Puisi. Semua orang bisa
membuat puisi. Jangan dibatasi apa definisi puisi. Tetapi; saya termasuk
penganut tradisional, puisi harus indah dan memiliki arti. Jarang orang tahu,
bahwa Chairil Anwar yang kadung dibesar-besarkan sebagai pembebas puisi,
mengatakan bahwa puisi harus indah. Ia
meneliti setiap kata-katanya, hingga tak ditemukan cela dibaliknya.
Lagi-lagi, ini Cuma jalan
pintas dari jalan panjang yang mesti ditempuh. Cuma sekedar tips. Haram
mempelajari tips ini sebelum tahu, bahwa puisi adalah masalah proses, masalah
ideologi. Masalah harga diri dan kepahaman serta kecintaan kita kepada objek
yang dijadikan puisi.
1. Jangan
pernah mendefinisikan puisi
Setiap
penyair, memiliki pengertiannya sendiri tentang puisi. Tinggakan pahaman bahwa
puisi harus terdiri dari sekian baris, sekian kata, atau terikat kata-kata.
Puisi
adalah bentuk karya sastra kata-kata yang paling bebas dan merdeka. Ia ada dalam
perasaan pembaca dan penciptanya dan tak bisa dibatasi apa-apa.
2. Kau
harus dalam mood yang tepat.
Jelas,
karena puisi berfungsi sebagai bahasa, maka hal yang kita rasakanlah yang bisa
kita tuliskan. Kau harus masuk, menjelma menjadi tokoh dalam puisi apabila
ingin menghasilkan puisi yang baik. Jangan bayangkan, seorang yang sedang
bosan, bete, bisa dipaksa membuat puisi cinta yang benar-benar bagus.
Lagi
pula, kalau kau sendiri sudah membuat puisi dengan perasaan, tahap selanjutnya
adalah: bayangkan perasaan orang yang membaca puisi itu. puisi memang luapan
perasaan, tapi tidak digunakan untuk membuat orang ikut menangis, ia digunakan
sebatas membuat orang mengerti pesan yang kita sampaikan.
jangan pernah memaksakan mood. itu membuat puisi-puisi sama artinya seperti tugas kuliah yang sepintas lalu. sekeras apapun kata-kata dirangkai, mood adalah yang utama.
3. Gunakan
simbol, hindari kata “Bagai”, dan “Seperti”
Itu
akan membuat puisi seperti diciptakan pada era bahasa Indonesia belum ada.
Mudahnya, perhatikan puisi ini:
Aku tulis sajak ini di bulan gelap raja-raja
Bangkai-bangkai
tergeletak lengket di aspal jalan
Amarah merajalela tanpa alamat
Kelakuan
muncul dari sampah kehidupan
Pikiran
kusut membentur simpul-simpul sejarah
(Sajak
Bulan Mei 1998 di Indonesia, WS Rendra)
Perhatikan
bagaimana pembaca tak perlu diberitahu bahwa mayat-mayat demonstran bagai bangkai-bangkai yang tergeletak lengket di
aspal jalan tapi kita sudah bisa paham bahwa itu adalah mayat manusia.
jadi, puisi akan lebih mengena bila langsung digunakan simbolnya, tak perlu
menggunakan apa yang disimbolkan terlebih dulu.
4. Kalau
membuat puisi cinta, tak perlu menyebutkan kata cinta terlalu sering, begitu
juga dengan kematian, perpisahan, dan seterusnya.
Ingat,
setiap kata berlaku seperti alat pemuas kebutuhan. Pikiran manusia juga memilki
titik jenuh. Sama halnya ketika kau memakan sesuatu secara berulang-ulang,
jenuh bukan?
Perhatikan
contoh ini:
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan
kata yang tak sempat diucapkan
Kayu
kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan
sederhana
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
Awan
kepada hujan yang menjadikannya tiada
(Aku
Ingin, Sapardi Djoko Damono)
Perhatikan bahwa Sapardi hanya menyelipkan dua kata
cinta dalam puisinya, dan memilih menyamarkan kalimat selanjutnya dengan
perumpamaan.
5. Jangan
gunakan perumpamaan yang sudah umum diketahui orang.
Ini
akan menyebabkan puisi kita terkesan kuno dan tidak kreatif. Ya, puisi adalah
karya kreatif, dan kembali pada sisi psikologi manusia yang sudah jenuh.
Misalnya
puisi ini:
Yang
di dalam kaca tersenyum simpul
dan
menunduk malu
melihat wajah yang diobrak-abrik
tatawarna.
Alisnya ia tebalkan dengan impian.
Rambutnya ia hitamkan dengan
kenangan.
Dan
ia ingin mengatakan:
“Rambut, kau bukan lagi padang rumput
yang dikagumi para pemburu.”
Perhatikan
adegan seorang wanita meratapi wajahnya yang menua. Penyair menggunakan pilihan
kiasan padang rumput yang dikagumi pemburu. Coba, daftar apa saja kiasan yang
sering digunakan, dan hindarilah menggunakannya!
Contoh lain:
Kutulis surat ini
kala
hujan gerimis
bagai bunyi tambur yang gaib,
Dan angin mendesah
mengeluh dan mendesah,
Wahai, dik Narti,
aku cinta kepadamu !
silakan bereksperimen lagi J
6. Jangan takut bereksperimen dengan bentuk puisi.
Misalnya, Danarto pernah membuat puisi yang hanya berupa tabel. Jangan takut berpanjang-panjang. Jangan takut apa-apa.
Contoh:
Sialan.
Tetangga saya itu rupanya sering mengintip saya.
Suatu
saat kami bertemu di jalan dan ia mengatakan: “Aku tahu
apa
yang kausembunyikan di balik baju dan celanamu. Aku tahu
apa
yang paling kaubanggakan dari tubuhmu. Kau tak tahu
diam-diam
aku sering mabuk dan berjoget di bugil badanmu.”
Malam
itu ia coba-coba mengintip lagi. Saya cepat-cepat membuka
jendela,
hendak mendampratnya. Tapi ia segera menghilang
ke
rumahnya yang suram dan tak terawat di bawah pohon kemboja.
“Kapan-kapan
saya mampir,” kata saya sambil menutup jendela.
(Tetangga,
Joko Pinurbo, 1999)
Ini
bicara blak-blakan saja, bang
Buka
kartu tampak tampang
Sehingga
semua jelas membayang
Monoloyalitas
kami
sebenarnya
pada uang
Sudahlah,
ka-bukaan saja kita bicara
Koyak
tampak terkubak semua
Sehingga
buat apa basi dan basa
Sila
kami
Keuangan
Yang Maha Esa
Jangan
sungkan buat apa yah-payah
Analisa
psikis toh cuma kwasi ilmiah
Tak
usahlah sah-susah
Ideologiku
begitu jelas
ideologi
rupiah
Begini
kawan, bila dadaku jalani pembedahan
Setiap
jeroan berjajar kelihatan
Sehingga
jelas sebagai keseluruhan
Asas
tunggalku
memang
keserakahan.
(Sajak
Empat Kartu Di Tangan, Taufik Ismail, 1998)
sepisau luka sepisau duri
sepikul dosa sepukau sepi
sepisau duka serisau diri
sepisau sepi sepisau nyanyi
sepisau sepisaupi
sepisapanya sepikau sepi
sepisaupa sepisaupi
sepikul diri keranjang duri
sepisaupa sepisaupi
sepisaupa sepisaupi
sepisaupa sepisaupi
sampai pisauNya kedalam nyanyi
(Sepisaupi,
Sutardji Calzoum Bachri, 1973)
Sebagai
catatan, untuk mengacak-acak bentuk puisi harus disertai dengan kesadaran bahwa
tipografi puisi adalah bagian dari makna. Kanan, kiri, perataan, pilihan kata,
juga bagian dari makna. Jangan asal.
7. Ingat,
apa yang paling sering anda jadikan puisi, adalah apa yang paling membekas dan
paling sering anda renungkan dalam hati. Seorang yang jatuh cinta akan canggung
bila membuat puisi mengenai politik dan sosial. Begitu juga sebaliknya. Harus
ada semacam resonansi antara perasaan dan akal budi si penyair dengan puisi
yang dibuatnya.
8. Tentang
perimaan, irama, dan sebagainya
Rima,
adalah sejenis pengulangan bunyi yang tersebar pada tubuh puisi yang
diciptakan. Misalnya, yang klasik berbunyi a-a-a-a atau a-b-a-b. Masalahnya
adalah, apakah Cuma itu? rima berguna untuk menghasilkan efek psikologis tertentu dalam puisi.
Ada
banyak jenis rima, dan Sudjiwo Tedjo, seorang pakar kesusastraan Jawa telah
memberikan tips. Sebarkanlah rima di seluruh tubuh puisi, jadi misalnya seperti
ini:
Kalau
dia jadi petani di desa
Dia akan mensubsidi
harga beras orang kota
Kalau dia jadi orang
kota
Dia akan mensubsidi bisnis
pengusaha kaya
Kalau dia bayar pajak
Pajak
itu mungkin jadi peluru runcing
Ke
pangkal aortanya dibidikkan mendesing
(Bayi
Lahir Bulan Mei 1998, Taufik Ismail)
Perhatikan
betapa kayanya puisi diatas dengan rima yang disebarkan. Jadi, tidak terbatas
pada akhir kalimat saja. contoh lain, begini:
tak
ada yang lebih tabah
dari
hujan bulan Juni
dirahasiakannya
rintik rindunya
kepada
pohon berbunga itu
tak
ada yang lebih bijak
dari
hujan bulan Juni
dihapusnya
jejak-jejak kakinya
yang
ragu-ragu di jalan itu
tak
ada yang lebih arif
dari
hujan bulan Juni
dibiarkannya
yang tak terucapkan
diserap
akar pohon bunga itu
(Hujan
Bulan Juni, Sapardi Djoko Damono)
Ada
beberapa kaidah rahasia untuk penggunaan huruf. Misalnya, secara psikologis,
huruf /a/ digunakan untuk mengeluarkan ekspresi yang membutuhkan seruan atau
kelembutan. Misalnya, kemarahan atau rasa cinta.
huruf /i/ digunakan untuk menuliskan diksi-diksi sedih, durja, atau kesempitan yang melanda batin. Misalnya, seperti kata-kata di bawah ini:
huruf /i/ digunakan untuk menuliskan diksi-diksi sedih, durja, atau kesempitan yang melanda batin. Misalnya, seperti kata-kata di bawah ini:
Lari
Henti-berhenti-terhenti
Sempit
Sakit
Sedikit
Sepi-sunyi
sendiri
Kata-kata
diatas bernuansa pesimisme. Selanjutnya, huruf-huruf /u/ memiliki kesan menekan
dan sempit. Huruf sengau, /n/, /m/, /ng/, memiliki kesan manja dan lambat.
Huruf-huruf diftong vokal memiliki kesan melambai dan gemulai. Demikian setiap
huruf dirangkai untuk menimbulkan kesan tertentu. Begitu juga dengan /k/, /r/,
digunakan untuk situasi puisi yang keras, parah, marah, dan seterusnya.
9. Jangan
paksakan diri membuat puisi panjang atau pendek.
Beberapa
pengarang nyaman membuat puisi panjang, karena mereka terbiasa mendeskripsikan
apa yang mereka rasakan dengan jelas. Yang lain indah membuat dua tiga bait
saja, karena memang mereka memaparkan inti-intinya saja.
Perlu
diperhatikan, pengalaman membaca dan menulis sangat berpengaruh terhadap
kualitas. Seseorang juga akan mudah membuat puisi yang panjang jika ia mendeskripsikan
sesuatu dengan jelas, bahkan mirip sekali dengan cerita sehari-hari namun
dipilihkan diksi yang puitis.
Contohnya
demikian:
(Kutipan
dari Ketika Kau Sebagai Kakek Di Tahun 2040 Menjawab Pertanyaan Cucumu)
Perhatikan
deskripsi yang sangat-sangat jelas bahkan tanpa disamarkan dengan peribahasa
yang tak perlu. Atau. Jika kau ingin bercerita, sekalian berceritalah tanpa
basa-basi, namun memperhatikan makna. Kalau cerpen masih menggunakan simbol,
maka puisi adalah simbol murni. Simbol yang digunakan puisi rata memenuhi
seluruh tubuhnya. puisi diatas terdiri atas beberapa lembar sajak.
Perhatikan
puisi ini:
Beberapa
hari terakhir ini kampung kami sering dilanda
gangguan
keamanan. Pencurian mulai merajalela, bahkan telah
terjadi
perampokan disertai penganiayaan. Kepala kampung
memerintahkan
agar kegiatan ronda digalakkan karena
tidak
mungkin berharap sepenuhnya kepada petugas keamanan.
Malam
itu Pak Aman hendak melaksanakan tugas ronda.
Ia
warga kampung yang rajin dan setia, meskipun tubuhnya
yang
kurus dan tua kurang mendukung gelora semangatnya.
Kalau
ronda ia suka memakai topi ninja berwarna hitam,
mungkin
untuk sekadar gagah-gagahan. Tapi malam itu
ia
tidak mengenakannya karena topi kebanggaannya itu hilang
dicuri
orang ketika sedang dijemur di depan rumahnya.
Nah,
ia memukul-mukul tiang listrik, memanggil-manggil
teman-temannya,
namun yang dipanggil-panggil tidak juga
menampakkan
batang hidungnya.
Sambil
bersiul-siul Pak Aman berjalan gagah ke gardu ronda.
Ia
terperangah melihat di gardu ronda sudah ada beberapa
orang
pencoleng sedang bermain kartu sambil terbahak-bahak
dan
meneriakkan kata-kata yang bukan main kasarnya.
Bahkan
ia jelas-jelas melihat salah seorang pencoleng
dengan
enaknya mengenakan topi ninja kesayangannya.
“Ada
musuh!” seru seorang pencoleng dan kawanan pencoleng
segera
bersiaga untuk meringkusnya. Secepat kilat Pak Aman
melompat
dan bersembunyi di sebuah rumpun bambu.
Tubuhnya
menggigil demi melihat wajah sangar
para
pencoleng sampai ia terkencing-kencing di celana.
Tidak
lama kemudian muncul serombongan petugas patroli,
hendak
memeriksa keadaan. “Bagaimana situasi malam ini?”
tanya
seorang petugas. “Aman!” seru orang-orang
di
gardu ronda yang sebenarnya adalah para bajingan.
Meskipun
ketakutan, Pak Aman tidak kehilangan akal.
Ia
punya keahlian menirukan suara binatang, dan ia paling fasih
menirukan
suara anjing. Maka mulailah ia menggongong
dan
melolong. Para pencoleng yang merasa sangat terganggu
oleh
suara anjing serempak mengumpat: “Asu!”
Tapi
gonggongan dan lolongan itu makin menjadi-jadi
sampai
beberapa orang kampung mulai berhamburan keluar.
Menyadari
ada ancaman, kawanan pencoleng yang sedang
menguasai
gardu ronda segera lari tunggang langgang.
Dengan
terkekeh-kekeh Pak Aman keluar dari tempat
persembunyian
dan teman-temannya yang sudah hafal
dengan
kelakuannya serempak berseru: “Asu!”
(Ronda,
Joko Pinurbo, 2001)
Perhatikan
bahwa tokoh-tokoh dalam puisi dan pemilihan peristiwanya didasari dengan tujuan
tertentu. Ia tidak sekedar cerita, tetapi memiliki kekhasan. Sebab itu, ia
masih bisa dibedakan dari cerpen. Utamanya, simbol yang sangat padat serta
jalan cerita yang tak seperti cerpen.
Kalau
mau pendek, sederhana saja. permainkan logika yang ada dalam kata-kata. begini;
kata-kata tentu memiliki lawan makna. Setiap makna, memiliki lawan makna.
Misalnya, gelap-terang. Harus disadari juga bahwa setiap kata memiliki kesamaan
bunyi. Tuan-Tuhan, Makan-Makam, dan seterusnya. Gunakan ini, dan kata-kata
semacam ini sangat efektif untuk menyindir secara
tajam.
Tuan Tuhan,
bukan? Sebentar
Saya
sedang ke luar.
(Tuan
Tuhan, Sapardi Djoko Damono)
waktu
aku berjalan ke barat di waktu pagi matahari
mengikutiku
di belakang
aku
berjalan mengikuti bayang-bayangku sendiri yang
memanjang
di depan
aku
dan matahari tidak bertengkar tentang siapa di antara
kami
yang telah menciptakan baying-bayang
aku
dan bayang-bayang tidak bertengkar tentang siapa di
antara
kami yang harus berjalan di depan
(Berjalan
Ke Barat Waktu Pagi Hari, Sapardi Djoko Damono)
Perhatikan
permainan logika yang sangat nyata disini.
Demikian
bagian satu dari trik-trik membuat puisi J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar