Selasa, 27 Agustus 2013

Risalah Amar: Menghargai Sesuatu

Hmmh.

Tulisan ini, lagi-lagi Cuma desah-desah keresahan saya. Di akademi Sosmas, saya jadi mengingat-ingat sesuatu, beberapa tahun lalu sebelum bergabung dengan KAMMI. Begini ceritanya:

Seorang teman saya; bukan beragama islam, gemar sekali mempelajari sejarah nasional yang disembunyikan oleh pemerintah. Waktu itu, kami masih sama-sama muda. Dua SMA. Dia orang yang lumayan simpatik; ketika kebanyakan orang-orang islam yang menjadi kawan saya justru acuh tak acuh kepada temannya sendiri, dia justru menjadi sahabat dekat saya dari SMP.

Satu saat, di kelas saya—2 IPA 1—ternyata diisi anak-anak pilihan yang menjadi aktivis sekolah. Tak kurang ketua Basket, Ketua PaskIbra, Ketua Pramuka, dan ini yang unik: dua orang wakil ketua ROHIS bersama dengan seorang Ketua ROHKRIS
.

Sebuah simbiosis yang unik terjadi. Si ketua Basket, bersama Ketua Kelompok Ilmiah Remaja, dan dua orang Wakil Ketua Rohis bersama ketua Rohkris tadi, membentuk satu kelompok belajar di kelas. Ya, jabatan mereka memungkinkan kelompok belajar itu menjadi kelompok impian yang ditakuti setiap kelompok belajar lain di sekolah.

Si dua wakil ketua Rohis tadi, memiliki keahlian utama bahasa, dan sisanya, melengkapi: Fisika, Matematika, dan lain-lain. Si Ketua Rohkris, mewakili keahlian eksakta. Mereka, ber enam, selalu bersama kemanapun perginya. Mereka selalu bersama, apapun materi yang diajarkan gurunya.

Sampai satu ketika, kawan saya yang non islam itu—notabene bawahan si ketua Rohkris—membuat catatan tentang sejarah G 30 S PKI. Salah satu kontennya, mengatakan bahwa islam hendak mengambil kekuasaan di saat situasi panik yang terjadi. Si non islam ini juga mendiami kelas yang sama. Catatannya sendiri dibuat di Facebook.

Satu diantara dua wakil ketua Rohis tadi, berang. Ia memang mudah panas dan gegabah mengambil tindakan.  Mulailah adu komentar di Facebook berlangsung, dan saya sendiri—sesuai kebiasaan saya yang mengawasi tanpa di ketahui—mulai curiga. Komentar sahabat non islam ini mulai intelek, dan tak mungkin berasal dari siswa SMA.

Tuduhan-tuduhan yang asing bagi siswa, diantaranya: Muhammad pedofil, penjahat Arab, tukang perang, dan pemelintiran ayat yang bahkan umat islam sendiri awam terhadapnya. Saya mengingatkan si Wakil ketua Rohis ini, agar diam dan tak menghentikan perdebatan, karena ini terjadi di wall mereka berdua.

Saya membawa si wakil ketua Rohis ini ke rumah wakil kepala sekolah, yang juga seorang ulama setempat. Tak diduga, si wakil ketua Rohis telah bertindak sedemikian jauh; ia menghubungi aktivis kristologi yang tersembunyi dan memang bergerak di bawah tanah di dekat sekolah. Ternyata, desa tempat saya bersekolah, telah memiliki jaringan anti pemurtadan rahasia. Lebih jauh lagi, mereka sudah mengamati gerakan kedua teman saya ini di dunia maya.

Mulai dari situ, saya menjalin hubungan dengan mereka, meski tak menjadi bagian dari mereka. Saya hanya informan. Dan kalau mau tahu, sayalah satu diantara dua wakil ketua rohis tadi. Yah.... selayang pandang, sepertinya tulisan ini ringan sekali. sebatas ingatan yang melayang-layang ke masa lalu.

Tapi, satu hal: saya mengambil ibrah bahwa pergerakan kristenisasi itu benar ada dan nyata, serta terorganisir dengan baik. Bagaimana dengan pengalaman antum sekalian?

Kristenisasi bisa ditangkal dengan mudah; bukan dengan mengetahui ajaran palsu mereka. Tetapi, memberi pemahaman masyarakat dan dengan bahasa masyarakat pula. Inilah kenapa sosmas bergerak sangat rahasia, dan tak ada bedanya dengan masyarakat. Ia menjadi bagian integral di dalam masyarakat.

Sudahkah antum berpikir; berapa banyak masjid di kelurahan antum? Apakah semuanya terhubung secara program, atau masih bermusuh-musuhan? Adakah disana madrasah, atau islamic centre yang berfungsi sebagai penangkal garis depan, serta gerakan rahasia yang berfungsi sebagai tim datlit masyarakat?

Seperti; mata-mata dibawah Ashim Ibn Tsabit yang dikirim untuk menyelidiki kegiatan Quraisy, atau Hudzaifah Ibn Yaman yang dikirim ke tengah pasukan Ahzab?

Yah...

Lagi-lagi, sepertinya kita harus merenung lebih banyak...

Kita terlalu asing dari masyarakat. Jauh dalam lubuk hatinya, masyarakat rindu sosok-sosok berbaju putih yang senantiasa menggumamkan qur’an, dan menjadi sarana mereka mengenal Allah.


Mudah-mudahan Sosmas bisa melengkapi fungsi ini di masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar