Senin, 31 Desember 2018

2019, Titik Balik Gerakan Mahasiswa Muslim (1)




Amar Ar-Risalah

Akhir tahun, Pemerintahan Jokowi-JK mengesahkan aturan bahwa Ekstra Kampus kembali akan masuk kedalam kampus, sebagai salah satu tempat pengaderan politik.


Banyak orang berbeda pendapat. Sebagian menganggap bahwa gerakan ekstra akan dikontrol rektor. Sebagian beranggapan, ini menjadi peluang pengaderan.


Tapi ini akan jadi titik balik bagi KAMMI. Apakah akan mati, atau akan jadi besar menuju masa kejayaan 20 tahunnya.

Kenapa? Hari ini gerakan KAMMI menghadapi generasi baru yang belum pernah dijumpai sejak Indonesia merdeka. Generasi itu punya ciri-ciri lain dari generasi sebelumnya dalam konteks keislaman.

Generasi ini punya kesadaran simbol islam yang tinggi. Mereka adalah pengikut gaib dari Ust Abdul Somad, Ust Adi Hidayat, dan 12 Ustadz Sunnah rekomendasi Radio Rodja. Mayoritas dari mereka adalah generasi seabad Muhammadiyah, dan generasi kedua tarbiyah.

Mereka punya pandangan politik yang terpisah dengan partai islam. Ini dibuktikan dengan mayoritas mereka yang menjadi peserta 212, pada saat justru sebagian partai dan ormas islam melarang masyarakat terlibat.


Bahkan, sebagian partai dan ormas islam itu memihak orang yang secara langsung dianggap penyebab aksi terjadi. Yaitu, Basuki T Purnama.


Secara keseharian, mereka berjilbab lebar--bahkan bercadar--dan timbul kesadaran untuk menutup aurat dengan kaus kaki. Mereka ingin menjalani proses pernikahan dengan perkenalan singkat tanpa berpacaran.

Di samping itu, mereka sadar isu ukhuwah dunia islam. Terhadap Palestina, Aleppo, Xinjiang, atau Kashmir, mereka sangat peduli. Asyiknya lagi, generasi ini mulai menyadari bahwa dalam memeluk sebuah agama, pemisahan dari segala hal yang menjadi lawan konsekuensi dari agama tersebut menjadi penting.

Al-Wala wal Bara'. Proses ini tidak instan. Kerjasama pada satu pihak antara semua elemen ulama, sangat berpengaruh pada hal ini. Mengenai ucapan selamat natal, perayaan tahun baru, atau bahkan pandangan politik: telah lahir generasi muslim baru di Indonesia.


Apa yang membedakan mereka dari generasi muslim tahun 60-an yang berharap dan berkumpul pada Masyumi?

Pada zaman Masyumi, umat punya musuh yang tampak.  Yaitu, penjajah Jepang, Belanda, Inggris, dan pada gilirannya, PKI. Sekarang musuh itu tak ada pada sosok tapi pada pemikiran saudara mereka.


Jenis generasi ini harus diterka dengan baik apa kebutuhannya. Hari ini, dari segenap ekstra Kampus, yang dianggap memiliki tawaran yang mirip seperti harapan generasi baru ini, adalah KAMMI.


PMII dan HMI mulai kehilangan warna islam secara simbolik--meski bisa jadi secara manhaji masih bertujuan dakwah--tapi ciri kader dan cara identifikasi isunya berbeda dengan cakrawala generasi yang sedang kita bicarakan ini.

Sementara, sebagai yang paling baru lahir, di sinilah KAMMI menjadi tawaran. Sekarang, KAMMI punya sejumlah pilihan.


Pilihan pertama, terjebak pada romantisme gerakan mahasiswa dan pura-pura jadi pejabat pemerintahan: bersikap pragmatis, main banyak kaki, dan menomor sekiankan ideologi gerakan dan simbolnya, dan juga ke sana ke mari merapat ke tokoh-tokoh politik lalu umbar janji.

Pilihan ini akan membuat KAMMI kehilangan warnanya sebagai gerakan islam yang cocok buat generasi yang tadi kita bahas. Sebab, generasi ini pun terbukti tidak pragmatis. Mereka mengutuk pejabat yang bejat dan kotor, tanpa harus berkumpul dan belajar di organisasi ekstra manapun.


Pilihan kedua, kembali dengan lantang menyuarakan tawaran manhaj pengaderan KAMMI dan filosofi gerakan KAMMI. Pemisahan yang tegas, dalam konteks al-wala wal bara', dan sikap jelas berpihak kepada islam yang "itu". Islam yang ada "sekarang" dan "dianut" generasi ini.

Itu sudah cukup!


Tak perlu kita pura-pura toleran untuk memikat anak-anak muda yang baru hijrah. Mereka punya selera dan standar yang lebih mulia daripada sekadar ucapan selamat natal, selamat tahun baru, atau pembenaran pada tradisi bid'ah.

Generasi ini ternyata bisa mengidentifikasi sendiri kemenangan islam dan kebatilan tanpa bantuan pengurus KAMMI pura-pura jadi pemain politik, dan pura-pura bisa giring opini masyarakat.


Saatnya kembali kepada khittah dakwah, dalam tradisi apa KAMMI didirikan, dan dalam tindak-tanduk apa kader KAMMI berbuat.

Saat pengaderan awal, tegaskan sikap kita sebagaimana sikap Hasan Al-Banna dalam Kepada Apa Kami Menyeru Manusia. Perjelas pemisahan dan pengiringan kita pada berbagai isu umat, yang mana, umat tanpa bantuan kita sudah tahu mana yang batil mana yang haq.

Pada saat pembinaan mingguan, tahapan pemahaman makrifatullah, makrifatur-rasul, ghazwul fikr, dan seterusnya harus tersampaikan dengan baik.

Umat sudah tahu bahwa dakwah tak bakal berimplikasi pada kaya atau tidaknya dai. Tapi pada adilnya cara pandang orang pada dunia, dan halusnya tindak tanduk orang.

Aksi demonstrasi bukan jawaban. Generasi ini juga muak dengan itu. Mereka membutuhkan satu gerakan yang, kalaupun mengancam pemerintah, caranya adalah langsung memberi solusi ke tengah umat. Aneka gerakan sosial, atau juga pencerdasan.

Kecuali umat dan dakwah dianggap komoditas dagang: insya Allah, Kemenangan islam jiwa perjuangan KAMMI, kebatilan adalah musuh abadi KAMMI!

3 komentar:

  1. Allahu Akbarrr...
    Setiap Tulisannya dpt memotivasi kader KAMMI. semoga semua kader di seluruh indonesia bisa membaca setiap tulisan2 dari antum...
    #amar ar risalah

    BalasHapus