh beberapa orang zindik
untuk memindahkan jasad Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam ke Mesir. Lalu
dia membangun bangunan yang megah dan menyuruh Abul Fatuh untuk
membongkar kubur Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam lalu masyarakat tidak
rela dan memberontak membuat dia mengurungkan niatnya. Yang kedua
ketika mengutus beberapa orang untuk membongkar kuburan Nabi.
Utusan ini tinggal didekat mesjid dan membuat lobang menuju kubur
Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam. Lalu makar mereka ketahuan dan utusan
tersebut dibunuh.
Www.Hakekat.Com - Hakekat Tersembunyi Syi'ah Rafidhoh
4
483 H. Munculnya gerakan Assasin yang menyeru kepada kerajaan
Ubaidiyah di mesir didirikan oleh Hasan Assobah yang memiliki asal usul
darah Persia. Dia memulai dakwahnya di wilayah Persia tahun 473 H.
500 H. Penguasa Ubaidiyun membangun sebuah bangunan yang megah
diberi nama mahkota Husein. Mereka menyangka bahwa kepala Husein
Bin Ali bin Abi Tolib dikuburkan di sana. Hingga saat ini banyak kaum
rofidhoh yan berhaji ke tempat tersebut. Kita bersyukur kepada Allah atas
nikmat akal yang diberikan kepada kita.
656 H. Penghianatan besar yang dilakukan oleh rofidhoh pimpinan
Nasiruddin Al Thusi dan Ibnul Alqomi yang bersekongkol dengan kaum
Tartar Mongolia agar masuk ke Baghdad dan membunuh 2 juta muslim
dan banyak dari Bani Hasyim yang seolah-olah dicintai oleh kaum
rofidhoh. Pda tahun yang sama muncullah kelompok Nusairiyah yang
didirikan oleh Muhammad bin Nusair.
907 H. Berdirinya kerajaan Safawiyah di Iran yang didirikan oleh Shah
Ismail Bin Haidar Al Safawi yang juga seorang rofidhoh. Dia telah
membunuh hampir 2 juta muslim yag menolak memeluk mazhab
rofidhoh. Pada saat masuk ke Baghdad dia memaki Khulafa’ Rosyidin di
depan umum dan membunuh mereka yang tidak mau memeluk mazhab
rofidhoh. Tak ketinggalan pula dia membongkar banyak kuburan orang
Sunni seperti Abu Hanifah. Termasuk peristiwa penting yang terjadi pada
masa kerajaan Sofawiyah adalah ketika Shah Abbas berhaji ke masyhad
untuk menandingi haji di Mekah. Pada tahun yang sama Sodruddin Al
Syirozi memulai dakwahnya kepada mazhab Baha’iyah. Mirza Ali
Muhammad Al Syirozi mengatakan bahwa Allah telah masuk ke dalam
dirinya, setelah mati dia digantikan oleh muridnya Baha’ullah. Sementara
itu di India muncul kelompok Qodiyaniyah pimpinan Mirza Ghulam
Ahmad yang mengatakan bahwa dirinya dalah Nabi. Kerajaan Safawiyah
berakhir pada tahun 1149 H.
1218 H. Seorang rofidhoh dari Irak daang ke Dar’iyah di Najd dan
menampakkan kesalehan dan kezuhudan. Pada suatu hari dia sholat di
belakang Imam Muhammad bin Su’ud dan membunuhnya ketika dia
sedang sujud saat sholat ashar dengan belati. Semoga Allah memerangi
kaum rofidhoh para pengkhianat.
1289 H. Pada tahun ini buku Fashlul Khitob Fi Tahrifi Kitabi Robbil Arbab
(penjelasan bahwa kitab Allah telah diselewengkan dan diubah) karangan
Mirza Husain bin Muhammad Annuri Attobrosi. Kitab ini memuat
Www.Hakekat.Com - Hakekat Tersembunyi Syi'ah Rafidhoh
5
pendapat rofidhoh bahwasanya Al Qur’an yang ada saat ini telah
diselewengkan, dikurangi dan ditambah.
1389 H. Khomeini menulis buku Wilayatul Faqih dan Al Hukumah Al
Islamiyah. Sebagian kekafiran yang ada pada buku tersebut (Al Hukumah
Al Islamiyah hal 35): Khomeini berkata bahwa termasuk hal pokok dalam
mazhab kita adalah bahwa para imam kita memiliki posisi yang tidak
dapat dicapai oleh para malaikat dan para Nabi.
1399 H. Berdirinya pemerintahan rofidhoh di Iran yang didirikan oleh
Khomeini setelah berhasil menumbangkan pemerintahan Syah Iran. Ciri
khas negara ini adalah mengadakan demonstrasi dan tindakan anarkis
atas nama revolsi Islam di tanah suci Mekah pada hari mulia yaitu musim
haji.
1400 H. Khomeini menyampaikan pidatonya pada peringatan lahirnya
Imam Mahdi fiktif mereka pada tanggal 15 sya’ban. Sebagian pidatonya
berbunyi demikian: Para Nabi diutus Allah untuk menanamkan prinsip
keadilan di muka bumi tapi mereka tidak berhasil, bahkan Nabi
Shallallahu Alaihi Wasallam yang diutus untuk memperbaiki kemanusiaan
dan menanamkan prinsip keadilan tidak berhasil... yang akan berhasil
dalam misi itu dan menegakkan keadilan di muka bumi dan meluruskan
segala penyimpangan adalah Imam Mahdi yang ditunggu-tunggu...
begitulah menurut khomeini para Nabi telah gagal, termasuk Nabi
Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam... sementara revolusi kafirnya
telah berhasil.
1407 H. Jamaah haji Iran mengadakan demonstari besar-besaran di kota
Mekah pada hari jum’at di musim haji tahun 1407. Mereka melakukan
tindakan perusakan di kota Mekah seperti kakek mereka kaum
Qoromitoh, mereka membunuh beberapa orang aparat keamanan dan
jamaah haji, merusak dan membakar toko, merusak dan membakar mobil
beserta mereka yang berada di dalamnya. Jumah korban saat itu mencapai
402 orang tewas, 85 dari mereka adalah aparat keamanan dan penduduk
Saudi.
1408 H. Mu’tamar Islam yang diadakan oleh Liga Dunia Islam di Mekah
mengumumkan fatwa bahwa khomeini telah kafir.
1409 H. Pada musim haji tahun ini kaum rofidhoh meledakkan beberapa
tempat sekitar Masjidil Haram di kota Mekah. Mereka meledakkan bom
itu tepat pada tanggal 7 Dzulhijjah dan mengakibatkan tewasnya seorang
jamaah haji dari pakistan dan melukai 16 orang lainnya serta
Www.Hakekat.Com - Hakekat Tersembunyi Syi'ah Rafidhoh
6
mengakibatkan kerusakan bangunan yang sangat besar. 16 pelaku insiden
itu berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman mati pada tahun 1410 H.
1410 H. Khomeini meninggal dunia, semoga Allah memberinya balasan
yang setimpal. Kaum Rofidhoh membangun sebuah bangunan yang
menyerupai Ka'bah, semoga Allah memerangi mereka.

Hukum Wanita Tampil Sebagai Guru Atau Ulama Di Depan Umum

Pertanyaan:

Apa hukum wanita melihat pengajian para masyaikh yang berupa video?

Syaikh Abdullah Al Faqih hafizhahullah menjawab:

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أما بعد

Allah Ta’ala berfirman:

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya” (QS. An Nuur: 31)

Imam Ibnu Katsir menjelaskan makna ayat ini: “Firman Allah Ta’ala (yang artinya) Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya maksudnya terhadap hal-hal yang diharamkan oleh Allah untuk dilihat selain suami-suami mereka. Oleh karena itu banyak para ulama yang berpendapat bahwa wanita tidak diperbolehkan memandang lelaki yang bukan mahram dengan syahwat, demikian juga jika tanpa syahwat hukum asalnya adalah haram. Kebanyakan para ulama berdalil dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan At Tirmidzi yaitu hadits Az Zuhri dari Nabhan, pembantu Ummu Salamah, ia berkata bahwa Ummu Salamah pernah berkata kepadanya:

أنها كانت عند رسول الله صلى الله عليه وسلم وميمونة قالت: فبينما نحن عنده أقبل ابن أم مكتوم فدخل عليه، وذلك بعدما أمرنا بالحجاب، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “احتجبا منه” فقلت يا رسول الله: أليس هو أعمى لا يبصرنا ولا يعرفنا؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “أوعمياوان أنتما؟ ألستما تبصرانه

Ketika itu Ummu Salamah bersama Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan Maimunah, lalu Ibnu Ummi Maktum hendak masuk ke rumah. Itu terjadi setelah kami diperintahkan untuk berhijab (setelah turun ayat hijab). Lalu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berkata: ‘Kalian berdua hendaklah berhijab darinya’. Ummu Salamah berkata: ‘Wahai Rasulullah, bukankan Ibnu Ummi Maktum itu buta tidak melihat kami dan tidak mengenali kami?’. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berkata: ‘Apakah kalian berdua juga buta? Bukankah kalian berdua melihatnya?’ . At Tirmidzi berkata, hadits ini hasan shahih.

Sebagian ulama berpendapat bahwa wanita boleh melihat lelaki non-mahram tanpa syahwat. Sebagaimana hadits yang terdapat dalam Shahih Bukhari bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

جعل ينظر إلى الحبشة وهم يلعبون بحرابهم يوم العيد في المسجد، وعائشة أم المؤمنين تنظر إليهم من ورائه، وهو يسترها منهم حتى ملّت ورجعت

Rasulullah melihat orang-orang Habasyah sedang bermain tombak di masjid pada hari Id. ‘Aisyah Ummul Mu’minin juga melihat mereka dari balik tubuh Rasulullah. Rasulullah pun membentangkan sutrah agar mereka tidak melihat ‘Aisyah, sampai akhirnya ‘Aisyah bosan dan enggan melihat lagi”

[Sampai sini nukilan dari Tafsir Ibni Katsir, 3/375]

Singkat kata, tidak diperbolehkan bagi wanita untuk memandang lelaki yang bukan mahram dengan adanya syahwat, berdasarkan kesepakatan para ulama. Hukumnya haram bagi mereka.

Adapun wanita memandang lelaki yang bukan mahram tanpa syahwat, hukumnya diperselisihkan oleh para ulama. Yang rajih, hukumnya boleh, terlebih jika ada kebutuhan. Termasuk jenis ini (ada kebutuhan), wanita yang ber-istifadah dengan rekaman-rekaman pelajaran dari para masyaikh dalam bentuk video. Walaupun demikian, yang lebih utama adalah tetap menundukkan pandangan ketika sedang mengambil pelajaran dari video tersebut. Mendengarkan suaranya saja sudah cukup, ini dalam rangka menjauh dari hal-hal yang memunculkan syubhat. Wallahu’alam.

Sumber: http://www.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&lang=A&Id=7997

Fatwa 2

Pertanyaan:

Apakah hukum wanita memandang laki-laki di televisi atau memandang lelaki secara langsung ketika sedang berada di jalan?

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah menjawab:

Wanita memandang lelaki baik lewat televisi maupun secara langsung, tidak lepas dari dua keadaan berikut:

Memandang dengan syahwat dan memandang dalam rangka bernikmat-nikmat (misalnya menikmati kegantengan lelaki yang dilihat, pent.) ini hukumnya haram karena di dalamnya terdapat kerusakan dan fitnah (bencana).
Sekedar memandang, tanpa adanya syahwat dan bukan ingin bernikmat-nikmat, maka ini tidak mengapa menurut pendapat yang lebih tepat dari para ulama. Hukumnya boleh sebagaimana hadits yang terdapat di Shahihain:
أن عائشة رضي الله عنها كانت تنظر إلى الحبشة وهم يلعبون ، وكان النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يسترها عنهم

“Aisyah Radhiallahu’anha pernah melihat orang-orang Habasyah bermain di masjid dan Nabi Shalallahu’alahi Wasallam membentangkan sutrah agar mereka tidak melihat ‘Aisyah “. Hadits ini menunjukkan bolehnya hal tersebut.

Karena para wanita itu berjalan di pasar-pasar dan melihat para lelaki walaupun mereka berhijab, sehingga mereka bisa melihat para lelaki sedangkan para lelaki tidak bisa melihat mereka. Namun syaratnya, tidak terdapat fitnah dan syahwat. Jika menimbulkan fitnah dan syahwat maka haram, baik lewat televisi maupun secara langsung.

Sumber: Majmu’ Fatawa Mar’ah Muslimah 2/973, dinukil dari http://islamqa.info/ar/ref/49038

Fatwa 3

Syaikh Abdul Aziz bin Baaz ketika ditanya hal serupa beliau menjawab:

“Adapun pertanyaan mengenai wanita yang memandang lelaki tanpa syahwat dan tanpa bernikmat-nikmat, sebatas apa yang di atas pusar dan di bawah paha, ini tidak mengapa. Karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mengidzinkan ‘Aisyah melihat orang-orang Habasyah. Karena para wanita itu selalu pergi ke pasar yang di dalamnya ada lelaki dan wanita. Mereka juga shalat di masjid bersama para lelaki sehingga bisa melihat para lelaki. Semua ini hukumnya boleh. Kecuali mengkhususkan diri dalam memandang sehingga terkadang menimbulkan fitnah atau syahwat atau berlezat-lezat, yang demikian barulah terlarang. Adapun pandangan yang sifatnya umum, tanpa syahwat dan tanpa berlezat-lezat tidak khawatir terjadi fitnah, maka tidak mengapa. Sebagaimana engkau tahu para wanita dibolehkan shalat di masjid dan mereka dibiarkan keluar ke pasar-pasar memenuhi kebutuhan mereka”.

Beliau melanjutkan:

“Ini adalah pengecualian dari firman Allah Ta’ala ”

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya” (QS. An Nuur: 31)

Dalam ayat ini Allah Ta’ala berfirman يغضضن من أبصارهن bukan يغضضن أبصارهن . Dan من di sini menunjukkan mereka diminta menundukkan pandangannya namun tidak semuanya”.

Sumber: http://www.binbaz.org.sa/mat/11044



Berlapang Dada Menyikapi Perselisihan

Syaikh Abdul Aziz Bin Baaz rahimahullah ketika ditanya mengenai hukum berdakwah lewat televisi, yang tentunya masyaikh dan ustadz yang memberi pelajaran dapat dilihat oleh pemirsa wanita. Berikut sedikit kutipan jawaban beliau: “Dari penjelasan di atas telah diketahui bahwa muncul di televisi dalam rangka berdakwah kepada Allah dan menyebarkan kebenaran, hukumnya diperselisihkan para ulama sesuai dengan perbedaan ilmu, bashirah, dan sisi pandangan yang ada pada mereka. Maka barang siapa yang dilonggarkan dadanya oleh Allah dan diluaskan ilmunya, lalu ia memandang bahwa muncul di televisi untuk menyebarkan kebenaran dan menyampaikan risalah Allah, tidak mengapa baginya. Pahala dan ganjarannya di sisi Allah. Dan bagi yang belum bisa berlapang dada menerimanya, dan menganggapnya sebagai syubhat sehingga tidak berdakwah di televisi, maka kami berharap ia diberi udzur. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

دع ما يريبك إلى ما لا يريبك

“Tinggalkanlah yang meragukanmu dan ambilah yang tidak meragukanmu”

Dan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

البر ما اطمأنت إليه النفس واطمأن إليه القلب

“Kebaikan itu yang membuat hatimu dan jiwamu tenang dalam melakukannya”

Tidak diragukan lagi bahwa munculnya para da’i di televisi adalah salah satu sebab terbesar dalam menyebarkan agama Allah dan membantah penyebar kebatilan. Karena televisi dilihat oleh lelaki dan wanita, yang muslim maupun yang kafir. Hal ini juga membuat ahlul haq menjadi tenang karena orang-orang mengenal wajah orang-orang yang menyebarkan kebenaran dan mengambil manfaat dari yang mereka sampaikan”

Minggu, 08 April 2012

Menjawab Buku Fitnah Syaikh Idahram Sejarah Berdarah Sekte Salafy Wahhabi

Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As-Sidawi
Telah sampai kepada kami beberapa usulan pembaca agar kami mengkritik sebuah buku yang beredar akhir-akhir ini yang dipublikasikan secara gencar dan mendapatkan sanjungan serta kata pengantar dari para tokoh. Oleh karenanya, untuk menunaikan kewajiban kami dalam menasihati umat, kami ingin memberikan studi kritis terhadap buku ini, sekalipun secara global saja sebab tidak mungkin kita mengomentari seluruh isi buku rang penuh dengan syubhat tersebut dalam majalah kita yang terbatas ini. Semoga Alloh menampakkan kebenaran bagi kita dan melapangkan hati kita untuk menerimanya.
JUDUL BUKU DAN PENULISNYA
Judul buku ini adalah Sejarah Berdarah Sekfe Salafi Wahabi, ditulis oleh Syaikh Idahram, penerbit Pustaka Pesantren, Yogyakarta, cetakan pertama, 2011. Buku ini mendapatkan rekomendasi tiga tokoh agama yang populer namanva yaitu KH. Dr. Said Agil Siraj, KH. Dr. Ma’ruf Amin, dan Muhammad Arifin Ilham.
AQIDAH WAHABI ADALAH TAJSIM?
Pada hlm. 234 penulis mengatakan:
Akidah Salafi Wahabi adalah aqidah Tajsim dan tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk) yang sama persis dengan akidah orang-orang Yahudi. Dalil-dalil mereka begitu rapuhnya, hanya mengandalkan hadits-hadits ahad dalam hal akidah.
Jawaban:
Ini adalah tuduhan dusta, sebab aqidah mereka dalam asrna’ wa shifat sangat jelas mengimani nama dan sifat Alloh yang telah disebutkan al-Qur’an dan hadits yang shohih tanpa tahrif (pengubahan), ta’thil (pengingkaran), takyif (menanyakan hal/kaifiat), maupun tamtsil (penyerupaan).[1] Di antara dalil yang menunjukkan hal ini adalah firman Alloh:
“Tidak ada yang serupa dengan Dia. Dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat.” (QS. asy-Syuro [42]: 11)
Inilah aqidah ulama-ulama salaf, di antaranya al-Imam asy-Syafi’i, beliau pernah berkata:
“Kita menetapkan sifat-sifat ini yang disebutkan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah dan kita juga meniadakan penyerupaan sebagaimana Alloh meniadakan penyerupaun tersebut dari diri Nya dalam firman-Nya (yang artinya), ‘Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya.’ (QS. Asy-Syuro [42 : 11).[2]
Namun, jangan merasa aneh dengan tuduhan ini, karena demikianlah perilaku ahli ahwa’ semenjak dulu. Al-Hafizh Ibnu Abdil Barr berkata, “Seluruh Ahlus Sunnah telah bersepakat untuk menetapkan sifat-sifat yang terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah serta mengartikannya secara zhohirnya. Akan tetapi, mereka tidak rnenggambarkan bagaimananya/bentuknya sifat¬sifat tersebut. Adapun Jahmiyyah, Mu’tazilah, dan Khowarij mengingkari sifat-sifat Alloh dan tidak mengartikannya secara zhohirnya. Lucunya, mereka menyangka bahwa orang yang menetapkannya termasuk Musyabbih (kaum yang menyerupakan Alloh dengan makhluk).”[3]
Semoga Alloh merahmati al-Imam Abu Hatim ar-Rozi yang telah mengatakan, “Tanda ahli bid’ah adalah mencela ahli atsar. Dan tanda Jahmiyyah adalah menggelari Ahli Sunnah dengan Musyabbihah.”[4]
lshaq bin Rohawaih mengatakan, “Tanda Jahm dan pengikutnya adalah menuduh Ahli Sunnah dengan penuh kebohongan dengan gelar Musyabbihah padahal merekalah sebenarnya Mu’aththilah (menidakan/mengingkari sifat bagi Alloh).”[5]

PEMBAGIAN TAUHID BID’AH?
Pada him. 236 penulis mengatakan:
Pembagian tauhid kepada tauhid Uluhiyah dan tauhid Rububiyah diciptakan oleh Ibnu Taimiyyah al-Harroni (w. 728 H) setelah 8 abad berlalu dari masa Rasulullah. Pernyataan yang seperti ini tidak pernah ada di zaman Rasulullah, para sahabat, tabi’in, tabi’i tabi’in maupun ulama-ulama salaf terdahulu, termasuk Imam Ahmad bin Hanbal, bahkan tidak terdapat juga dalam karya murid-murid Imam Ahmad yang terkenal seperti Ibnul Jauzi dan al-Hafizh Ibnu Katsir. Demikianlah Salafi Wahabi mengklaim selalu mengikuti salaf shalih tetapi kenyataannya tidak ada seorangpun dari Salaf Shalih yang membagi tauhid kepada pembagian seperti ini. Lagi-lagi, Salafi Wahabi melempar Al-Qur’an, Sunnah dan Salaf Shalih ke tong sampah.
Jawaban:
Pembagian para ulama bahwa tauhid terbagi menjadi tiga: Tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah, Asma’ wa Shifat adalah berdasarkan penelitian yang saksama terhadap dalil-dalil al-Qur’an dan hadits Nabi Pembagian ini bukanlah perkara baru (baca: bid’ah)[6], tetapi pembagian ini berdasarkan penelitian terhadap dalil. Hal ini persis dengan perbuatan para ulama ahli Bahasa yang membagi kalimat menjadi tiga: isim, fill, dan huruf.[7]
Bahkan, banyak sekali ayat-ayat yang meng¬gabung tiga macam tauhid ini bagi prang yang mau mencermatinya, seperti firman Alloh:
“Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?” (QS. Maryam [79]: 65)
Firman-Nya “Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya” menunjukkan tauhid rububiyyah. “Maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya” menunjukkan tauhid uluhiyyah. “Apakah kamu mengetahui sesuatu yang serupa denganNya” menunjukkan tauhid asma’ wa shifat.[8]
Lebih dari itu -jika kita jeli- surah pertama dalam al-Qur’an (al-Fatihah) mengandung tiga jenis tauhid ini, juga akhir surat dalam al-Qur’an (an-Nas). Seakan-akan hal itu mengisyaratkan kepada kita bahwa kandungan al-Qur’an adalah tiga jenis tauhid ini.[9] Syaikh Hammad al-Anshori berkata, “Alloh membuka kitab-Nya dengan Surah aI-Fatihah yang berisi tentang pentingnya tauhid dan menutup kitab-Nya dengan Surah an-Nas yang berisi tentang pentingnya tauhid. Hikmahnya adalah wahai sekalian manusia sebagaimana kalian hidup di atas tauhid maka wajib bagi kalian mati di atas tauhid.”[10]
Demikian juga, banyak ucapan para ulama salaf yang menunjukkan pembagian ini, seandainya kami menukilnya niscaya tidak akan termuat dalam majalah ini. Dalam kitabnya al-Mukhtashorul Mufid fi’ Bayani Dalail Aqsami Tauhid, Syaikh Dr. Abdurrozzaq bin Abdul Muhsin al-Abbad menukil ucapan-ucapan ulama salaf yang menetapkan klasifikasi tauhid menjadi tiga ini, seperti al-Imam Abu Hanifah (w. 150 H), Ibnu Mandah (182 H), Ibnu Jarir (310 H), ath-Thohawi (w. 321 H), Ibnu Hibban (354 H), Ibnu Baththoh (387 H), Ibnu Khuzaimah (395 H), ath-Thurtusi (520 H), al-Qurthubi (671 H). Lantas, akankah setelah itu kita percaya dengan ucapan orang yang mengatakan bahwa klasifikasi ini baru dimunculkan oleh Ibnu Taimiyyah pada abad kedelapan Hijriah seperti pernyataan penulis?! Pikirkanlah wahai orang yang berakal!!!
KAKAK SYAIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHHAB
Pada hlm. 34 penulis mengatakan:
Sebaliknya, karena keyakinan menyimpangnya itu, kakaknya yang bersama Sulaiman ibnu Abdil Wahhab mengkritik fahamnya yang nyeleneh dengan begitu pedas, melalui dua bukunya, ash-Shawaiq al-Ilahiyyah fi ar-Raddi ‘ala al-Wahhabiyah dan kitab Fashlu al-Khitab fi ar-Radi ‘ala Muhammad bin Abdil Wahhab. Dua bukunya itu dirasa penting untuk di tulis, melihat adiknya yang sudah jauh menyimpang dari ajaran Islam dan akidah umat secara umum.
Jawaban:
Benar, kami tidak mengingkari bahwa Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahhab, saudara Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab termasuk orang yang menentang dakwah beliau. Namun, ada dua poin yang perlu diperhatikan bersama untuk menanggapi hal ini:
Pertama: Antara Nasab dan Dakwah yang Benar
Kita harus ingat bahwa adanya beberapa kerabat atau keluarga yang menentang dakwah tauhid bukanlah suatu alasan batilnya dakwah yang haq. Tidakkah kita ingat bahwa para nabi, para sahabat, para ahli tauhid, dan sebagainya, ada saja sebagian dari keluarga mereka baik bapak, anak, saudara, atau lainnya yang memusuhi dakwah mereka?! Kisah Nabi Nuh dengan anak dan istrinya, Nabi Ibrahim dan ayahnya, Nabi Muhammad dan pamannya merupakan kisah yang populer di kalangan masyarakat. Apakah semua itu menghalangi kebenaran dakwah tauhid, wahai hamba Alloh?! Sungguh benar sabda Nabi :
“Barang siapa amalnya lambat, maka nasabnya tidak bisa mempercepatnya.”[11]
Kedua: Kembalinya Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahhab
Mayoritas ulama[12] mengatakan bahwa Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahhab telah bertaubat dan menerima dakwah tauhid, sebagaimana disebutkan Ibnu Ghonnam[13], Ibnu Bisyr[14], Syaikh Dr. Muhammad bin Sa’ad as-Syuwa’ir[15], dan sebagainya. Apakah hal ini diketahui oleh musuh-musuh dakwah?! Ataukah kebencian telah mengunci hati mereka?! Alangkah bagusnya apa yang dikatakan oleh Syaikh Mas’ud an-Nadwi, “Termasuk orang yang menentang dakwah beliau (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab) adalah saudaranya sendiri, Sulaiman bin Abdul Wahhab (wafat 1208 H) yang menjadi qadhi di Huraimila’ sebagai pengganti ayahnya. Dia menulis beberapa tulisan berisi bantahan kepada saudaranya, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, yang dipenuhi dengan kebohongan. Dan sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Ghonnam bahwa dia menyelisihi saudaranya hanya karena dengki dan cemburu saja. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab telah menulis bantahan terhadap tulisan-tulisannya, tetapi pada akhirnya Alloh memberinya hidayah, (sehingga dia) bertaubat dan menemui saudaranya di Dar’iyyah pada tahun 1190 H yang disambut baik dan dimuliakan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Ada buku Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahhab yang tercetak dengan judul ash-Showa’iq IIahiyyah fi ar-,Roddi ‘ala Wahhabiyyah. Musuh-musuh tauhid sangat gembira dengan buku ini, namun mereka sangat malu untuk menyebut taubatnya Sulaiman.”[16]
MUHAMMAD BIN ABDUL WAHHAB GEMAR MEMBACA KITAB NABI PALSU?
Pada him. 34 penulis mengatakan:
Selain itu, Ibnu Abdul Wahhab juga gemar membaca berita dan kisah-kisah para pengaku kenabian seperti Musailamah al-Kadzdzab, Sajah, Aswad al’Unsi dan Thulaihah al-Asadi.
Jawaban:
Syaikh Sulaiman bin Sahman berkata membantah tuduhan ini: “lni juga termasuk kebohongan dan kedustaan. Yang benar, beliau gemar membaca kitab-kitab tafsir dan hadits sebagaimana beliau katakan sendiri dalam sebagian jawabannya, ‘Dalam memahami Kitabulloh, kita dibantu dengan membaca kitab-kitab tafsir populer yang banyak beredar, yang paling bagus menurut kami adalah tafsir Muhammad bin Jarir ath-Thobari dan ringkasannya karya Ibnu Katsir asy-Syafi’i, demikian pula al-Baidhowi, aI-Baghowi, Al-Khozin, al-Jalalain, dan sebagainya. Adapun tentang hadits, kita dibantu dengan membaca syarah-syarah hadits seperti syarah al-Qostholani dan al-Asqolani terhadap Shohih al-Bukhori, an-Nawawi terhadap (Shohih) Muslim, al-Munawi terhadap al-jami’ ash-Shoghir, dan kitab-kitab hadits lainnya, khususnya kutub sittah (enam kitab induk hadits) beserta syarahnya, kita juga gemar menelaah seluruh kitab dalam berbagai bidang, ushul dan kaidah, siroh, shorof, nahwu, dan semua ilmu umat’.”[17]
PEMBUNUHAN DAN PENGKAFIRAN
Pada hlm. 61-138 penulis menguraikan panjang lebar bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab melakukan pembunuhan dan pengkafiran terhadap kaum muslimin, termasuk ulama. Inilah yang menjadi inti buku tersebut.
Jawaban:
Demikian penulis artikel memuntahkan isi hatinya tanpa kendali!! Aduhai alangkah murahnya dia mengobral kebohongan dan melempar tuduhan!! Tidakkah dia sedikit takut akan adzab dan mengingat akibat para pendusta yang akan memikul dosa?! Tidakkah dia menyadari bahwa dusta adalah ciri utama orang-orang yang hina?!!
Tuduhan yang satu ini begitu laris-manis tersebar semenjak dahulu hingga kini, padahal Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab sendiri telah menepis tuduhan ini dalam banyak kesempatan. Terlalu panjang kalau saya nukilkan seluruhnya,[18] maka kita cukupkan di sini sebagian saja:
Dalam suratnya kepada penduduk Qoshim, beliau memberikan isyarat terhadap tuduhan musuh bebuyutannya (Ibnu Suhaim), dan berlepas diri dari tuduhan keji yang dilontarkan kepada beliau. Beliau berkata, “Alloh mengetahui bahwa orang tersebut telah menuduhku yang bukan-bukan, bahkan tidak pernah terbetik dalam benakku, di antaranya dia mengatakan bahwasanya aku mengatakan, ‘Manusia sejak 600 tahun silam tidak dalam keislaman, aku mengkafirkan orang yang bertawassul kepada orang-orang sholih, aku mengkafirkan al-Bushiri, aku mengkafirkan orang yang bersumpah dengan selain Alloh….’ Jawabanku terhadap tuduhan ini, ‘Maha Suci Engkau ya Robb kami, sesungguhnya ini kedu¬staan yang amat besar.’”[19]
Demikian juga dalam suratnya kepada Syaikh Abdurrohman as-Suwaidi -salah seorang ulama Irak- mengatakan bahwa semua tuduhan tersebut adalah makar para musuh yang ingin menghalangi dakwah tauhid. Beliau berkata, “Mereka mengerahkan Bala tentaranya yang berkuda dan berjalan kaki untuk memusuhi kami, di antaranya dengan menyebarkan kebohongan yang seharusnya orang berakaI pun malu untuk menceritakannya, apalagi menyebarkannya, salah satunya adalah apa yang Anda sebutkan, yaitu bahwa saya mengkafirkan seluruh manusia kecuali yang mengikuti saya, dan saya menganggap bahwa pernikahan mereka tidak sah. Aduhai, bagaimana bisa haI ini diterima oleh seorang yang berakal sehat? Adakah seorang muslim, kafir, sadar maupun gila sekalipun yang berucap seperti itu?!”[20]
Syaikh Abdulloh bin Muhammad bin Abdul Wahhab membantah tuduhan di atas, “Adapun tuduhan yang didustakan kepada kami dengan tujuan untuk menutupi kebenaran dan menipu manusia bahwa kami mengkafirkan manusia secara umum, manusia yang semasa dengan kami dan orang-orang yang hidup setelah tahun enam ratusan kecuali yang sepaham dengan kami. Berekor dari itu, bahwa kami tidak menerima bai’at seorang kecuali setelah dia mengakui bahwa dirinya dahulu adalah musyrik, demikian pula kedua orang tuanya mati dalam keadaan syirik kepada Alloh … semua ini hanyalah khurofat yang jawaban kami seperti biasanya, ‘Maha Suci Engkau ya Alloh, ini adalah kebohongan yang nyata.’ Barang siapa menceritakan dari kami seperti itu atau menisbatkan kepada kami maka dia telah berdusta dan berbohong tentang kami. Barang siapa menyaksikan keadaan kami dan menghadiri majelis ilmu kami serta bergaul dengan kami, niscaya dia akan mengetahui secara pasti bahwa semua itu adalah tuduhan palsu yang dicetuskan oleh musuh-musuh agama dan saudara-saudara setan untuk melarikan manusia dari ketundukan dan memurnikan tauhid hanya kepada Alloh saja dengan ibadah dan meninggalkan seluruh jenis kesyirikan.”[21]
Syaikh Sulaiman bin Sahman berkata, “Sesungguhnya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab meniti jalan yang ditempuh oleh Nabi para sahabat, dan para imam pendahulu. Beliau tidak mengkafirkan kecuali orang yang telah dikafirkan Allah dan Rosul-Nya dan disepakati kekufurannya oleh umat. Beliau mencintai seluruh ahli Islam dan ulama mereka. Beliau beriman dengan setiap kandungan al-Qur’an dan hadits shohih. Beliau juga melarang keras dari menumpahkan darah kaum muslimin, merampas harta dan kehormatan mereka. Barang siapa menisbatkan kepada beliau hal yang berseberangan dengan Ahli Sunnah wal Jama’ah dari kalangan salaf umat ini maka dia telah dusta serta berkata tanpa dasar ilmu.”[22]
BEKERJA SAMA DENGAN INGGRIS MERONGRONG KEKHOLIFAHAN TURKI UTSMANI
Pada hlm. 120 penulis membuat judul “Wahabi bekerja sama dengan inggris merongrong kekholifahan Turki Utsmani”.
Jawaban:
Demikianlah, mereka tidak memiliki modal dalam dialog ilmiah kecuali hanya tuduhan dan ke-dustaan semata. Semoga Allah merahmati Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah tatkala mengatakan; “Semua bentuk kesyirikan dan beragam corak kebid’ahan dibangun di atas kebohongan dan tuduhan dusta. Oleh karenanya, setiap prang yang semakin jauh dari tauhid dan sunnah, maka dia akan lehih dekat kepada kesyirikan, kebid’ahan, dan kedustaan.”[23] Dan alangkah benarnya ucapan al-Hafizh Ibnul Qoyyim
Janganlah engkau takut akan tipu daya musuh
Karena senjata mereka hanyalah kedustaan[24]
Beberapa sosok setan berwujud manusia dari orang-orang Eropa berpikir tentang akibat yang akan menimpa mereka jika dakwah Muhammad bin Abdul Wahhab yang didukung pemerintahan Su’ud (Saud) pertama memperluas pengaruhnya. Mereka melihat bahwa apa yang dilakukan oleh pemerintah Su’ud akan mengancam kepentingan mereka di kawasan timur secara umum.
Oleh karma itu, tidak ada jalan lain kecuali menghancurkan pemerintahan ini. Mereka pun menempuh berbagai daya dan upaya di dalam menghancurkan dakwah salafiyyah ini, di anta-ranya adalah:
Pertama: Penebaran opini publik di tengah negeri Islam melawan dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Maka bangkitlah para penganut bid’ah dan khurofat memerangi dakwah Syaikh. Mereka adalah golongan mayoritas di saat itu, yang paham quburiyyun, khurofiyyun, bid’ah, dan syirik telah mendarah daging di dalarn hati mereka, bahkan parahnya kesultanan Ustmaniyyah generasi akhir adalah termasuk pemerintahan yang mendukung kesyirikan dan kebid’ahan ini. Ini semua terjadi setelah Inggris dan Francis menyebarkan fatwa yang mereka ambil dari ulama su’ (jahat) yang memfatwakan bahwa apa yang didakwahkan oleh Syaikh al-Imam adalah rusak.[25]
Kedua: Mereka menebarkan fitnah antara gerakan Syaikh al-Imam dengan pemimpin kesul-tanan Utsmaniyyah. Orang-orang Inggris dan Francis menebarkan racun ke dalam pikiran Sultan Mahmud II, bahwa gerakan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab bertujuan untuk memerdekakan jazirah Arab dan memisahkan diri dari kesultanan. Sultan pun merespons dan herupaya memberangus gerakan Syaikh, padahal seharusnya beliau meragukan nasihat dari kaum kuffar ini, lalu meneliti dan melakukan investigasi terhadap berita ini.[26]
Sesungguhnya Inggris dan Francis mulai dari awal telah membenci gerakan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, terlebih setelah pemerintah Alu (KeIuarga) Su’ud beserta orang-orang Qowashim mampu melakukan serangan telak terhadap Armada Inggris pada tahun 1860 M sehingga perairan Teluk berada di bawah kekuasaannya.[27] Sesungguhnya asas-asas Islam yang murni menjadi fondasi dasar pemerintahan Su’ud pertama, dan tujuan utama didirikannya negara ini adalah untuk melawan kejahatan orang-orang asing di kawasan itu.[28]
Sungguh sangat “jauh panggang dari api” apabila dikatakan bahwa Muhammad bin Abdul Wahhab adalah dakwah boneka atau antek-antek Inggris, padahal dengan menyebarnya dakwah yang diberkahi ini ke pelosok dunia lain, melahirkan para pejuang-pejuang Islam. Di India, Syaikh Ahmad Irfan dan para pengikutnya adalah gerakan yang pertama kali membongkar kebobrokan Mirza GhuIam Ahmad al-Qodiyani (pendiri gerakan Ahmadiyah) yang semua orang tahu bahwa Qodiyaniyah ini adalah kepanjangan tangan dari kolonial Inggris. Mereka juga memekikkan jihad memerangi kolonial Inggris saat itu di negeri mereka.[29] Di Indonesia, tercatat ada Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Nan Renceh, Tuanku Nan Gapuk, dan selainnya yang memerangi bid’ah, khurofat, dan maksiat kaum adat sehingga meletuslah Perang Padri, dan mereka semua ini adalah para pejuang Islam yang memerangi kolonialisme Belanda.[30] Belum lagi di Mesir, Sudan, Afrika, dan belahan negeri lainnya, yang mereka semua adalah para pejuang Islam yang membenci kolonialisme kaum kuffar Eropa.”[31]
CIRI KHAS WAHABI CUKUR PLONTOS?
Pada hlm. 139-180 penulis membawakan judul hadits-hadits Rosululloh tentang salafy wahabi, di antaranya pada hlm. 164 penulis mengatakan ciri¬ciri mereka adalah cukur plontos; sehingga pada him. 167 penulis mengatakan:
Ini adalah teks hadits yang sangat jelas tertuju kepada faham Muhammad bin Abdul Wahhab. Semasa hidupnya dahulu, dia telah memerintahkan setiap pengikutnya untuk mencukur habis rambut kepalanya sebelum mengikuti fahamnya.
Jawaban:
Tuduhan ini sangat mentah, tujuan di balik itu sangat jelas, yaitu melarikan manusia dari dakwah yang disebarkan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Aduhai, alangkah beraninya penulis dalam memanipulasi hadits Rosululloh dan menafsirkannya sesuai dengan selera hawa nafsunya semata!! Seperti inikah cara Anda dalam beragumentasi wahai hamba Alloh?!!
Syaikh Abdulloh bin Muhammad bin Abdul Wahhab berkata tatkala membantah tuduhan bahwa ulama dakwah mengkafirkan orang yang tidak mencukur rambut kepalanya, “Sesungguhnya ini adalah kedustaan dan kebohongan tentang kami. Seorang yang beriman kepada Alloh dan hari akhir tidak mungkin melakukan hal ini, sebab kekufuran dan kemurtadan tidaklah terealisasikan kecuali dengan mengingkari perkara-perkara agama yang ma’lum bi dhoruroh (diketahui oleh semua). Jenis-jenis kekufuran baik berupa ucapan maupun perbuatan adalah perkara yang maklum bagi para ahli ilmu. Tidak mencukur rambut kepala bukanlah termasuk di antaranya (kekufuran atau kemurtadan), bahkan kami pun tidak berpendapat bahwa mencukur rambut adalah sunnah, apalagi wajib, apalagi kufur keluar dari Islam bila ditinggalkan.”[32]
NEJED, TEMPAT KELUARNYA TANDUK SETAN
Pada hlm. 151-152 penulis membawakan hadits bahwa sumber fitnah berasal dari Nejed, dan dari Nejed muncul dua tanduk setan, sehingga pada hlm. 156 penulis menukil ucapan Sayyid Alwi al-Haddad bahwa sebagian ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dua tanduk setan itu tiada lain adalah Musailamah al-Kadzdzab dan Muhammad bin Abdul Wahhab.
Jawaban: [33]
Sebenarnya apa yang dilontarkan oleh saudara penulis di atas bukanlah suatu hal yang baru, melainkan hanyalah daur ulang dari para pendahulunya yang mempromosikan kebohongan ini, dari orang-orang yang hatinya disesatkan Alloh. Semuanya berkoar bahwa maksud “Nejed” dalam hadits-hadits di atas adalah Hijaz dan maksud fitnah yang terjadi adalah dakwahnya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab!!!
Kebohongan ini sangat jelas sekali bagi orang yang dikaruniai hidayah ilmu dan diselamatkan dari hawa nafsu, ditinjau dari beberapa segi:
1. Hadits itu saling menafsirkan
Bagi orang yang mau meneliti jalur-jalur hadits ini dan membandingkan lafazh-lafazhnya, niscaya tidak samar lagi bagi dia penafsiran yang benar tentang makna Nejed dalam hadits ini. Dalam lafazh yang dikeluarkan al-Imam ath-Thobroni dalam al-Mu’jam al-Kabir: 12/384 no. 13422 dari jalur Ismail bin Mas’ud dengan sanad hasan: Menceritakan kepada kami Ubaidulloh bin Abdillah bin Aun dari ayahnya dari Nafi’ dari lbnu Umar dengan lafazh:
“Ya Alloh berkahilah kami dalam Syam kami, ya Alloh berkahilah kami dalam Yaman kami.” Beliau mengulanginya beberapa kali, pada ketiga atau keempat kalinya, para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah! Dalam Irak kami?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya di sana terdapat kegoncangan dan fitnah dan di sana pula muncul tanduk setan.”
Syaikh Hakim Muhammad Asyrof menulis buku khusus mengenai hadits ini berjudul Akmal al-Bayan fl Syarhi Hadits Najd Qornu Syaithon. Dalam kitab ini beliau mengumpulkan riwayat¬riwayat hadits ini dan menyebutkan ucapan para ulama ahli hadits, ahli Bahasa, dan ahli geografi, yang pada akhirnya beliau membuat kesimpulan bahwa maksud Nejed dalam hadits ini adalah Irak. Berikut kami nukilkan sebagian ucapannya, “Maksud dari hadits-hadits di muka bahwa negeri-negeri yang terletak di timur kota Madinah Munawwaroh[34] ; adalah sumber fitnah dan kerusakan, markas kekufuran dan penyelewengan, pusat kebid’ahan dan kesesatan. Lihatlah di peta Arab dengan cermat, niscaya akan jelas bagi Anda bahwa negara yang terletak di timur Madinah adalah Irak saja, tepatnya kota Kufah, Bashrah, dan Baghdad.”[35]
Dalam tempat lainnya beliau mengatakan, “Ucapan para pensyarah hadits, ahli Bahasa, dan pakar geografi dapat dikatakan satu kata bahwa Nejed bukanlah nama suatu kota tertentu, namun setiap tanah yang lebih tinggi dari sekitarnya maka ia disebut Nejed.”[36]
2. Sejarah dan fakta
Sejarah dan fakta lapangan membuktikan kebenaran hadits Nabi di atas bahwa Irak adalah sumber fitnah[37] baik yang telah terjadi maupun yang belum terjadi, seperti keluarnya Ya’juj dan Ma’juj, Perang jamaI, Penang Shiffin, fitnah Karbala, tragedi Tatar. Demikian pula munculnya kelompok-kelompok sesat seperti Khowarij yang muncul di kota Haruro’ (kota dekat Kufah), Rofidhoh (hingga sekarang masih kuat), Mu’tazilah, jahmiyyah, dan Qodariyyah, awal munculnya mereka adalah di Irak sebagaimana dalam hadits pertama Shohih Muslim.
3. Antara kota dan penghuninya
Anggaplah seandainya “Nejed” yang dimaksud oleh hadits di atas adalah Nejed Hijaz, tetap saja tidak mendukung keinginan mereka, sebab hadits tersebut hanya mengabarkan terjadinya fitnah di suatu tempat, tidak memvonis perorangan seperti Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Terjadinya fitnah di suatu tempat tidaklah mengharuskan tercelanya setiap orang yang bertempat tinggal di tempat tersebut.
Demikianlah -wahai saudaraku seiman- keterangan para ulama ahli hadits tentang hadits ini, maka cukuplah mereka sebagai sumber tepercaya!
PENUTUP
Demikianlah sekelumit yang dapat kami bahas tentang buku ini. Sebenarnya masih sangat banyak tuduhan-tuduhan dusta dan penyimpangan yang ada dalam buku ini, namun semoga apa yang sudah kami paparkan dapat mewakili lainnya.[38] Kesimpulannya, buku ini harus diwaspadai oleh setiap orang dan sebagai gantinya hendaklah membaca buku-buku yang bermanfaat. Wallohu A’lam
Sumber : Majalah Al-Furqon Edisi 12 Th. ke-10 Rojab 1432 H [Juni-Juli 2011]
————————————
Catatan kaki:
[1] Lihat Syarh Aqidah Imam Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab hlm. 22-24, bahkan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menegaskan dalam aqidah beliau tersebut, “Saya tidak menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat MakhlukNya karena tidak ada yang serupa denganNya.”
[2] Thobaqot Hanabilah Kar. Al-Qodhi Ibnu Abi Ya’la : 1/283-284, Siyar A’lam Nubala’ Kar. Adz-Dzahabi: 3/3293, Manaqib Aimmah Arba’ah kar. Ibnu Abdil Hadi hlm. 121, I’tiqad Imam Syafi’i kar. Al-Hakkari hlm 21.
[3] Mukhtashar Al-‘Uluw hal. 278-279
[4] Syarah Ushul I’tiqad Ahli Sunnal Wal Jama’ah kar. Al-Lalikai 1/204, Dzammul Kalam kar. Al-Harowi: 4/390
[5] Syarah ushul I’tiqad kar. Al-Lalikai: 937, Syarah Aqidah Ath-Thahawiyah kar. Ibnu Abi Izzi Al-Hanafi: 1/85
[6] Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-Abbad menulis sebuah kitab berjudul Al-Qaulus Sadid fir Roddi ‘ala Man Ankaro Taqsima Tauhid (Bantahan Bagus Terhadap Para Pengingkar Pembagian Tauhid) Dalam kitab tersebut, beliau menyebutkan dalil-dalil dan ucapan-ucapan ulama salaf yang menegaskan adanya pembagian tauhid ini dan membantah sebagian kalangan yang mengatakan bahwa pembagian tauhid ini termasuk perkara bid’ah.
[7] Lihat At-Tahdzir min Mukhtashorot Ash-Shobuni fi Tafsir. Hlm 331 –Ar-Rudud- oleh Syaikh Bakr Abu Zaid dan Adhwaul Bayan kar. Imam Asy-Syinqithi: 3/488-493.
[8] Lihat al-Mawahib ar-Rabbaniyyah min al-Ayat al-Qur’aniyyah kar. Syaikh Abdurrohman as-Sa’di him. 60.
[9] Min Kunuz al-Qur’an al-Karim kar. Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad: 1/149
[10] AI-Majmu’ fi Tarjamah Muhaddits Hammad al-Anshari: 2/531
[11] HR. Muslim: 2699
[12] Saya katakan “mayoritas” karena sebagian ulama mengatakan bahwa Syaikh Sulaiman tetap dalam permusuhannya, di antaranya adalah Syaikh Abdulloh al-Bassam dalam Ulama Nejed: 1/305 dan sepertinya Syaikh Abdul Aziz bin Muhammad dalam Da’awi al Munawi’in hlm. 41-42 cenderung menguatkan pendapat ini.
[13] Tarikh Nejed : 1/143
[14] Unwan Majd hlm. 65
[15] Dalam makalahnya “Sulaiman bin Abdul Wahhab Syaikh Muftaro ‘Alaihi” dimuat dalam Majalah Buhuts Islamiyyah, edisi 60/Tahun 1421 H
[16] Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Mushlih Mazhlum hlm. 48-50
[17] Al-Asinnah Al-Haddad hlm. 12-13
[18] Lihat Majmu’ah Muallafat Syaikh: 5/25, 48, 100, 189 dan 3/11. Lihat buku khusus masalah ini berjudul Manhaj Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab fi Takfir – kata pengantar Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-‘Aql
[19] Majmu’ah Muallafat Syaikh : 5/11, 12
[20] Ibid. 5/36
[21] Al-Hadiyyah As-Saniyyah hlm. 40
[22] Al-Asinnah Al-Haddad fi ar-Raddi ‘ala Alwi Al-Haddad hlm. 56-57 secara ringkas
[23] Iqtidho Siroth Mustaqim : 2/281
[24] Al-Kafiyah Asy-Syafiyah no. 198
[25] Lihat ad-Daulah al-Utsmaniyyah kar. Dr Jamal Abdul Hadi hlm. 94 sebagaimana dalam ad-Daulah al-Utsmaniyyah Awamilin wa Asbabis Suquth kar. Dr. Ali Muhammad Ash-Sholabi (terj. Bangkit dan Runtuhnya Daulah Khalifah Utsmaniyyah)
[26] Ibid. hlm. 95
[27] Ibid. hlm. 158
[28] Ibid. hlm. 156
[29] Lihat Al-A’lam Al-Arobi fi tarikh hadits dan Aqidah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab wa Atsaruhu fi Alam Islami karya Dr. Shalih Al-‘Abud
[30] Lihat Pusaka Indonesia Riwayat Hidup Orang-orang Besar Tanah Air oleh Tamar Djaja cet. VI, 1965, Penerbit Bulan Bintang Jakarta, hlm. 339 dst.
[31] Dinukil dari tulisan Al-Ustadz Abu Salma berjudul “Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab di Mata Para Peneyesat Ummat” yang dimuat dalam Majalah Adz-Dzakhiirah Edisi 17, Dzulqa’dah 1426 H.
[32] Ad-Durar As-Saniyyah : 10/275-276 cet. kelima
[33] Disadru dari kitab Al-Iroq Fi Ahadits Wa Atsar Al-Fitan oleh Syaikh Abu Ubaidah Masyhur bin Hasan Al Salman cet. Maktabah Al-Furqon.
[34] “Ungkapan yang populer di kalangan ahli sejarah dan ahli hadits adalah Madinah Nabawiyyah. Adapun menyebutnya dengan Munawwaroh, maka saya belum mengetahuinya kecuali dalam kitab-kitab orang belakangan.” Demikian dikatakan Syaikh Dr. Bakr bin Abdillah Abu Zaid dalam Juz fi Ziyaroh Nisa’ Lil Qubur hlm. 5.
[35] Akmal Bayan hlm 16-17 tahqiq Abdul Qadir As-Sindi, cet. Pertama , Pakistan 1402 H, dari Da’awi al-Munawi’in hlm. 190-191
[36] Ibid. hlm. 21
[37] Oleh karenanya para ulama menjadikan hadit ini sebagai salah satu tanda-tanda kenabian Nabi Muhammad –shallallohu ‘alaihi wa sallam-. Lihat Umdatul Qori kar. Al-‘Aini 24/200 dan Silsilah Ash-Shohihah : 5/655, Takhrij Hadits Fadhoil Syam kar. Al-Albani hlm. 26-27
[38] Bagi anda yang ingin mengetahui bantahan syubhat dan tuduhan secara lebih lengkap, silakan membaca kitab Da’awi al-Munawi’in ‘an Da’wati Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab kar. Dr. Abdul Aziz Abdul Lathif dan buku kami Meluruskan Sejarah Wahhabi cet. Pustaka Al-Furqon