Rabu, 28 Agustus 2013

Puisi-Puisi Amar Ar-Risalah

Kangen
Itu ada cinta mengambang-ambang di udara—tak kuasa aku menangkapnya—agung sekali cara terbangnya
Hei, bukankah ia berasal dari tetes-tetes airmata yang naik ke langit; dari mereka yang ingin sekali menjumpai-Mu?
Aku kangen, Ya Allah, pada airmata Kita. Agar aku menangis lalu Kau hiburkan, di cahayai tahir sekali
Aku masih boleh kangen, kan, pada-Mu?


Menikmati Pemandangan

“Ada angin sore yang senantiasa berbisik. Ada juga rerumputan yang geli sendiri, sebab angin membelah rambutnya yang halus. Bunga-bunga ilalang. Capung. Daun-daun jatuh.
Ada seorang pria yang menikmati pemandangan itu; sementara hatinya tak seorangpun tahu
Ia sedang ingin sendiri
Entahlah; ia terlalu mudah ditampar cemburu.
Tak seorangpun yakin pernah mengenalnya; sebagaimana dia akhirnya tak mengenal dirinya sendiri...”







Mantra Bagi Kesuburan Tanah

“Lihatlah, teman; padi yang kita tanam sudah bisa ditanak; sawah sudah muda kembali
Lagipula, ikan-ikan kita sudah bisa membedakan: mana daun yang jatuh di muka kolam, atau kasih sayang yang gemericik di atasnya
Ayo pulang; ayo pulang. Kita sudah hampir selesai, matahari hampir terbenam
Biarkan malam menyelesaikan sisanya....”



          “Selamat Malam”
“Malam,” kataku pada suatu malam.
Engkau mendengarnya seperti doa-doa perpisahan
Ketika akhirnya kita sama-sama larut; dan malam makin hangat saja berkaca-kaca
Kau lelah?
Aku juga.
Bukankah perjalanan kita belakangan ini melelahkan, sekaligus sangat membuatku jatuh hati?





Karena Namamu Bunga


Namamu bunga; itu sebabnya
Mudah sekali tumbuh di jalan-jalan tajam
Yang aku tembus-tembusi sepenuh hati

Kita sama-sama merawatnya sepanjang hari
Sampai hujan musim kering datang; itu
menjadi ricik di kedua matamu yang tajam
Yang tajam, dan kita juga jadi terluka
Tetapi kali ini: lukaku indah sekali

Ya, kan, Sayang?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar