Kangen
Itu ada cinta mengambang-ambang di udara—tak kuasa
aku menangkapnya—agung sekali cara terbangnya
Hei, bukankah ia
berasal dari tetes-tetes airmata yang naik ke langit; dari mereka yang ingin
sekali menjumpai-Mu?
Aku kangen, Ya Allah, pada airmata Kita. Agar aku
menangis lalu Kau hiburkan, di cahayai tahir sekali
Aku masih boleh
kangen, kan, pada-Mu?
Menikmati Pemandangan
“Ada angin sore yang
senantiasa berbisik. Ada juga rerumputan yang geli sendiri, sebab angin
membelah rambutnya yang halus. Bunga-bunga ilalang. Capung. Daun-daun jatuh.
Ada seorang pria yang
menikmati pemandangan itu; sementara hatinya tak seorangpun tahu
Ia sedang ingin
sendiri
Entahlah; ia terlalu
mudah ditampar cemburu.
Tak seorangpun yakin
pernah mengenalnya; sebagaimana dia akhirnya tak mengenal dirinya sendiri...”
Mantra Bagi Kesuburan Tanah
“Lihatlah, teman; padi yang kita tanam sudah bisa
ditanak; sawah sudah muda kembali
Lagipula, ikan-ikan
kita sudah bisa membedakan: mana daun yang jatuh di muka kolam, atau kasih sayang
yang gemericik di atasnya
Ayo pulang; ayo
pulang. Kita sudah hampir selesai, matahari hampir terbenam
Biarkan malam
menyelesaikan sisanya....”
“Selamat
Malam”
“Malam,” kataku pada
suatu malam.
Engkau mendengarnya seperti doa-doa perpisahan
Ketika akhirnya kita
sama-sama larut; dan malam makin hangat saja berkaca-kaca
Kau lelah?
Aku juga.
Bukankah perjalanan
kita belakangan ini melelahkan, sekaligus sangat membuatku jatuh hati?
Karena Namamu Bunga
Namamu bunga; itu
sebabnya
Mudah sekali tumbuh
di jalan-jalan tajam
Yang aku
tembus-tembusi sepenuh hati
Kita sama-sama
merawatnya sepanjang hari
Sampai hujan musim
kering datang; itu
menjadi ricik di
kedua matamu yang tajam
Yang tajam, dan kita
juga jadi terluka
Tetapi kali ini: lukaku
indah sekali
Ya, kan, Sayang?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar