Penduduk Makkah, yang adalah kerabat beliau, mengusirnya. Perjalanan terasa berat. Kota Thaif, yang terletak tak jauh dari Makkah, menjadi harapan Rasulullah.
Akan tetapi, sesampainya di sana, penduduk melempari Rasulullah dengan batu. Tidak hanya melalui umpatan, bahkan anak-anak kecil di sana disuruh orang tuanya melempari Rasul.
Hati Rasulullah demikian sedih dan bingung, "Ya Allah, aku mengadukan kepada-Mu lemahnya kekuatanku dan sedikitnya daya upayaku pada pandangan manusia..."
Ini tercatat sebagai, salah satu adegan terberat dalam dakwah Rasulullah sebelum hijrah:
"kepada siapakah Engkau serahkan diriku? Kepada musuh yang menghinaku ataukah kepada keluarga yang Engkau berikan kepadanya urusanku..."
setelah beberapa lama, turunlah malaikat penjaga gunung, yang menawarkan apakah ditimpakan saja gunung pada kaum tersebut?
"Tidak," jawab Rasulullah. "Aku berharap mudah-mudahan Allah berkenan memunculkan dari keturunan mereka orang yang akan menyembah Allah...."
Bertahun kemudian, sifat pemaaf Rasulullah ini kembali terulang: ketika dalam perang Uhud, wajah beliau terluka. Dan beliau berkata:
"Bagaimana bisa beruntung nasib kaum yang melukai wajah nabi mereka?"
Kemudian, Rasul berkata: "Ya Allah! Ampunilah kaumku, mereka hanya belum mengerti..."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar