Minggu, 26 Agustus 2012

Ramadhan Tahun Lalu


Dan dari Ramadhan tahun kemarin aku sungguh berubah
Aku adalah kelinci putih yang lembut, disentuh anak-anak manja dan Kamu senantasa mengangkatku jika aku mendekati bahaya
Tak bersuara
Sekarang aku serigala, yang menerkam kamu, orang tua, teman-teman, dan tak luput ternyata diterkam masa lalu
Berbulu anjing liar yang hitam, lalu mulutnya menganga-nganga kehilangan api sebagai mangsa
Mataku jadi tajam seperti pisau lalu menembus jauh kedalam hatimu
Aku dikejar-kejar masa lalu seperti anak yang dikejar tank, tetapi tak urung terlindas juga oleh putaran roda-roda baja
Lalu tubuhku berhamburan, darahku memerahkan apa saja yang ada di sekelilingmu
Lalu membeku dan menghitamkan ingatan-ingatan
Ramadhan tahun ini aku menjadi mangsa malam hari yang menyudutkan aku pada emperan toko-toko
Pada beranda-beranda kelas kampus yang lugu
Pada angin-angin malamyang menerbangkan sisa kata-kata yang tak sempat kusampaikan kepadamu, ketika akhirnya kamu
Yakin bahwa aku psiko dan aku juga mulai percaya bahwa kamu
Tak sepenuhnya bersalah
Aku tak ingin menyakitimu, maka hasrat yang mendalam menjadi pemangsa buat setiap jengkal tubuhku
Dan menyakiti tubuhku sendiri tetapi
Aku menahannya, agar rasa sakitnya teralihkan menjadi rasa sakit fisik yang biasa terjadi ketika
Kita baru terjatuh dari tempat yang tinggi
Amarah pelan-pelan meminta persembahan
Dan aku tenggelam di dalamnya
Menjadi hilang ingatan
Dan orang-orang yang dulu ku kenal menjadi hilang ingatan pula tentang aku
Jadi, jangan maafkan aku
Tetapi maafkanlah dirimu sendiri yang tidak kuasa memaafkan aku
Akupun berusaha memaafkan diriku sendiri
Ketika mata ramai-ramai menghujatku sebagai penjahat yang merobek-robek lukamu
Menghujatku sebagai orang yang tidak punya agama tetapi mendalami naskah agama-agama dan Tuhan sebagai teori
Ramadhan tahun lalu kamu berbicara padaku dengan senang hati, seperti datangnya idul fitri yang lebih dari cukup untuk memekarkan bunga-bunga yang kita tanam bersama
Jika Tuhan mau, tentu ia tidak pernah memiliki tawa dan tangis yang sama pada tahun-tahun yang telah lewat, pada mata yang lewat
“percakapan terputus, mungkin sang penyair  kehabisan kata sebab ia sebetulnya masih bertanya-tanya tentang masa depannya sendiri”

JOGJAKARTA 3





















Jogjakarta 2





















sisi lain Jogjakarta