Minggu, 26 April 2020

Kebinasaan Diktator

1
Suatu hari; dari Masjid Nabawi yang sederhana, tenang, dan menyejukkan itu; orang-orang Yahudi menyaksikkan dari jarak dekat, apa yang dilakukan oleh Rasulullah.

Begitu tegak saf-safnya. Begitu tunduk wajah-wajahnya; begitu lirih tangisnya. Mengalunlah dari dada Rasulullah, ayat-ayat pertama Surat Al-Baqarah, tentang masa lalu leluhur mereka. Saat anugerah Allah; berupa hadirnya Rasulullah Musa, masihlah mengasuh mereka di gurun pasir yang luas.


2
Kenangan tentang suara Rasulullah, langsung dari jarak dekat, sahabat, bukankah itu pengalaman yang bahkan kita cari-cari dalam mimpi di zaman ini? Lalu hari itu, dari lisan Rasulullah berpendarlah dengan lembut, untaian kisah-kisah:

Tentang mereka yang diselamatkan dari kezaliman Firaun. Tentang mereka yang meminta makanan-makanan pasar saat Manna dan Salwa langsung diturunkan dari langit. Tentang "Kami tak akan beriman padamu, sebelum kami lihat Allah dengan jelas!"

3
Dan bertalu-talu suara Rasulullah, susul menyusul menguraikan hukuman apa yang silih berganti menimpa mereka: tentang Tanah Baitul Maqdis yang diharamkan, tentang sebuah gunung yang diangkat di atas kepala mereka sebagai sumpah, juga tentang petir yang menimpa mereka.

Al-Qur'an, yang menetes seperti hujan di subuh hari dari lisan sang Nabi hari itu, barangkali menyejukkan hati mereka. Akan tetapi kesombongan, kedegilan berpikir, dan tebalnya noda hati, bahkan membuat suara Rasulullah tak mampu menembus palung hati mereka.


4
Dari berulangkali mendengar suara Rasulullah itu, hati mereka belum juga terbuka. Malah mereka berkhianat, dalam perang Ahzab. Mereka mencoba membunuh sang Nabi, dan mempermainkan harga barang-barang pokok di Madinah.

Sahabat. Berturut-turut datang kembali hukuman itu; berupa pengusiran dari Madinah, berupa kebinasaan dalam Perang Khaibar, dan seterusnya.

Al-Qur'an yang engkau dengar sekarang, sedang mengajakmu merenung, tentang pola-pola perulangan masa lalu leluhur dan negerimu.


5
Bahwa di masa lalu negeri ini, sahabat, leluhur kita pernah menzalimi para ulama. Beriringan dengan itu, persekutuan leluhur kita dengan komunis; membawa mereka kedalam kehancuran. Lalu pada gilirannya, berkuasa pula leluhur kita yang lain, dan jatuh dengan sebab yang nyaris sama.

Hancurnya ekonomi. Ketidakpercayaan orang pada simbol-simbol dan kebijakan negara. Dan di saat yang sama, leluhur kita juga mendengarkan Al-Qur'an yang sama, yang didengar oleh kaum Yahudi.


6
Kehendak Rakyat Madinah, pada hari-hari saat kaum Yahudi mendengarkan Al-Qur'an, adalah berduyun-duyun kepada islam. Para pemimpin Yahudi dan pemimpin Munafik merasa; rakyat tidak di pihak sang Nabi.

Bahwa rakyat masih bisa ditipu. Pada saat yang sama, rakyat yang muak, berbondong-bondong mencari ideologi baru yang bisa menolong Madinah dari kehancuran. Dari kebodohan Munafik, dari ketidakadilan pasar Yahudi.

Dan jawaban itu, keadilan itu, mereka temukan dalam islam. Islam, menjadi ideologi baru dalam dada mereka.


8
Bahwa, sahabat, hancurnya sebuah kekuasaan yang mapan, selalu diawali dari ketidakpekaan penguasa, pada isi hati rakyatnya.

Andaipun sang penguasa peka, ada dua kemungkinan. Pertama, sang penguasa akan mengikuti isi hati rakyatnya. Atau kedua, mengatur-atur isi hati dan keinginan rakyatnya.

Di saat itulah, siklus munculnya diktator baru yang akan disusul dengan kehancurannya, akan dimulai.


9
Kediktatoran, adalah saat penguasa telah mengetahui zaman akan berubah, kehendak rakyat tidak di pihaknya, dan segala kebijakannya bertentangan dengan keadilan, akan tetapi ia tetap melawan dan mengabaikan semua kenyataan itu.


Itulah yang dimaksud pula, dalam suatu kesimpulan surat Al-Qamar: semua bangsa yang musnah, diawali dengan sikap "kazzabat", mendustakan peringatan.


10
Di negeri ini, peringatan itu telah nyata. Akibat dana-dana asing yang masuk, sejumlah keseimbangan alam dirusak. Sejumlah korban jiwa jatuh.

Akibat ketidakadilan yang menjadi sahabat dekat kita, rakyat merindukan suatu tatanan baru yang mampu mengembalikan keadilan tegak pada tempatnya.

Dan jawaban itu ternyata ditemui rakyat pada islam. Orang berbondong-bondong mengaji. Berbondong-bondong berpegang pada tiang masjid dan melupakan para pemimpin mereka.

Sebagaimana kehancuran kaum Yahudi dan Kaum Quraisy Makkah, bila sikap pendustaan dan kesombongan itu terus dipertontonkan:


Binasalah. Binasalah kediktatoran itu.