Kamis, 25 Agustus 2016

Al-Baka'un dan Perang Tabuk

"Wahai Rasulullah, adakah unta yang bisa membawa kami?" Sekelompok orang di Madinah bertanya. Kota itu sedang sibuk. Persiapan pemberangkatan pasukan perang ke Tabuk begitu memakan biaya.
Alkisah, jumlah antara 20.000 hingga 30.000 orang pasukan kala itu, membuat keadaan serba sulit. Unta kendaraan sangat terbatas. Sedangkan, perjalanan sangat jauh, sekitar 770 Km menembus padang pasir.
Maka orang-orang itu, menangis. "Betulkah tidak ada apapun yang bisa kami lakukan untuk ikut berjuang...."
Dalam sirah nabawiyah, merekalah orang yang dijuluki "Al-Baka'un...", "orang-orang yang menangis". mereka yang tidak bisa ikut berangkat karena tidak punya apa-apa, dan menangis berhari-hari.
Kemudian untaian ayat-ayat surat At-Taubahpun turun. Dimulai dari penegasan kewajiban berjihad dalam keadaan bagaimanapun, hingga pengampunan terhadap mereka.
Dan kemudian, tercatatlah episode-episode: perenungan Abu Khaitsamah, perjalanan seorang diri Abu Dzar Al-Ghiffari, hingga kisah tiga orang yang ditunda penerimaan taubatnya oleh Allah.
Ah. Para Sahabat Rasulullah. Mereka hanya mengharapkan surga dengan berangkat bersama.
Tidak ada sedikitpun kata 'afwan apalagi menunda. Kaki-kaki mereka begitu rindu dengan debu medan jihad. Tidak ada muatan politis. Tidak juga nafsu duniawi.
Adakah saat ini, orang menangis karena tidak bisa ikut berjuang bersama kawan-kawannya?
Padahal saat itu, musim petik anggur dan kurma sudah tiba. Sedangkan, musim panas pada puncaknya, dan persediaan makanan menipis.
Hari ini kita tidak diperintah berangkat ke Tabuk. Juga tidak memerangi siapa-siapa dengan senjata.
Kita ini, musafir yang sedang menepi. Yang cuma mencari-cari jalan pulang ke kampung tempat bapak kita dulu dilahirkan, dan dipaksa turun karena sesuatu.
Kita ini cuma sedang mengumpulkan potongan-potongan takdir dan menerka ke mana arahnya.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar