Hmmh.
Tulisan ini, lagi-lagi
Cuma desah-desah keresahan saya. Di akademi Sosmas, saya jadi mengingat-ingat
sesuatu, beberapa tahun lalu sebelum bergabung dengan KAMMI. Begini ceritanya:
Seorang teman saya; bukan
beragama islam, gemar sekali mempelajari sejarah nasional yang disembunyikan
oleh pemerintah. Waktu itu, kami masih sama-sama muda. Dua SMA. Dia orang yang
lumayan simpatik; ketika kebanyakan orang-orang islam yang menjadi kawan saya
justru acuh tak acuh kepada temannya sendiri, dia justru menjadi sahabat dekat
saya dari SMP.
Satu saat, di kelas
saya—2 IPA 1—ternyata diisi anak-anak pilihan yang menjadi aktivis sekolah. Tak
kurang ketua Basket, Ketua PaskIbra, Ketua Pramuka, dan ini yang unik: dua orang
wakil ketua ROHIS bersama dengan seorang Ketua ROHKRIS
.
.
Sebuah simbiosis yang
unik terjadi. Si ketua Basket, bersama Ketua Kelompok Ilmiah Remaja, dan dua
orang Wakil Ketua Rohis bersama ketua Rohkris tadi, membentuk satu kelompok belajar
di kelas. Ya, jabatan mereka memungkinkan kelompok belajar itu menjadi kelompok
impian yang ditakuti setiap kelompok belajar lain di sekolah.
Si dua wakil ketua Rohis
tadi, memiliki keahlian utama bahasa, dan sisanya, melengkapi: Fisika,
Matematika, dan lain-lain. Si Ketua Rohkris, mewakili keahlian eksakta. Mereka,
ber enam, selalu bersama kemanapun perginya. Mereka selalu bersama, apapun
materi yang diajarkan gurunya.
Sampai satu ketika, kawan
saya yang non islam itu—notabene bawahan si ketua Rohkris—membuat catatan
tentang sejarah G 30 S PKI. Salah satu kontennya, mengatakan bahwa islam hendak
mengambil kekuasaan di saat situasi panik yang terjadi. Si non islam ini juga
mendiami kelas yang sama. Catatannya sendiri dibuat di Facebook.
Satu diantara dua wakil ketua Rohis tadi, berang. Ia
memang mudah panas dan gegabah mengambil tindakan. Mulailah adu komentar di Facebook
berlangsung, dan saya sendiri—sesuai kebiasaan saya yang mengawasi tanpa di
ketahui—mulai curiga. Komentar sahabat non islam ini mulai intelek, dan tak
mungkin berasal dari siswa SMA.
Tuduhan-tuduhan yang
asing bagi siswa, diantaranya: Muhammad pedofil, penjahat Arab, tukang perang,
dan pemelintiran ayat yang bahkan umat islam sendiri awam terhadapnya. Saya
mengingatkan si Wakil ketua Rohis ini, agar diam dan tak menghentikan
perdebatan, karena ini terjadi di wall mereka berdua.
Saya membawa si wakil
ketua Rohis ini ke rumah wakil kepala sekolah, yang juga seorang ulama
setempat. Tak diduga, si wakil ketua Rohis telah bertindak sedemikian jauh; ia
menghubungi aktivis kristologi yang tersembunyi dan memang bergerak di bawah
tanah di dekat sekolah. Ternyata, desa tempat saya bersekolah, telah memiliki
jaringan anti pemurtadan rahasia. Lebih jauh lagi, mereka sudah mengamati
gerakan kedua teman saya ini di dunia maya.
Mulai dari situ, saya
menjalin hubungan dengan mereka, meski tak menjadi bagian dari mereka. Saya
hanya informan. Dan kalau mau tahu, sayalah satu diantara dua wakil ketua rohis
tadi. Yah.... selayang pandang, sepertinya tulisan ini ringan sekali. sebatas
ingatan yang melayang-layang ke masa lalu.
Tapi, satu hal: saya
mengambil ibrah bahwa pergerakan kristenisasi itu benar ada dan nyata, serta
terorganisir dengan baik. Bagaimana dengan pengalaman antum sekalian?
Kristenisasi bisa
ditangkal dengan mudah; bukan dengan mengetahui ajaran palsu mereka. Tetapi,
memberi pemahaman masyarakat dan dengan bahasa masyarakat pula. Inilah kenapa
sosmas bergerak sangat rahasia, dan tak ada bedanya dengan masyarakat. Ia
menjadi bagian integral di dalam masyarakat.
Sudahkah antum berpikir;
berapa banyak masjid di kelurahan antum? Apakah semuanya terhubung secara
program, atau masih bermusuh-musuhan? Adakah disana madrasah, atau islamic
centre yang berfungsi sebagai penangkal garis depan, serta gerakan rahasia yang
berfungsi sebagai tim datlit masyarakat?
Seperti; mata-mata
dibawah Ashim Ibn Tsabit yang dikirim untuk menyelidiki kegiatan Quraisy, atau
Hudzaifah Ibn Yaman yang dikirim ke tengah pasukan Ahzab?
Yah...
Lagi-lagi, sepertinya
kita harus merenung lebih banyak...
Kita terlalu asing dari
masyarakat. Jauh dalam lubuk hatinya, masyarakat rindu sosok-sosok berbaju
putih yang senantiasa menggumamkan qur’an, dan menjadi sarana mereka mengenal
Allah.
Mudah-mudahan Sosmas bisa
melengkapi fungsi ini di masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar