"Wahai Abu Nuwas," Kata Khalifah Harun Ar-Rasyid suatu hari. "Puteraku ini sudah berhari-hari sakit parah"
Khalifah menatap Abu Nuwas, "Sudah banyak tabib dan juru ruqyah yang datang tapi tak sembuh-sembuh juga..."
"Maka kini, kupanggil kau sebagai ahli hikmah..."
"Baiklah," kata Abu Nuwas. "Pertemukan aku dengan dia!"
Di dipan, sang pangeran terbaring lemah. Abu Nuwas terdiam sebentar. "Ambilkan aku daftar nama semua desa di negeri Abbasiyah ini!" Katanya. "Kau tidak minta ramuan obat?" Tanya Khalifah.
"Tidak. Aku ingin memastikan sesuatu. Biarkan kami berdua sendiri". Lalu Abu Nuwaspun berpikir. Ruangan ditutup.
Tak lama kemudian, Abu Nuwas keluar, "Baginda, izinkan aku pergi ke sebuah desa di utara negeri ini, di sana ada obatnya!"
"Aku tak mengerti," kata Khalifah. "Puteraku sakit apa?"
"Putera baginda tidak sakit fisik." Jawab Abu Nuwas pasti. "Jelaskan padaku!" Pinta Khalifah.
"Ketika aku membacakan semua nama desa di negeri ini, aku mendengarkan degup jantung putera baginda," Jawab Abu Nuwas.
"Dan tepat di nama sebuah desa di utara negeri ini, detak jantungnya bertambah cepat,"
"Apa maksudmu?" Tanya Khalifah.
"Putera baginda, sakit karena jatuh cinta dengan seseorang di desa itu!"
"Lalu, apa yang harus aku lakukan?" Tanya Khalifah. "Menikahkannya dengan gadis pujaannya," jawab Abu Nuwas.
"Jika tidak?"
"Maka ia akan mati," Jawabnya lagi.
(O, pernahkah kau mendengar, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah berkata, "Pernahkah kau sayup-sayup mendengar, tentang suatu kaum yang bisa mati hanya karena jatuh cinta, dan wajahnya menyungkur di padang pasir karena merindu....")
Tidak ada komentar:
Posting Komentar