Minggu, 08 September 2013

Risalah Amar: Cara Mudah Membuat Puisi


Puisi. Semua orang bisa membuat puisi. Jangan dibatasi apa definisi puisi. Tetapi; saya termasuk penganut tradisional, puisi harus indah dan memiliki arti. Jarang orang tahu, bahwa Chairil Anwar yang kadung dibesar-besarkan sebagai pembebas puisi, mengatakan bahwa puisi harus indah.  Ia meneliti setiap kata-katanya, hingga tak ditemukan cela dibaliknya.

Lagi-lagi, ini Cuma jalan pintas dari jalan panjang yang mesti ditempuh. Cuma sekedar tips. Haram mempelajari tips ini sebelum tahu, bahwa puisi adalah masalah proses, masalah ideologi. Masalah harga diri dan kepahaman serta kecintaan kita kepada objek yang dijadikan puisi.

Bak, kita mulai saja dari cara paling sederhana membuat puisi:

1.    Jangan pernah mendefinisikan puisi

Setiap penyair, memiliki pengertiannya sendiri tentang puisi. Tinggakan pahaman bahwa puisi harus terdiri dari sekian baris, sekian kata, atau terikat kata-kata.
Puisi adalah bentuk karya sastra kata-kata yang paling bebas dan merdeka. Ia ada dalam perasaan pembaca dan penciptanya dan tak bisa dibatasi apa-apa.

2.    Kau harus dalam mood yang tepat.

Jelas, karena puisi berfungsi sebagai bahasa, maka hal yang kita rasakanlah yang bisa kita tuliskan. Kau harus masuk, menjelma menjadi tokoh dalam puisi apabila ingin menghasilkan puisi yang baik. Jangan bayangkan, seorang yang sedang bosan, bete, bisa dipaksa membuat puisi cinta yang benar-benar bagus.
Lagi pula, kalau kau sendiri sudah membuat puisi dengan perasaan, tahap selanjutnya adalah: bayangkan perasaan orang yang membaca puisi itu. puisi memang luapan perasaan, tapi tidak digunakan untuk membuat orang ikut menangis, ia digunakan sebatas membuat orang mengerti pesan yang kita sampaikan.

jangan pernah memaksakan mood. itu membuat puisi-puisi sama artinya seperti tugas kuliah yang sepintas lalu. sekeras apapun kata-kata dirangkai, mood adalah yang utama.

3.    Gunakan simbol, hindari kata “Bagai”, dan “Seperti”


Itu akan membuat puisi seperti diciptakan pada era bahasa Indonesia belum ada. Mudahnya, perhatikan puisi ini:

 Aku tulis sajak ini di bulan gelap raja-raja
Bangkai-bangkai tergeletak lengket di aspal jalan
 Amarah merajalela tanpa alamat
Kelakuan muncul dari sampah kehidupan
Pikiran kusut membentur simpul-simpul sejarah

(Sajak Bulan Mei 1998 di Indonesia, WS Rendra)

Perhatikan bagaimana pembaca tak perlu diberitahu bahwa mayat-mayat demonstran bagai bangkai-bangkai yang tergeletak lengket di aspal jalan tapi kita sudah bisa paham bahwa itu adalah mayat manusia. jadi, puisi akan lebih mengena bila langsung digunakan simbolnya, tak perlu menggunakan apa yang disimbolkan terlebih dulu.

4.    Kalau membuat puisi cinta, tak perlu menyebutkan kata cinta terlalu sering, begitu juga dengan kematian, perpisahan, dan seterusnya.

Ingat, setiap kata berlaku seperti alat pemuas kebutuhan. Pikiran manusia juga memilki titik jenuh. Sama halnya ketika kau memakan sesuatu secara berulang-ulang, jenuh bukan?
Perhatikan contoh ini:


 Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan kata yang tak sempat diucapkan
Kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
Awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

(Aku Ingin, Sapardi Djoko Damono)

Perhatikan  bahwa Sapardi hanya menyelipkan dua kata cinta dalam puisinya, dan memilih menyamarkan kalimat selanjutnya dengan perumpamaan.

5.    Jangan gunakan perumpamaan yang sudah umum diketahui orang.

Ini akan menyebabkan puisi kita terkesan kuno dan tidak kreatif. Ya, puisi adalah karya kreatif, dan kembali pada sisi psikologi manusia yang sudah jenuh.
Misalnya puisi ini:

Yang di dalam kaca tersenyum simpul
dan menunduk malu
melihat wajah yang diobrak-abrik tatawarna.
Alisnya ia tebalkan dengan impian.
Rambutnya ia hitamkan dengan kenangan.
Dan ia ingin mengatakan:
“Rambut, kau bukan lagi padang rumput
yang dikagumi para pemburu.”

Perhatikan adegan seorang wanita meratapi wajahnya yang menua. Penyair menggunakan pilihan kiasan padang rumput yang dikagumi pemburu. Coba, daftar apa saja kiasan yang sering digunakan, dan hindarilah menggunakannya!

 Contoh lain:

 Kutulis surat ini
 kala hujan gerimis
bagai bunyi tambur yang gaib,
Dan angin mendesah
mengeluh dan mendesah,
Wahai, dik Narti,
 aku cinta kepadamu !

silakan bereksperimen lagi J

6.    Jangan takut bereksperimen dengan bentuk puisi. 

Misalnya, Danarto  pernah membuat puisi yang hanya berupa tabel. Jangan takut berpanjang-panjang. Jangan takut apa-apa.

Contoh:

Sialan. Tetangga saya itu rupanya sering mengintip saya.
Suatu saat kami bertemu di jalan dan ia mengatakan: “Aku tahu
apa yang kausembunyikan di balik baju dan celanamu. Aku tahu
apa yang paling kaubanggakan dari tubuhmu. Kau tak tahu
diam-diam aku sering mabuk dan berjoget di bugil badanmu.”

Malam itu ia coba-coba mengintip lagi. Saya cepat-cepat membuka
jendela, hendak mendampratnya. Tapi ia segera menghilang
ke rumahnya yang suram dan tak terawat di bawah pohon kemboja.
“Kapan-kapan saya mampir,” kata saya sambil menutup jendela.

(Tetangga, Joko Pinurbo, 1999)

Ini bicara blak-blakan saja, bang
Buka kartu tampak tampang
Sehingga semua jelas membayang

Monoloyalitas kami
sebenarnya pada uang
Sudahlah, ka-bukaan saja kita bicara
Koyak tampak terkubak semua
Sehingga buat apa basi dan basa

Sila kami
Keuangan Yang Maha Esa
Jangan sungkan buat apa yah-payah
Analisa psikis toh cuma kwasi ilmiah
Tak usahlah sah-susah

Ideologiku begitu jelas
ideologi rupiah
Begini kawan, bila dadaku jalani pembedahan
Setiap jeroan berjajar kelihatan
Sehingga jelas sebagai keseluruhan

Asas tunggalku
memang keserakahan.

(Sajak Empat Kartu Di Tangan, Taufik Ismail, 1998)

sepisau luka sepisau duri
sepikul dosa sepukau sepi
sepisau duka serisau diri
sepisau sepi sepisau nyanyi

sepisau sepisaupi
sepisapanya sepikau sepi
sepisaupa sepisaupi
sepikul diri keranjang duri

sepisaupa sepisaupi
sepisaupa sepisaupi
sepisaupa sepisaupi
sampai pisauNya kedalam nyanyi

(Sepisaupi, Sutardji Calzoum Bachri, 1973)

Sebagai catatan, untuk mengacak-acak bentuk puisi harus disertai dengan kesadaran bahwa tipografi puisi adalah bagian dari makna. Kanan, kiri, perataan, pilihan kata, juga bagian dari makna. Jangan asal.

7.    Ingat, apa yang paling sering anda jadikan puisi, adalah apa yang paling membekas dan paling sering anda renungkan dalam hati. Seorang yang jatuh cinta akan canggung bila membuat puisi mengenai politik dan sosial. Begitu juga sebaliknya. Harus ada semacam resonansi antara perasaan dan akal budi si penyair dengan puisi yang dibuatnya.

8.    Tentang perimaan, irama, dan sebagainya

Rima, adalah sejenis pengulangan bunyi yang tersebar pada tubuh puisi yang diciptakan. Misalnya, yang klasik berbunyi a-a-a-a atau a-b-a-b. Masalahnya adalah, apakah Cuma itu? rima berguna untuk menghasilkan efek psikologis tertentu dalam puisi.
Ada banyak jenis rima, dan Sudjiwo Tedjo, seorang pakar kesusastraan Jawa telah memberikan tips. Sebarkanlah rima di seluruh tubuh puisi, jadi misalnya seperti ini:

Kalau dia jadi petani di desa
Dia akan mensubsidi harga beras orang kota
Kalau dia jadi orang kota
Dia akan mensubsidi bisnis pengusaha kaya
Kalau dia bayar pajak
Pajak itu mungkin jadi peluru runcing
Ke pangkal aortanya dibidikkan mendesing

(Bayi Lahir Bulan Mei 1998, Taufik Ismail)

Perhatikan betapa kayanya puisi diatas dengan rima yang disebarkan. Jadi, tidak terbatas pada akhir kalimat saja. contoh lain, begini:

tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu
tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu

(Hujan Bulan Juni, Sapardi Djoko Damono)

Ada beberapa kaidah rahasia untuk penggunaan huruf. Misalnya, secara psikologis, huruf /a/ digunakan untuk mengeluarkan ekspresi yang membutuhkan seruan atau kelembutan. Misalnya, kemarahan atau rasa cinta.
huruf /i/ digunakan untuk menuliskan diksi-diksi sedih, durja, atau kesempitan yang melanda batin. Misalnya, seperti kata-kata di bawah ini:

Lari
Henti-berhenti-terhenti
Sempit
Sakit
Sedikit
Sepi-sunyi
sendiri

Kata-kata diatas bernuansa pesimisme. Selanjutnya, huruf-huruf /u/ memiliki kesan menekan dan sempit. Huruf sengau, /n/, /m/, /ng/, memiliki kesan manja dan lambat. Huruf-huruf diftong vokal memiliki kesan melambai dan gemulai. Demikian setiap huruf dirangkai untuk menimbulkan kesan tertentu. Begitu juga dengan /k/, /r/, digunakan untuk situasi puisi yang keras, parah, marah, dan seterusnya.

9.    Jangan paksakan diri membuat puisi panjang atau pendek.

Beberapa pengarang nyaman membuat puisi panjang, karena mereka terbiasa mendeskripsikan apa yang mereka rasakan dengan jelas. Yang lain indah membuat dua tiga bait saja, karena memang mereka memaparkan inti-intinya saja.

Perlu diperhatikan, pengalaman membaca dan menulis sangat berpengaruh terhadap kualitas. Seseorang juga akan mudah membuat puisi yang panjang jika ia mendeskripsikan sesuatu dengan jelas, bahkan mirip sekali dengan cerita sehari-hari namun dipilihkan diksi yang puitis.

Contohnya demikian:

Cucu kau tahu, kau menginap di DPR bulan Mei ituBersama beberapa ribu kawanmuMarah, serak berteriak dan mengepalkan tinjuBersama-sama membuka sejarah halaman satuLalu mengguratkan baris pertama bab yang baruSeraya mencat spanduk dengan teks yang seruTerpicu oleh kawan-kawan yang ditembus peluruDikejar masuk kampus, terguling di tanah berdebuDihajar dusta dan fakta dalam berita selaluSampai kini sejak kau lahir dahuluInilah pengakuan generasi kami, katamuHasil penataan dan penataran yang kakuPandangan berbeda tak pernah diakuDaun-daun hijau dan langit biru, katamuDaun-daun kuning dan langit kuning, kata orang-orang ituKekayaan alam untuk bangsaku, katamuKekayaan alam untuk nafsuku, kata orang-orang itu

(Kutipan dari Ketika Kau Sebagai Kakek Di Tahun 2040 Menjawab Pertanyaan Cucumu)

Perhatikan deskripsi yang sangat-sangat jelas bahkan tanpa disamarkan dengan peribahasa yang tak perlu. Atau. Jika kau ingin bercerita, sekalian berceritalah tanpa basa-basi, namun memperhatikan makna. Kalau cerpen masih menggunakan simbol, maka puisi adalah simbol murni. Simbol yang digunakan puisi rata memenuhi seluruh tubuhnya. puisi diatas terdiri atas beberapa lembar sajak.

Perhatikan puisi ini:

Beberapa hari terakhir ini kampung kami sering dilanda
gangguan keamanan. Pencurian mulai merajalela, bahkan telah
terjadi perampokan disertai penganiayaan. Kepala kampung
memerintahkan agar kegiatan ronda digalakkan karena
tidak mungkin berharap sepenuhnya kepada petugas keamanan.
Malam itu Pak Aman hendak melaksanakan tugas ronda.
Ia warga kampung yang rajin dan setia, meskipun tubuhnya
yang kurus dan tua kurang mendukung gelora semangatnya.

Kalau ronda ia suka memakai topi ninja berwarna hitam,
mungkin untuk sekadar gagah-gagahan. Tapi malam itu
ia tidak mengenakannya karena topi kebanggaannya itu hilang
dicuri orang ketika sedang dijemur di depan rumahnya.
Nah, ia memukul-mukul tiang listrik, memanggil-manggil
teman-temannya, namun yang dipanggil-panggil tidak juga
menampakkan batang hidungnya.

Sambil bersiul-siul Pak Aman berjalan gagah ke gardu ronda.
Ia terperangah melihat di gardu ronda sudah ada beberapa
orang pencoleng sedang bermain kartu sambil terbahak-bahak
dan meneriakkan kata-kata yang bukan main kasarnya.
Bahkan ia jelas-jelas melihat salah seorang pencoleng
dengan enaknya mengenakan topi ninja kesayangannya.

“Ada musuh!” seru seorang pencoleng dan kawanan pencoleng
segera bersiaga untuk meringkusnya. Secepat kilat Pak Aman
melompat dan bersembunyi di sebuah rumpun bambu.
Tubuhnya menggigil demi melihat wajah sangar
para pencoleng sampai ia terkencing-kencing di celana.

Tidak lama kemudian muncul serombongan petugas patroli,
hendak memeriksa keadaan. “Bagaimana situasi malam ini?”
tanya seorang petugas. “Aman!” seru orang-orang
di gardu ronda yang sebenarnya adalah para bajingan.
Meskipun ketakutan, Pak Aman tidak kehilangan akal.

Ia punya keahlian menirukan suara binatang, dan ia paling fasih
menirukan suara anjing. Maka mulailah ia menggongong
dan melolong. Para pencoleng yang merasa sangat terganggu
oleh suara anjing serempak mengumpat: “Asu!”
Tapi gonggongan dan lolongan itu makin menjadi-jadi
sampai beberapa orang kampung mulai berhamburan keluar.

Menyadari ada ancaman, kawanan pencoleng yang sedang
menguasai gardu ronda segera lari tunggang langgang.
Dengan terkekeh-kekeh Pak Aman keluar dari tempat
persembunyian dan teman-temannya yang sudah hafal
dengan kelakuannya serempak berseru: “Asu!”

(Ronda, Joko Pinurbo, 2001)

Perhatikan bahwa tokoh-tokoh dalam puisi dan pemilihan peristiwanya didasari dengan tujuan tertentu. Ia tidak sekedar cerita, tetapi memiliki kekhasan. Sebab itu, ia masih bisa dibedakan dari cerpen. Utamanya, simbol yang sangat padat serta jalan cerita yang tak seperti cerpen.

Kalau mau pendek, sederhana saja. permainkan logika yang ada dalam kata-kata. begini; kata-kata tentu memiliki lawan makna. Setiap makna, memiliki lawan makna. Misalnya, gelap-terang. Harus disadari juga bahwa setiap kata memiliki kesamaan bunyi. Tuan-Tuhan, Makan-Makam, dan seterusnya. Gunakan ini, dan kata-kata semacam ini sangat efektif untuk menyindir secara
 tajam.

Tuan Tuhan, bukan? Sebentar
Saya sedang ke luar.

(Tuan Tuhan, Sapardi Djoko Damono)

waktu aku berjalan ke barat di waktu pagi matahari
mengikutiku di belakang
aku berjalan mengikuti bayang-bayangku sendiri yang
memanjang di depan
aku dan matahari tidak bertengkar tentang siapa di antara
kami yang telah menciptakan baying-bayang
aku dan bayang-bayang tidak bertengkar tentang siapa di
antara kami yang harus berjalan di depan

(Berjalan Ke Barat Waktu Pagi Hari, Sapardi Djoko Damono)

Perhatikan permainan logika yang sangat nyata disini. 

Demikian bagian satu dari trik-trik membuat puisi J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar