Kamis, 29 Agustus 2013

Menjawab Fitnah Terhadap Ummahatul Mukminin Aisyah

Jawaban dari Fitnah kafiriin tentang Rosulullah menikahi Aisyah sebagai kesalahan!

Telah datang ke meja redaksi beberapa syubhat dari pembaca, isi syubhat tersebut adalah:

"Seorang teman kristen suatu kali bertanya kepada saya, 'Akankah anda menikahkan saudara perempuanmu yang berumur 7 tahun dengan seorang tua berumur 50 tahun?' Saya terdiam.

Dia melanjutkan, 'Jika anda tidak akan melakukannya, bagaimana bisa anda menyetujui pernikahan gadis polos berumur 7 tahun, Aisyah, dengan Nabi anda?' Saya katakan padanya, 'Saya tidak punya jawaban untuk pertanyaan anda pada saat ini.' Teman saya tersenyum dan meninggalkan saya dengan guncangan dalam batin saya akan agama saya.

Kebanyakan muslim menjawab bahwa pernikahan seperti itu diterima masyarakat pada saat itu. Jika tidak, orang-orang akan merasa keberatan dengan pernikahan Nabi Sholallohu `alaihi wa sallam dengan Aisyah ra. 

Bagaimanapun, penjelasan seperti ini menipu orang yang taklid dalam membenarkan pernikiahan ini dan membuat saya tidak puas. Nabi saw merupakan manusia tauladan, semua tindakannya paling patut dicontoh, akan tetapi kita kaum Muslimin termasuk saya tidak berkhayal untuk menikahkan saudari atau putri kita yang berumur 7 tahun dengan orang tua yang berumur 50 tahun. Jika orang tua setuju dengan pernikahan seperti itu, kebanyakan orang, walaupun tidak semuanya, akan memandang rendah terhadap orang tua dan suami tua tersebut.

Rabu, 28 Agustus 2013

Puisi-Puisi Amar Ar-Risalah

Kangen
Itu ada cinta mengambang-ambang di udara—tak kuasa aku menangkapnya—agung sekali cara terbangnya
Hei, bukankah ia berasal dari tetes-tetes airmata yang naik ke langit; dari mereka yang ingin sekali menjumpai-Mu?
Aku kangen, Ya Allah, pada airmata Kita. Agar aku menangis lalu Kau hiburkan, di cahayai tahir sekali
Aku masih boleh kangen, kan, pada-Mu?

Selasa, 27 Agustus 2013

Pertunjukan-Cerpen Amar Ar-Risalah

Ada sosok mayat laki-laki. Masih segar. Habis dibunuh dengan dikeroyok oleh sekelompok orang. orang-orang itu ribut, menentukan siapa yang telah membunuh mayat itu. perseteruan itu demikian seru, mirip sekali perdebatan di ruang-ruang pengadilan. Padahal mereka hanya sekelompok orang yang ingin jadi pembunuh, dan repot menentukan siapa yang menjadi pembunuh utama hingga korban pun tewas. Si Korban adalah orang kurang beruntung yang kebetulan melintas, tapi seperti dikirim oleh Tuhan untuk membuat seseorang menjadi pembunuh, dan waktu itu, gelar pembunuh sangatlah membanggakan.

“Itu korbanku! Jelas, lihat luka di tangannya!” Pembawa Kapak mencoba mengaku. “Darah dari luka itu cukup banyak. Sudah jelas ia mayatku!” Ia ngotot sekali. reputasinya memang sudah sangat besar sebagai Si Kapak Malaikat.

Risalah Amar: Kisah Jatijajar

Sebuah desa permai, Jatijajar namanya, sebagaimana kesederhanaan orang-orang Sunda menamai sebuah tempat dengan ciri yang juga sederhana. Hanya ada tiga ekor kucing dan sepuluh rumah penduduk, sepuluh tahun yang lalu. Alkisah, ketiga kucing ini terus-menerus melahirkan. Kemampuan bunting mereka luar biasa; enam kali setahun dan enam anak setiap melahirkan. Mutan? Tidak diketahui dengan pasti. Yang terjadi berikutnya adalah kepindahan orang-orang Jawa, yang mayoritas dari Wonogiri lalu menetap.

Penduduk asli yang beranak pinak bersimbiosis, dan membentuk pola pemukiman menyusur mengikuti alur jalan raya. Tiga ekor kucing yang tadi, telah menjelma menjadi puluhan kucing jenis baru yang masih bisa dilacak silsilahnya melalui belangnya, tetapi tidak doyan tikus.

Risalah Amar: Menghargai Sesuatu

Hmmh.

Tulisan ini, lagi-lagi Cuma desah-desah keresahan saya. Di akademi Sosmas, saya jadi mengingat-ingat sesuatu, beberapa tahun lalu sebelum bergabung dengan KAMMI. Begini ceritanya:

Seorang teman saya; bukan beragama islam, gemar sekali mempelajari sejarah nasional yang disembunyikan oleh pemerintah. Waktu itu, kami masih sama-sama muda. Dua SMA. Dia orang yang lumayan simpatik; ketika kebanyakan orang-orang islam yang menjadi kawan saya justru acuh tak acuh kepada temannya sendiri, dia justru menjadi sahabat dekat saya dari SMP.

Satu saat, di kelas saya—2 IPA 1—ternyata diisi anak-anak pilihan yang menjadi aktivis sekolah. Tak kurang ketua Basket, Ketua PaskIbra, Ketua Pramuka, dan ini yang unik: dua orang wakil ketua ROHIS bersama dengan seorang Ketua ROHKRIS

Risalah Amar: Berdamailah Dengan Dirimu, Sobat!

Ini curahan hati kepala departemen, yang mesti membina umat dan masyarakat selayaknya kepala desa, tetapi bingung harus mulai dari mana. Rekan-rekan saya harus saya perlakukan, sebagaimana Rasul memperlakukan rekan-rekannya.

Satu hari, kami mengadakan pertemuan. Satu demi satu berkesempatan mengutarakan pemikirannya. Seorang, bimbang. Ia sekarang dikenakan kewajiban membangun sebuah desa antah berantah, yang ia baru kenali beberapa bulan belakangan, namun menghadapi fakta:

Bahwa daerahnya menjadi langganan tawuran pemuda antar gang setiap bulan ramadhan. Menjelang lebaran; teman kita ini sedang menunggu-nunggu datangnya imsak bersama teman-temannya. Biasa, di depan rumah, sambil memperhatikan bapak-bapak yang berjalan menuju masjid.