Rabu, 25 April 2012

Jagalah Makanan Anda Dari Keharaman!

assalamu'alaikum wr wb.
mau tanya perihal makanan yg diharamkan salah satunya BANGKAI. Apakah semua bangkai itu haram. kalau iya bagaimana dg bangkai IKAN? mohon pencerahannya.
· · · 6 jam yang lalu melalui seluler

    • Gene Netto Wa alaikum salam.
      Untuk ikan dari laut, dan sungai, maka statusnya adalah halal, termasuk bangkainya. Jadi ikan automatis halal, dan tidak perlu dipotong lehernya untuk menjadi halal. Bangkainya sudah halal.
      Bangkai yang diharamkan adalah bangkai dari binatang yang berdarah, dan bisa dipotong saluran darah di lehernya sehingga menjadi halal. Jadi ayam, kambing, sapi, kelinci, rusa, dll harus disembelih untuk menjadi halal. Kalau ditemukan dalam keadaan sudah wafat (bangkai) karena mati kemarin maka sudah menjadi haram. Bisa jadi kematian karena penyakit, atau alasan yang lain. Tetapi kalau tidak bisa dipotong lehernya untuk mengeluarkan darah (karena minum darah diharamkan), maka bangkai itu sudah haram untuk dimakan.
      Beda dengan belalang. Kalau belalang memang tidak bisa disembelih. Jadi kalau ditangkap dengan niat mau dimakan, maka bangkainya sudah halal (karena tidak bisa dipotong lehernya). Tetapi belalang juga bisa menjadi haram kalau menjijikkan. Jadi apa saja yang menjijikkan (secara pribadi, perorangan) maka itu juga haram. Tapi kalau merasa tidak jijik, maka boleh dimakan dan tidak haram.
    • Agus Budi brarti ada penjelasan lanjutan mengenai BANGKAI di dalam alQuran. sebab ada slh satu ayat yg hanya menjelaskan spt ini intinya ALLAH MENGHARAMKAN BANGKAI, DARAH, DAGING BABI DAN APA YG DISEMBELIH TANPA MENYEBUT ASMANYA. mohon penjelasan ayat tsb.
      5 jam yang lalu melalui seluler ·
    • Gene Netto Iya, bangkai yang diharamkan adalah yang saya jelaskan di atas. Bangkai dari binatang yang punya nadi leher yang wajib dipotong untuk menjadi halal. Jadi bangkai ikan tidak termasuk istilah "bangkai" itu.
      Tafsir terhadap ayat Al Quran dan hadiths tidak boleh dilakukan dengan cara membaca teks sendiri, lalu merasa sudah paham. Harus dipelajari secara dalam, dan dicek hubungannya antara ayat yang satu dengan ayat dan hadiths yang lain, ajaran islam, prinsip2 dalam hukum fiqih dan tafsir, dsb.
      Jadi tidak cukup "membaca" lalu sudah pasti paham. "Membunuh orang kafir" bisa dicopot dari konteks dan menjadi "izin membunuh". Tetapi kalau mengerti agama, maka tidak boleh melakukan itu, karena ada konteks yang spesifik, dan bukan izin universal untuk membunuh semua orang non-Muslim.
      Jadi baca satu katapun, bisa terjadi ada beberapa pengertian dan penjelasan yang berbeda. Tidak cukup membaca terjemahan saja lalu merasa sudah pasti paham dengan benar.
    • Denisatriani Theowner Ofcyberkoi Bang Gene Netto - kira2 bagaimanakah hukum penyembelihan hewan, misalkan ayam yg secara masal di sembelih dng menggunakan mesin potong secara bersamaan..? syukron
    • Gene Netto Ada perbedaan pendapat. Yang lebih konservatif merasa setiap binatang harus disembelih secara sendirian dan terpisah, dengan membaca doa setiap kali. Jadi kalau di dalam pabrik besar, harus membaca doa ratusan ribu kali dalam sehari untuk potong ratusan ribu ayam. Landasannya adalah di zaman Nabi, setiap binatang dibacakan doa dan dipotong secara terpisah, jadi tidak ada contoh satu kali berdoa untuk jumlah binatang yang banyak, jadi dianggap tidak halal (tidak dipotong secara benar) kalau dilakukan secara bersamaan, dan harus terpisah.
      Tapi dalam pendapat yang lebih moderat, boleh dibaca satu kali doa untuk semua binatang lalu dipotong oleh mesin. Jadi cukup satu kali berdoa pada saat mesin dinyalakan. Dan itu dilandasi dengan prinsip bahwa Allah tidak menghendaki Islam menjadi sulit bagi kita. Dan juga karena konteks dari zaman Nabi sudah berubah. Sekarang, pabrik besar bisa memotong ratusan ribu ekor ayam dalam satu hari, dan tidak mungkin dilakukan secara terpisah (oleh orang) karena biaya untuk gaji mereka akan menjadikan ayam sangat mahal, jadi tidak mungkin secara ekonomi.
      Prof. Dr. Ali Mustafa Yaqub (Imam Besar Masjid Istiqlal) dalam tesis PhD-nya setuju dengan pendapat kedua, yang diterbitkan dalam bukunya “Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat Dan Kosmetika Dalam Perspektif Al Qur`An Dan Hadis”.
      Saat membahas isi tesis (yang menjadi buku), para guru Dr. Ali Mustafa Yaqub juga pecah pendapatnya, dengan ada pendapat yang mendukung hukum boleh baca satu doa dan disembelih oleh mesin secara massal, dan ada guru lain yang berprotes dan mengatakan haram kalau dilakukan begitu, karena tidak dicontohkan oleh Nabi dan harus dibacakan doa masing2 dan dipotong oleh manusia satu per satu, berapapun jumlahnya.
    • Denisatriani Theowner Ofcyberkoi Ane tambah lg dikit ya Bang Gene Netto, bila salah mohon koreksinya... hehehehehe..... BERBUAT BAIK DALAM SEGALA URUSAN

      عن أبي يعلى شداد بن أوس رضي الله عنه عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : " إن الله كتب الإحسان على كل شيء , فإذا قتلتم فأحسنوا القتلة , وإذا ذبحتم فأحسنوا الذبحة وليحد أحدكم شفرته وليرح ذبيحته " رواه مسلم

      Dari Abu Ya'la, Syaddad bin Aus radhiyallahu 'anhu, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam beliau telah bersabda : “ Sesungguhnya Allah mewajibkan berlaku baik pada segala hal, maka jika kamu membunuh (hewan) hendaklah membunuh dengan cara yang baik dan jika kamu menyembelih maka sembelihlah dengan cara yang baik dan hendaklah menajamkan pisau dan menyenangkan hewan yang disembelihnya”. [Muslim no. 1955]

      Hadits ini termasuk salah satu Hadits yang mengandung berbagai macam prinsip atau kaidah. Membunuh (hewan) dengan cara yang baik itu ialah membunuh tanpa sedikit pun unsur penganiayaan atau penyiksaan. Menyembelih dengan cara yang baik yaitu menyembelih hewan dengan lemah lembut, tidak merebahkannya ketanah dengan keras dan juga tidak menyeretnya, menghadapkannya ke kiblat, membaca basmalah dan hamdalah, memotong urat nadi lehernya dan membiarkannya sampai mati baru dikuliti, mengakui nikmat dan mensyukuri pemberian Allah, karena Allah telah menundukkannya kepada kita, padahal Dia berkuasa untuk menjadikannya sebagai musuh kita dan telah menghalalkan dagingnya untuk kita, padahal Dia berkuasa untuk mengharamkannya.
    • Agus Budi hehe naa iya baru ingat. ketika idul Qurban hewannya kan diseret-seret tuh trus direbahkannya juga dg paksaan trus kadang tukang jagalnya memperlihatkan senjatanya. nih bagaimana pak gene?
      2 jam yang lalu melalui seluler ·
    • Mari Belajar Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu 'anhuma, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

      أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ، فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ فَالْحُوْتُ وَالْجَرَادُ، وَأَمَّا الدَّمَانِ فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ.

      ‘Telah dihalalkan bagi kita dua jenis bangkai dan dua jenis darah, adapun kedua jenis bangkai itu adalah bangkai ikan dan belalang, sedangkan kedua jenis darah itu adalah hati dan limpa.’” [2]
      [2]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 210)], [Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 1118)].
    • Mari Belajar KITAB MAKANAN


      Oleh
      Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi


      Al-Ath’imah ( اْلأَطْعِمَةُ ) adalah bentuk jamak dari tha’aam ( طَعَامٌ ) (makanan), yaitu segala sesuatu yang dimakan dan disantap oleh manusia baik berupa makanan pokok atau selainnya.

      Hukum asal makanan adalah halal, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

      يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا

      “Hai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi...” [Al-Baqarah: 168]

      Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman:

      وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ

      “... Makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. Katakanlah, ‘Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rizki yang baik...’” [Al-A’raaf: 31-32]

      Tidak boleh mengharamkan sesuatu dari makanan kecuali makanan yang telah Allah haramkan dalam Kitab-Nya atau yang diharamkan melalui lisan Rasul-Nya. Mengharamkan apa yang tidak diharamkan Allah termasuk mengada-ada kedustaan terhadap Allah.

      Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

      قُلْ أَرَأَيْتُم مَّا أَنزَلَ اللَّهُ لَكُم مِّن رِّزْقٍ فَجَعَلْتُم مِّنْهُ حَرَامًا وَحَلَالًا قُلْ آللَّهُ أَذِنَ لَكُمْ ۖ أَمْ عَلَى اللَّهِ تَفْتَرُونَ وَمَا ظَنُّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

      “Katakanlah, ‘Terangkanlah kepadaku tentang rizki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal.’ Katakanlah, ‘Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-ada saja terhadap Allah? Apakah dugaan orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah pada hari Kiamat...” [Yunus: 59-60]

      Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman:

      وَلَا تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَٰذَا حَلَالٌ وَهَٰذَا حَرَامٌ لِّتَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لَا يُفْلِحُونَ مَتَاعٌ قَلِيلٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

      “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta, ‘Ini halal dan ini haram,’ untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (Itu adalah) kesenangan yang sedikit, dan bagi mereka adzab yang pedih.” [An-Nahl: 116-117]
    • Mari Belajar Macam-Macam Makanan Yang Diharamkan
      Allah berfirman:

      وَمَا لَكُمْ أَلَّا تَأْكُلُوا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَقَدْ فَصَّلَ لَكُم مَّا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ

      “Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut Nama Allah ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepadamu apa yang di-haramkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu mema-kannya...” [Al-An’aam: 119]

      Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menyebutkan secara terperinci apa-apa yang diharamkan bagi kita, dengan perincian yang jelas serta menjelaskannya secara gamblang.

      Allah Ta’ala berfirman:

      حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَن تَسْتَقْسِمُوا بِالْأَزْلَامِ ۚ ذَٰلِكُمْ فِسْقٌ

      “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan.” [Al-Maa-idah: 3]

      Allah Ta’ala berfirman:

      وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ

      “Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut Nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan…” [Al-An’aam: 121]

      Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

      قُل لَّا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَن يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَّسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ

      “Katakanlah, ‘Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi -karena sesungguhnya semua itu kotor- atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah...” [Al-An’aam: 145]
    • Mari Belajar Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

      وَحُرِّمَ عَلَيْكُمْ صَيْدُ الْبَرِّ مَا دُمْتُمْ حُرُمًا

      “...Dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram...” [Al-Maa-idah: 96]

      Hal-Hal Yang Hukumnya Disamakan Dengan Bangkai
      Sesuatu dari anggota tubuh yang dipotong dari hewan dalam keadaan hidup, hukumnya disamakan dengan bangkai. Berdasarkan hadits Abu Waqid al-Laitsi, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

      مَا قُطِعَ مِنَ الْبَهِيْمَةِ وَهِيَ حَيَّةٌ فَهُوَ مَيْتَةٌ.

      ‘Apa yang dipotong dari hewan yang masih hidup adalah bangkai.’” [1]

      Bangkai Dan Darah Yang Dikecualikan
      Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu 'anhuma, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

      أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ، فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ فَالْحُوْتُ وَالْجَرَادُ، وَأَمَّا الدَّمَانِ فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ.

      ‘Telah dihalalkan bagi kita dua jenis bangkai dan dua jenis darah, adapun kedua jenis bangkai itu adalah bangkai ikan dan belalang, sedangkan kedua jenis darah itu adalah hati dan limpa.’” [2]
    • Mari Belajar Pengharaman Keledai Piaraan
      Dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu ia menerangkan bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah didatangi oleh seseorang seraya berkata, “Keledai piaraan telah dimakan.” Kemudian beliau didatangi lagi oleh seseorang dan berkata, “Keledai piaraan telah dimakan.” Kemudian beliau didatangi lagi oleh seseorang dan berkata, “Keledai piaraan telah punah.” Akhirnya beliau memerintahkan seseorang untuk mengumumkan pada manusia (orang itu berkata), ‘Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya melarang kalian memakan daging keledai piaraan, sesungguhnya daging keledai piaraan itu najis.’ Aku pun menumpahkan panci yang berisi daging keledai yang sedang mendidih.” [3]

      Haramnya Memakan Setiap Binatang Yang Memiliki Taring Dari Binatang Buas Dan Setiap Binatang Yang Memiliki Cakar Dari Jenis Burung
      Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu a'nhuma, ia berkata:

      نَهَىٰ رَسُولُ اللهِ عَنْ كُلِّ ذِي نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ، وَعَنْ كُلِّ ذِي مِخْلَبٍ مِنَ الطَّيْرِ.

      “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang kita memakan setiap binatang yang memiliki taring dari binatang buas dan setiap binatang yang memiliki cakar dari jenis burung.” [4]

      Pengharaman Jallalah (Hewan Yang Memakan Kotoran)
      Jallalah adalah hewan yang sebagian besar dari makanannya adalah hal-hal yang najis (kotoran-pent).
    • Mari Belajar Diharamkan memakannya, meminum susunya, dan menungganginya.
      Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu a'nhuma, ia berkata:

      نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صلى اللَّه عليه وسلم عَنْ أَكْلِ الْجَلاَّلَةِ وَأَلْبَانِهَا.

      “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang kita memakan jallalah dan meminum susunya.” [5]

      Dan darinya juga Radhiyallahu 'anhuma, ia berkata:

      نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صلى اللَّه عليه وسل عَنِ الْجَلاَّلَةِ فِي اْلإِبِلِ أَنْ يُرْكَبَ عَلَيْهَا، أَوْ يُشْرَبَ مِنْ أَلْبَانِهَا.

      “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang kita menunggangi unta jallalah atau meminum susunya.” [6]

      Kapan Jallalah Bisa Menjadi Halal?
      Apabila hewan tersebut dikurung selama tiga hari dan diberi makan dengan makanan yang suci, maka boleh menyembelih dan memakannya.

      Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu 'anhuma, ia menerangkan bahwasanya ia mengurung ayam jallalah selama tiga hari.[7]

      Dibolehkannya Sesuatu Yang Haram ketika Darurat
      Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

      فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

      “…Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Al-Baqarah: 173]
    • Mari Belajar Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman:

      ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّإِثْمٍ ۙ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

      “…. Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Al-Maa-idah: 3]

      Ibnu Katsir rahimahullah berkata (II/14), “Barangsiapa yang membutuhkan untuk memakan makanan haram yang disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala ini karena keadaan darurat, maka ia boleh memakannya dan Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang terhadapnya. Sebab Allah Subhanahu wa Ta'ala mengetahui kebutuhan hamba-Nya yang berada dalam kesulitan dan sangat membutuhkan makanan tersebut, maka Allah pun membolehkan (memakan)nya dan mengampuninya. Disebutkan dalam Musnad Imam Ahmad dan Shahiih Ibni Hibban dari Ibnu ‘Umar secara marfu’, ia berkata, ‘Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

      ...إِنَّ اللهَ يُحِبُّ أَنْ تُؤْتِيَ رُخْصَتُهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ تُؤْتِيَ مَعْصِيَتُهُ.

      ‘Sesungguhnya Allah menyenangi apabila keringanan-Nya diambil sebagaimana Dia membenci dilakukannya kemaksiatan terhadap-Nya.’’”[8]

      Oleh karena itu, para ulama ahli fiqih mengatakan bahwa memakan bangkai dalam keadaan tertentu (bisa menjadi) wajib, apabila ia takut akan (kebinasaan) dirinya dan tidak menjumpai sesuatu pun (yang halal untuk dimakan). Terkadang hukumnya menjadi sunnah dan terkadang hukumnya boleh sesuai dengan keadaan.

      Sedangkan mereka berselisih pendapat apakah memakan bangkai itu hanya sekedarnya saja untuk menopang sisa hidupnya atau ia boleh memakannya sampai kenyang atau bahkan boleh menyimpannya untuk bekal? Perselisihan mereka menjadi beberapa pendapat sebagaimana yang tertera dalam kitab-kitab Fiqih.
    • Mari Belajar Mereka juga berpendapat bahwa tidak mendapatkan makanan selama tiga hari, tidak menjadi syarat untuk dibolehkannya memakan bangkai. Sebagaimana yang disangka oleh kebanyakan orang awam dan selain mereka, namun yang benar kapan saja ia terpaksa memakannya, ia boleh memakannya.

      [Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA - Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 - September 2007M]
      _______
      Footnote
      [1]. Shahih: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 2606)], Sunan Ibni Majah (II/1072, no. 3216), Sunan Abi Dawud (VIII/60, no. 2841).
      [2]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 210)], [Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 1118)].
      [3]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (IX/653, no. 5528), Shahiih Muslim (III/ 1540, no. 1940 (35)).
      [4]. Shahih: [Mukhtashar Shahiih Muslim (no. 1332)], Shahiih Muslim (III/1534, no. 1934), Sunan Abi Dawud (X/258, no. 3767) Sunan at-Tirmidzi (III/175, no. 1884)
      [5]. Shahih: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 2582)], Sunan Ibni Majah (II/1064, no. 3189), Sunan Abi Dawud (X/258, no. 3767), Sunan at-Tirmidzi (III/175, no. 1884).
      [6]. Hasan shahih: [Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 3217)], Sunan Abi Dawud (X/260, no. 3769).
      [7]. Shahih: [Irwaa-ul Ghaliil (no. 2504)] dan Ibnu Abi Syaibah (VIII/147, no. 4660).
      [8]. Shahih: [Shahiih al-Jaami-ish Shaghiir (no. 1886)], Ahmad (Fat-hur Rabbaani (II/108)). Lihat Irwaa-ul Ghaliil (III/9, no. 564).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar