“Beruntunglah orang-orang yang terasing,”. Kata Rasulullah suatu hari.
Seseorang bertanya : “Siapakah orang-orang yang terasing itu ya Rasulullah ?"
“Orang-orang shalih yang berada di antara orang-orang jahat yang jumlahnya banyak sekali..."
Beribu tahun setelah Sayyidina Rasulullah wafat, kemudian berhimpunlah orang-orang asing itu. Sebagian di antaranya masih menyerukan islam sebagai solusi. Sebagian yang lain menegakkan ajaran-ajaran sunnah yang mulai ditinggalkan.
Kisah Rasulullah yang dilempari batu penduduk Thaif. Kisah Abubakar berjalan kaki mengiringi pasukan perang. Kisah Umar yang membantu seorang ibu melahirkan tanpa ada yang mengenalnya.
Dan satu hal, mereka pasti berada dalam kepungan orang-orang jahat yang jumlahnya banyak sekali.
"Yang menentang mereka lebih banyak dibandingkan yang mengikuti ”, jawab Rasulullah lagi.
“Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang menggenggam bara api...." terang Rasul di lain waktu.
Ketika mayoritas orang menganggap kesesatan berpikir adalah kenyataan, dan kemudian, para ulama dianggap sebagai lelucon stand-up semata.
Bahagialah mereka yang beragama dengan rasa sakit, mereka yang memegang teguh kebenaran dan tidak takut ucapan ekstremitas dan radikal.
Berbahagialah mereka yang memenuhi masjid-masjid dengan lingkaran kecil.
berbahagialah mereka yang mengenal Imam Ahmad, Ibnu Qayyim, Ibnu Taimiyan..
Berbahagialah mereka yang berhijab panjang, berkaus kaki di manapun berada, dan memilih tidak menyentuh lawan jenis sedikitpun.
Berbahagialah mereka yang membaca Al-Quran,ketika sisanya memilih membaca studi kritis HAM, feminisme, atau sekularisme...
Ada orang yang masih memenuhi masjid-masjid, menyerukan takbir di jalan-jalan, mencoba menegur penguasa dengan santun maupun di medan aksi, dan bergabung kedalam saf-saf orang yang masih berjuang menegakkan agamanya.
Dan keterasingan itu, nikmat sekali...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar