Pertanyaan:
Apa hukum wanita melihat pengajian para masyaikh yang berupa video?
Syaikh Abdullah Al Faqih hafizhahullah menjawab:
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أما بعد
Allah Ta’ala berfirman:
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya” (QS. An Nuur: 31)
Imam Ibnu Katsir menjelaskan makna ayat ini: “Firman Allah Ta’ala (yang artinya) Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya maksudnya terhadap hal-hal yang diharamkan oleh Allah untuk dilihat selain suami-suami mereka. Oleh karena itu banyak para ulama yang berpendapat bahwa wanita tidak diperbolehkan memandang lelaki yang bukan mahram dengan syahwat, demikian juga jika tanpa syahwat hukum asalnya adalah haram. Kebanyakan para ulama berdalil dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan At Tirmidzi yaitu hadits Az Zuhri dari Nabhan, pembantu Ummu Salamah, ia berkata bahwa Ummu Salamah pernah berkata kepadanya:
أنها كانت عند رسول الله صلى الله عليه وسلم وميمونة قالت: فبينما نحن عنده أقبل ابن أم مكتوم فدخل عليه، وذلك بعدما أمرنا بالحجاب، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “احتجبا منه” فقلت يا رسول الله: أليس هو أعمى لا يبصرنا ولا يعرفنا؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “أوعمياوان أنتما؟ ألستما تبصرانه
Ketika itu Ummu Salamah bersama Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan Maimunah, lalu Ibnu Ummi Maktum hendak masuk ke rumah. Itu terjadi setelah kami diperintahkan untuk berhijab (setelah turun ayat hijab). Lalu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berkata: ‘Kalian berdua hendaklah berhijab darinya’. Ummu Salamah berkata: ‘Wahai Rasulullah, bukankan Ibnu Ummi Maktum itu buta tidak melihat kami dan tidak mengenali kami?’. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berkata: ‘Apakah kalian berdua juga buta? Bukankah kalian berdua melihatnya?’ . At Tirmidzi berkata, hadits ini hasan shahih.
Sebagian ulama berpendapat bahwa wanita boleh melihat lelaki non-mahram tanpa syahwat. Sebagaimana hadits yang terdapat dalam Shahih Bukhari bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
جعل ينظر إلى الحبشة وهم يلعبون بحرابهم يوم العيد في المسجد، وعائشة أم المؤمنين تنظر إليهم من ورائه، وهو يسترها منهم حتى ملّت ورجعت
Rasulullah melihat orang-orang Habasyah sedang bermain tombak di masjid pada hari Id. ‘Aisyah Ummul Mu’minin juga melihat mereka dari balik tubuh Rasulullah. Rasulullah pun membentangkan sutrah agar mereka tidak melihat ‘Aisyah, sampai akhirnya ‘Aisyah bosan dan enggan melihat lagi”
[Sampai sini nukilan dari Tafsir Ibni Katsir, 3/375]
Singkat kata, tidak diperbolehkan bagi wanita untuk memandang lelaki yang bukan mahram dengan adanya syahwat, berdasarkan kesepakatan para ulama. Hukumnya haram bagi mereka.
Adapun wanita memandang lelaki yang bukan mahram tanpa syahwat, hukumnya diperselisihkan oleh para ulama. Yang rajih, hukumnya boleh, terlebih jika ada kebutuhan. Termasuk jenis ini (ada kebutuhan), wanita yang ber-istifadah dengan rekaman-rekaman pelajaran dari para masyaikh dalam bentuk video. Walaupun demikian, yang lebih utama adalah tetap menundukkan pandangan ketika sedang mengambil pelajaran dari video tersebut. Mendengarkan suaranya saja sudah cukup, ini dalam rangka menjauh dari hal-hal yang memunculkan syubhat. Wallahu’alam.
Sumber: http://www.islamweb.net/fatwa/ index.php?page=showfatwa&Option =FatwaId&lang=A&Id=7997
Fatwa 2
Pertanyaan:
Apakah hukum wanita memandang laki-laki di televisi atau memandang lelaki secara langsung ketika sedang berada di jalan?
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah menjawab:
Wanita memandang lelaki baik lewat televisi maupun secara langsung, tidak lepas dari dua keadaan berikut:
Memandang dengan syahwat dan memandang dalam rangka bernikmat-nikmat (misalnya menikmati kegantengan lelaki yang dilihat, pent.) ini hukumnya haram karena di dalamnya terdapat kerusakan dan fitnah (bencana).
Sekedar memandang, tanpa adanya syahwat dan bukan ingin bernikmat-nikmat, maka ini tidak mengapa menurut pendapat yang lebih tepat dari para ulama. Hukumnya boleh sebagaimana hadits yang terdapat di Shahihain:
أن عائشة رضي الله عنها كانت تنظر إلى الحبشة وهم يلعبون ، وكان النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يسترها عنهم
“Aisyah Radhiallahu’anha pernah melihat orang-orang Habasyah bermain di masjid dan Nabi Shalallahu’alahi Wasallam membentangkan sutrah agar mereka tidak melihat ‘Aisyah “. Hadits ini menunjukkan bolehnya hal tersebut.
Karena para wanita itu berjalan di pasar-pasar dan melihat para lelaki walaupun mereka berhijab, sehingga mereka bisa melihat para lelaki sedangkan para lelaki tidak bisa melihat mereka. Namun syaratnya, tidak terdapat fitnah dan syahwat. Jika menimbulkan fitnah dan syahwat maka haram, baik lewat televisi maupun secara langsung.
Sumber: Majmu’ Fatawa Mar’ah Muslimah 2/973, dinukil dari http://islamqa.info/ar/ref/ 49038
Fatwa 3
Syaikh Abdul Aziz bin Baaz ketika ditanya hal serupa beliau menjawab:
“Adapun pertanyaan mengenai wanita yang memandang lelaki tanpa syahwat dan tanpa bernikmat-nikmat, sebatas apa yang di atas pusar dan di bawah paha, ini tidak mengapa. Karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mengidzinkan ‘Aisyah melihat orang-orang Habasyah. Karena para wanita itu selalu pergi ke pasar yang di dalamnya ada lelaki dan wanita. Mereka juga shalat di masjid bersama para lelaki sehingga bisa melihat para lelaki. Semua ini hukumnya boleh. Kecuali mengkhususkan diri dalam memandang sehingga terkadang menimbulkan fitnah atau syahwat atau berlezat-lezat, yang demikian barulah terlarang. Adapun pandangan yang sifatnya umum, tanpa syahwat dan tanpa berlezat-lezat tidak khawatir terjadi fitnah, maka tidak mengapa. Sebagaimana engkau tahu para wanita dibolehkan shalat di masjid dan mereka dibiarkan keluar ke pasar-pasar memenuhi kebutuhan mereka”.
Beliau melanjutkan:
“Ini adalah pengecualian dari firman Allah Ta’ala ”
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya” (QS. An Nuur: 31)
Dalam ayat ini Allah Ta’ala berfirman يغضضن من أبصارهن bukan يغضضن أبصارهن . Dan من di sini menunjukkan mereka diminta menundukkan pandangannya namun tidak semuanya”.
Sumber: http://www.binbaz.org.sa/mat/ 11044
Berlapang Dada Menyikapi Perselisihan
Syaikh Abdul Aziz Bin Baaz rahimahullah ketika ditanya mengenai hukum berdakwah lewat televisi, yang tentunya masyaikh dan ustadz yang memberi pelajaran dapat dilihat oleh pemirsa wanita. Berikut sedikit kutipan jawaban beliau: “Dari penjelasan di atas telah diketahui bahwa muncul di televisi dalam rangka berdakwah kepada Allah dan menyebarkan kebenaran, hukumnya diperselisihkan para ulama sesuai dengan perbedaan ilmu, bashirah, dan sisi pandangan yang ada pada mereka. Maka barang siapa yang dilonggarkan dadanya oleh Allah dan diluaskan ilmunya, lalu ia memandang bahwa muncul di televisi untuk menyebarkan kebenaran dan menyampaikan risalah Allah, tidak mengapa baginya. Pahala dan ganjarannya di sisi Allah. Dan bagi yang belum bisa berlapang dada menerimanya, dan menganggapnya sebagai syubhat sehingga tidak berdakwah di televisi, maka kami berharap ia diberi udzur. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
دع ما يريبك إلى ما لا يريبك
“Tinggalkanlah yang meragukanmu dan ambilah yang tidak meragukanmu”
Dan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
البر ما اطمأنت إليه النفس واطمأن إليه القلب
“Kebaikan itu yang membuat hatimu dan jiwamu tenang dalam melakukannya”
Tidak diragukan lagi bahwa munculnya para da’i di televisi adalah salah satu sebab terbesar dalam menyebarkan agama Allah dan membantah penyebar kebatilan. Karena televisi dilihat oleh lelaki dan wanita, yang muslim maupun yang kafir. Hal ini juga membuat ahlul haq menjadi tenang karena orang-orang mengenal wajah orang-orang yang menyebarkan kebenaran dan mengambil manfaat dari yang mereka sampaikan”
Apa hukum wanita melihat pengajian para masyaikh yang berupa video?
Syaikh Abdullah Al Faqih hafizhahullah menjawab:
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أما بعد
Allah Ta’ala berfirman:
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya” (QS. An Nuur: 31)
Imam Ibnu Katsir menjelaskan makna ayat ini: “Firman Allah Ta’ala (yang artinya) Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya maksudnya terhadap hal-hal yang diharamkan oleh Allah untuk dilihat selain suami-suami mereka. Oleh karena itu banyak para ulama yang berpendapat bahwa wanita tidak diperbolehkan memandang lelaki yang bukan mahram dengan syahwat, demikian juga jika tanpa syahwat hukum asalnya adalah haram. Kebanyakan para ulama berdalil dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan At Tirmidzi yaitu hadits Az Zuhri dari Nabhan, pembantu Ummu Salamah, ia berkata bahwa Ummu Salamah pernah berkata kepadanya:
أنها كانت عند رسول الله صلى الله عليه وسلم وميمونة قالت: فبينما نحن عنده أقبل ابن أم مكتوم فدخل عليه، وذلك بعدما أمرنا بالحجاب، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “احتجبا منه” فقلت يا رسول الله: أليس هو أعمى لا يبصرنا ولا يعرفنا؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “أوعمياوان أنتما؟ ألستما تبصرانه
Ketika itu Ummu Salamah bersama Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan Maimunah, lalu Ibnu Ummi Maktum hendak masuk ke rumah. Itu terjadi setelah kami diperintahkan untuk berhijab (setelah turun ayat hijab). Lalu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berkata: ‘Kalian berdua hendaklah berhijab darinya’. Ummu Salamah berkata: ‘Wahai Rasulullah, bukankan Ibnu Ummi Maktum itu buta tidak melihat kami dan tidak mengenali kami?’. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berkata: ‘Apakah kalian berdua juga buta? Bukankah kalian berdua melihatnya?’ . At Tirmidzi berkata, hadits ini hasan shahih.
Sebagian ulama berpendapat bahwa wanita boleh melihat lelaki non-mahram tanpa syahwat. Sebagaimana hadits yang terdapat dalam Shahih Bukhari bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
جعل ينظر إلى الحبشة وهم يلعبون بحرابهم يوم العيد في المسجد، وعائشة أم المؤمنين تنظر إليهم من ورائه، وهو يسترها منهم حتى ملّت ورجعت
Rasulullah melihat orang-orang Habasyah sedang bermain tombak di masjid pada hari Id. ‘Aisyah Ummul Mu’minin juga melihat mereka dari balik tubuh Rasulullah. Rasulullah pun membentangkan sutrah agar mereka tidak melihat ‘Aisyah, sampai akhirnya ‘Aisyah bosan dan enggan melihat lagi”
[Sampai sini nukilan dari Tafsir Ibni Katsir, 3/375]
Singkat kata, tidak diperbolehkan bagi wanita untuk memandang lelaki yang bukan mahram dengan adanya syahwat, berdasarkan kesepakatan para ulama. Hukumnya haram bagi mereka.
Adapun wanita memandang lelaki yang bukan mahram tanpa syahwat, hukumnya diperselisihkan oleh para ulama. Yang rajih, hukumnya boleh, terlebih jika ada kebutuhan. Termasuk jenis ini (ada kebutuhan), wanita yang ber-istifadah dengan rekaman-rekaman pelajaran dari para masyaikh dalam bentuk video. Walaupun demikian, yang lebih utama adalah tetap menundukkan pandangan ketika sedang mengambil pelajaran dari video tersebut. Mendengarkan suaranya saja sudah cukup, ini dalam rangka menjauh dari hal-hal yang memunculkan syubhat. Wallahu’alam.
Sumber: http://www.islamweb.net/fatwa/
Fatwa 2
Pertanyaan:
Apakah hukum wanita memandang laki-laki di televisi atau memandang lelaki secara langsung ketika sedang berada di jalan?
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah menjawab:
Wanita memandang lelaki baik lewat televisi maupun secara langsung, tidak lepas dari dua keadaan berikut:
Memandang dengan syahwat dan memandang dalam rangka bernikmat-nikmat (misalnya menikmati kegantengan lelaki yang dilihat, pent.) ini hukumnya haram karena di dalamnya terdapat kerusakan dan fitnah (bencana).
Sekedar memandang, tanpa adanya syahwat dan bukan ingin bernikmat-nikmat, maka ini tidak mengapa menurut pendapat yang lebih tepat dari para ulama. Hukumnya boleh sebagaimana hadits yang terdapat di Shahihain:
أن عائشة رضي الله عنها كانت تنظر إلى الحبشة وهم يلعبون ، وكان النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يسترها عنهم
“Aisyah Radhiallahu’anha pernah melihat orang-orang Habasyah bermain di masjid dan Nabi Shalallahu’alahi Wasallam membentangkan sutrah agar mereka tidak melihat ‘Aisyah “. Hadits ini menunjukkan bolehnya hal tersebut.
Karena para wanita itu berjalan di pasar-pasar dan melihat para lelaki walaupun mereka berhijab, sehingga mereka bisa melihat para lelaki sedangkan para lelaki tidak bisa melihat mereka. Namun syaratnya, tidak terdapat fitnah dan syahwat. Jika menimbulkan fitnah dan syahwat maka haram, baik lewat televisi maupun secara langsung.
Sumber: Majmu’ Fatawa Mar’ah Muslimah 2/973, dinukil dari http://islamqa.info/ar/ref/
Fatwa 3
Syaikh Abdul Aziz bin Baaz ketika ditanya hal serupa beliau menjawab:
“Adapun pertanyaan mengenai wanita yang memandang lelaki tanpa syahwat dan tanpa bernikmat-nikmat, sebatas apa yang di atas pusar dan di bawah paha, ini tidak mengapa. Karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mengidzinkan ‘Aisyah melihat orang-orang Habasyah. Karena para wanita itu selalu pergi ke pasar yang di dalamnya ada lelaki dan wanita. Mereka juga shalat di masjid bersama para lelaki sehingga bisa melihat para lelaki. Semua ini hukumnya boleh. Kecuali mengkhususkan diri dalam memandang sehingga terkadang menimbulkan fitnah atau syahwat atau berlezat-lezat, yang demikian barulah terlarang. Adapun pandangan yang sifatnya umum, tanpa syahwat dan tanpa berlezat-lezat tidak khawatir terjadi fitnah, maka tidak mengapa. Sebagaimana engkau tahu para wanita dibolehkan shalat di masjid dan mereka dibiarkan keluar ke pasar-pasar memenuhi kebutuhan mereka”.
Beliau melanjutkan:
“Ini adalah pengecualian dari firman Allah Ta’ala ”
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya” (QS. An Nuur: 31)
Dalam ayat ini Allah Ta’ala berfirman يغضضن من أبصارهن bukan يغضضن أبصارهن . Dan من di sini menunjukkan mereka diminta menundukkan pandangannya namun tidak semuanya”.
Sumber: http://www.binbaz.org.sa/mat/
Berlapang Dada Menyikapi Perselisihan
Syaikh Abdul Aziz Bin Baaz rahimahullah ketika ditanya mengenai hukum berdakwah lewat televisi, yang tentunya masyaikh dan ustadz yang memberi pelajaran dapat dilihat oleh pemirsa wanita. Berikut sedikit kutipan jawaban beliau: “Dari penjelasan di atas telah diketahui bahwa muncul di televisi dalam rangka berdakwah kepada Allah dan menyebarkan kebenaran, hukumnya diperselisihkan para ulama sesuai dengan perbedaan ilmu, bashirah, dan sisi pandangan yang ada pada mereka. Maka barang siapa yang dilonggarkan dadanya oleh Allah dan diluaskan ilmunya, lalu ia memandang bahwa muncul di televisi untuk menyebarkan kebenaran dan menyampaikan risalah Allah, tidak mengapa baginya. Pahala dan ganjarannya di sisi Allah. Dan bagi yang belum bisa berlapang dada menerimanya, dan menganggapnya sebagai syubhat sehingga tidak berdakwah di televisi, maka kami berharap ia diberi udzur. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
دع ما يريبك إلى ما لا يريبك
“Tinggalkanlah yang meragukanmu dan ambilah yang tidak meragukanmu”
Dan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
البر ما اطمأنت إليه النفس واطمأن إليه القلب
“Kebaikan itu yang membuat hatimu dan jiwamu tenang dalam melakukannya”
Tidak diragukan lagi bahwa munculnya para da’i di televisi adalah salah satu sebab terbesar dalam menyebarkan agama Allah dan membantah penyebar kebatilan. Karena televisi dilihat oleh lelaki dan wanita, yang muslim maupun yang kafir. Hal ini juga membuat ahlul haq menjadi tenang karena orang-orang mengenal wajah orang-orang yang menyebarkan kebenaran dan mengambil manfaat dari yang mereka sampaikan”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar