Jumat, 14 Juli 2023

Resensi: QUEER MENAFSIR: TEOLOGI ISLAM UNTUK RAGAM KETUBUHAN



Judul Buku : Queer Menafsir: Teologi Islam Untuk Ragam Ketubuhan

Pengarang : Amar Alfikar

Penerbit : Gading

Tahun terbit : 2023

Tebal : xiv + 488 halaman 

QRCBN : 62-1359-4583-069


saat ini, penyebaran ideologi pro-LGBTQ mulai berani terang-terangan. Salah satunya, diwujudkan di ranah literasi. Mereka dan para pendukungnya terus berusaha menyajikan bahan literasi yang seakan ilmiah. Salah satunya, ditulis oleh Amar Alfikar, seorang trans yang berasal dari lingkungan pesantren.


Amar Alfikar, untuk sekilas diketahui, terlahir sebagai perempuan, namun bertukar identitas menjadi seorang lelaki dan kini sudah berkeluarga. Di tengah tajamnya perdebatan pro-kontra LGBT, dia menulis buku ini, yang judul utamanya adalah Queer Menafsir. 


Bahasan buku ini dimulai dari kisah Amar Alfikar yang mengenang pembelajarannya dulu di keluarga maupun di pondok pesantren, yang menurutnya amat berat dan tidak memberikannya kebebasan. Lalu, ia teringat kalimat Basmalah yang mengandung nama Ar-Rahim dan Ar-Rahman.


Menurutnya, sifat Ar-Rahim dan Ar-Rahman itulah yang harus jadi dasar dari sikap cinta kasih kepada sesama manusia, termasuk kepada kalangan transpuan dan Queer. Sebab, Allah Ar-Rahman berarti, yang Maha Penyayang dan tidak mendiskreditkan manusia hanya karena orientasi seksualnya berbeda.


Queer sendiri, dalam buku ini, dalam konteks keterasingan atau terdiskriminasinya, disamakan oleh Amar Alfikar dengan kata Ghuraba atau Yang Asing. Hadits Ghuraba yang dipakainya ini, menurutnya juga bisa dilekatkan dalam konteks Queer.


Sekilas, kalau kita baca buku ini, kita akan angguk-anggukkan kepala. Sekilas Islam mengakomodasi kalangan LGBT. Sekilas benar bahwa umat Islam menolak LGBT hanya karena salah paham kepada agamanya sendiri.


Kelemahan terbesar buku ini justru terletak pada, cara penulis untuk melakukan tafsir itu sendiri. Tafsir ayat dan hadits dalam buku ini sangat-sangat serampangan. Penulis tak ragu mencatut, misalnya kitab Al-Ibriz karya KH. Bishri Musthafa untuk membenarkan klaim penerimaan LGBT dalam Islam.


Akan tetapi, justru ironisnya mengabaikan tafsir KH. Bishri sendiri terhadap surat Hud mengenai kisah Nabi Luth ‘alaihissalam, yang mana, sikap KH. Bishri sangat tegas menolak. Ini hanya satu contoh kecil dari kitab tafsir ulama Nusantara. 


Kekacauan lain kita temukan pada tafsir Queer yang diasosiasikan dengan Ghuraba. Queer, berarti “aneh” atau “asing”, dan seringkali mengandung arti “keanehan yang dijauhi orang”. Di masa sekarang, Queer dikatakan juga untuk kelompok orang yang orientasi seksualnya tidak hetero, tetapi homoseksual atau yang memilih membedakan kelaminnya sendiri dari penjenisan lelaki dan perempuan.


Karena “keasingan” inilah, Amar Alfikar menganggap Queer juga adalah yang dimaksud dalam hadits:


“Agama ini bermula dalam keadaan asing, dan kembali dalam keadaan asing pula, maka beruntunglah orang-orang yang asing (Ghuraba)!” 


Padahal, hadits dari Nabi Muhammad ﷺ itu tidak berarti membenarkan pelaku penyimpangan. Bahkan ada sebuah hadits yang tegas sekali mengusir kaum banci dari rumah. Begitu juga dengan ayat-ayat yang berkisah tentang perbuatan kaum Luth dan dosa fakhisyah. 


Saya rasa, kekacauan buku ini tak perlu saya terangkan lebih lanjut. Cukuplah saja dibaca sebagai literasi memahami kaum LGBTQ, dan bagaimana mereka mencoba untuk mempengaruhi umat Islam. Kedepan, saya hanya akan--insyaa Allah--membantah argumen kaum ini terlepas dari tulisan Amar Alfikar.