KAJIAN RINGKAS ILMU HADITS ( 1 )
AJIAN RINGKAS ILMU HADITS ( 1 )
oleh Jack Budi Satrio (Catatan) pada 15 Maret 2013 pukul 21:39
بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــمِ
Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, shalawat dan salam
semoga selalu tercurah kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam,
keluarga, para sahabat dan pengikut setia mereka sampai hari kiamat,
Aku memuji-Nya atas besarnya anugerah dan kebaikan-Nya. Aku bersaksi
bahwa tidak ilah yang berhak diibadahi kecuali Allah satu-satu-Nya tidak
ada sekutu bagi-Nya, sebagai bentuk pengagungan terhadap-Nya. Dan aku
bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya .
Segala puji yang disertai pengagungan seagung-agungnya hanya milik
Allah Subhanahu wa Ta’ala dan perendahan diri kita yang
serendah-rendahnyanya hanya kita berikan kepadaNya Robbul ‘Alamin.
Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita
Muhammad shallallahu ‘alaihi was sallam.
Amma ba’d :
Sahabat..Ikhwan dan Ukhti sekalian..yang di Rahmati Allah Ta'ala , kita
meyakini bahwa yang menjadi suri tauladan yang baik bagi umat ini
adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan sunnahnya adalah
hakim bagi setiap sesuatu perkara .
Marilah kita untuk lebih
mengukuhkan keimanan serta ketaqwaan kita kepada Allah Subhanahu wa
Ta'ala dengan mengenal lebih dekat dan senantiasa memuji serta berseru
dan melaksanakan apa yang telah di Syari'atkkan pada Kita Umat
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam...
Untuk
itu marilah kita bersama belajar mengkaji perihal Ilmu Hadits yg telah
di ringkas . Adapun tujuannya agar kita tidaklah mudah mengambil Hujjah
dari sebuah riwayat Hadits dan terhindar dari keburukan / kekeliruan
dalam melaksanakan syariat yg telah di ajarkan pada kita semua .
Pada kesempatan ini marilah kita mengenal apa itu Hadits dan juga
belajar untuk mengetahui Ilmu yg berkaitan dengan perihal mempelajari
hadits ...
ILMU AL-JARH WAT-TA’DIL
Al-Jarh secara bahasa merupakan isim mashdar yang berarti luka yang
mengalirkan darah atau sesuatu yang dapat menggugurkan ke’adalahan
seseorang (Lisaanul-Arab; kosa kata “Jaraha”).
-
Al-Jarh menurut istilah yaitu terlihatnya sifat pada seorang perawi yang
dapat menjatuhkan ke’adalahannya, dan merusak hafalan dan ingatannya,
sehingga menyebabkan gugur riwayatnya, atau melemahkannya hingga
kemudian ditolak.
- At-Tajrih yaitu memberikan sifat
kepada seorang perawi dengan sifat yang menyebabkan pendla’ifan
riwayatnya, atau tidak diterima riwayatnya.
-
Al-‘Adlu secara bahasa adalah apa yang lurus dalam jiwa; lawan dari
durhaka. Dan seorang yang ‘adil artinya kesaksiannya diterima; dan
At-Ta’dil artinya mensucikannya dan membersihkannya.
- Al-‘Adlu menurut istilah adalah orang yang tidak nampak padanya apa
yang merusak agamanya dan perangainya, maka oleh sebab itu diterima
beritanya dan kesaksiannya apabila memenuhi syarat-syarat menyampaikan
hadits (yaitu : Islam, baligh, berakal, dan kekuatan hafalan).
- At-Ta’dil yaitu pensifatan perawi dengan sifat-sifat yang
mensucikannya, sehingga nampak ke’adalahannya, dan diterima beritanya.
Dan atas dasar ini, maka ilmu Al-Jarh wat-Ta’dil adalah ilmu yang
menerangkan tentang cacat-cacat yang dihadapkan kepada para perawi dan
tentang penta’dilannya (memandang lurus perangai para perawi) dengan
memakai kata-kata yang khusus dan untuk menerima atau menolak riwayat
mereka (Ushulul-Hadiits halaman 260; dan Muqaddimah Kitab Al-Jarh
wat-Ta’dil 3/1)
Perkembangan Ilmu Al-Jarh wat-Ta’dil
Para ulama menganjurkan untuk melakukan jarh dan ta’dil, dan tidak
menganggap hal itu sebagai perbuatan ghibah yang terlarang; diantaranya
berdasarkan dalil-dalil berikut :
1. Sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam kepada seorang laki-laki :
ﺓﺮﻴﺸﻌﻟﺍ ﻮﺧﺃ ﺲﺌﺑ
”(Dan) itu seburuk-buruk saudara di tengah-tengah keluarganya” (HR. Bukhari).
2. Sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam kepada Fathimah binti
Qais yang menanyakan tentang Mu’awiyyah bin Abi Sufyan dan Abu Jahm
yang tengah melamarnya :
”Adapun Abu Jahm, dia tidak
pernah meletakkan tongkat dari pundaknya (suka memukul), sedangkan
Mu’awiyyah seorang yang miskin tidak mempunyai harta” (HR. Muslim).
Dua hadits di atas merupakan dalil Al-Jarh dalam rangkan nasihat dan
kemaslahatan. Adapun At-Ta’dil, salah satunya berdasarkan hadits :
3. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Sebaik-baik
hamba Allah adalah Khalid bin Walid, salah satu pedang diantara
pedang-pedang Allah” (HR. Ahmad dan Tirmidzi dari Abi Hurairah
radliyallaahu ‘anhu).
----------------
Oleh
karena itu, para ulama membolehkan Al-Jarh wat-Ta’dil untuk menjaga
syari’at/agama ini, bukan untuk mencela manusia. Dan sebagaimana
dibolehkan Jarh dalam persaksian, maka pada perawi pun juga
diperbolehkan; bahkan memperteguh dan mencari kebenaran dalam masalah
agama lebih utama daripada masalah hak dan harta.
Al-Jarh dan At-Ta’dil dalam ilmu hadits menjadi berkembang di kalangan
shahabat, tabi’in, dan para ulama setelahnya hingga saat ini karena
takut pada apa yang diperingatkan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam :
ﺍﻮﻌﻤﺴﺗ ﻢﻟ ﺎﻣ ﻢﻜﻧﻮﺛﺪﺤﻳ ﺱﺎﻧﺃ ﻲﺘﻣﺃ ﺮﺧﺁ ﻲﻓ ﻥﻮﻜﻴﺳ
ﻢﻫﺎﻳﻭ ﻢﻛﺎﻳﺈﻓ ﻢﻜﺋﺎﺑﺁ ﻻﻭ ﻢﺘﻧﺃ
”Akan ada pada umatku yang terakhir nanti orang-orang yang menceritakan
hadits kepada kalian apa yang belum pernah kalian dan juga bapak-bapak
kalian mendengar sebelumnya. Maka waspadalah terhadap mereka dan
waspadailah mereka” (Muqaddimah Shahih Muslim).
Dari
Yahya bin Sa’idAl-Qaththan dia berkata,”Aku telah bertanya kepada
Sufyan Ats-Tsaury, Syu’bah, dan Malik, serta Sufyan bin ‘Uyainah tentang
seseorang yang tidak teguh dalam hadits. Lalu seseorang datang kepadaku
dan bertanya tentang dia, mereka berkata,”Kabarkanlah tentang dirinya
bahwa haditsnya tidaklah kuat” (Muqaddimah Shahih Muslim).
Dari Abu Ishaq Al-Fazary dia berkata,”Tulislah dari Baqiyyah apa yang
telah ia riwayatkan dari orang-orang yang dikenal, dan jangan engkau
tulis darinya apa yang telah dia riwayatkan dari orang-orang yang tidak
dikenal, dan janganlah kamu menulis dari Isma’il bin ‘Iyasy apa yang
telah ia riwayatkan dari orang-orang yang dikenal maupun dari selain
mereka” (- Baqiyyah bin Al-Walid banyak melakukan tadlis dari para
dlu’afaa).
Diketahuinya hadits-hadits yang shahih
dan yang lemah hanyalah dengan penelitian para ulama’ yang berpengalaman
yang dikaruniai oleh Allah kemampuan untuk mengenali keadaan para
perawi. Dikatakan kepada Ibnul-Mubarak : ”(Bagaimana dengan)
hadits-hadits yang dipalsukan ini?”. Dia berkata,”Para ulama yang
berpengalaman yang akan menghadapinya”.
Maka
penyampaian hadits dan periwayatannya itu adalah sama dengan penyampaian
untuk agama. Oleh karenannya kewajiban syar’i menuntut akan pentingnya
meneliti keadaan para perawi dan keadilan mereka, yaitu seorang yang
amanah, alim terhadap agama, bertaqwa, hafal dan teliti pada hadits,
tidak sering lalai dan tidak peragu. Melalaikan itu semua (Al-Jarh
wat-Ta’dil) akan menyebabkan kedustaan kepada Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam.
Dikatakan kepada Yahya bin Sa’id
Al-Qaththan,”Apakah kamu tidak takut terhadap orang-orang yang kamu
tinggalkan haditsnya akan menjadi musuh-musuhmu di hadapan Allah?”. Dia
berkata,”Mereka menjadi musuh-musuhku lebih baik bagiku daripada
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam yang menjadi musuhku. Beliau
akan berkata : mengapa kamu mengambil hadits atas namaku padahal kamu
tahu itu adalah kedustaan?”
(Al-Kifaayah halaman 144).
Tingkatan Al-Jarh
1. Tingkatan Pertama
Yang menunjukkan adanya kelemahan, dan ini yang paling rendah dalam
tingkatan al-jarh seperti : layyinul-hadiits (lemah haditsnya), atau
fiihi maqaal (dirinya diperbincangkan), atau fiihi dla’fun (padanya ada
kelemahan).
2. Tingkatan Kedua
Yang menunjukkan adanya pelemahan terhadap perawi dan tidak boleh
dijadikan sebagai hujjah; seperti : “Fulan tidak boleh dijadikan
hujjah”, atau “dla’if, atau “ia mempunyai hadits-hadits yang munkar”,
atau majhul (tidak diketahui identitas/kondisinya).
3. Tingkatan Ketiga
Yang menunjukkan lemah sekali dan tidak boleh ditulis haditsnya,
seperti : “Fulan dla’if jiddan (dla’if sekali)”, atau “tidak ditulis
haditsnya”, atau “tidak halal periwayatan darinya”, atau laisa
bi-syai-in (tidak ada apa-apanya). (Dikecualikan untuk Ibnu ma’in
bahwasannya ungkapan laisa bisyai-in sebagai petunjuk bahwa hadits
perawi itu sedikit).
4. Tingkatan Keempat
Yang menunjukkan tuduhan dusta atau pemalsua hadits, seperti : Fulan
muttaham bil-kadzib (dituduh berdusta) atau “dituduh memalsukan hadits”,
atau “mencuri hadits”, atau matruk (yang ditinggalkan), atau laisa bi
tsiqah (bukan orang yang terpercaya).
5. Tingkatan Kelima
Yang menunjukkan sifat dusta atau pemalsu dan semacamnya; seperti :
kadzdzab (tukang dusta), atau dajjal, atau wadldla’ (pemalsu hadits),
atau yakdzib (dia berbohong), atau yadla’ (dia memalsikan hadits).
6. Tingkatan Keenam
Yang menunjukkan adanya dusta yang berlebihan, dan ini seburuk-buruk
tingkatan; seperti : “Fulan orang yang paling pembohong”, atau “ia
adalah puncak dalam kedustaan”, atau “dia rukun kedustaan”.
Hukum Tingkatan-Tingkatan Al-Jarh
1. Untuk dua tingkatan pertama tidak bisa dijadikan sebagai hujjah
terhadap hadits mereka, akan tetapi boleh ditulis untuk diperhatikan
saja. Dan tentunya orang untuk tingkatan kedua lebih rendah kedudukannya
daripada tingkatan pertama.
2. Sedangkan empat
tingkatan terakhir tidak boleh dijadikan sebagai hujjah, tidak boleh
ditulis, dan tidak dianggap sama sekali.
(Tadriibur-Rawi halaman 229-233; dan Taisir Musthalah Al-Hadits halaman 152-154).
Kitab-Kitab yang membahas Tentang Al-Jarh wat-Ta’dil
Penyusunan karya dalam ilmu Al-Jarh wat-Ta’dil telah berkembang sekitar
abad ketiga dan keempat, dan komentar orang-orang yang berbicara
mengenai para tokoh secara jarh dan ta’dil sudah dikumpulkan. Dan jika
permulaan penyusunan dalam ilmu ini dinisbatkan kepada Yahya bin Ma’in,
Ali bin Al-Madini, dan Ahmad bin Hanbal; maka penyusunan secara meluas
terjadi sesudah itu, dalam karya-karya yang mencakup perkataan para
generasi awal tersebut.
Para penyusun mempunyai metode yang berlainan :
a. Sebagian di antara mereka hanya menyebutkan orang-orang yangdla’if saja dalam karyanya.
b. Sebagian lagi menyebutkan orang-orang yang tsiqaat saja.
c. dan sebagian lagi menggabungkan antara yang dla’if dan yang tsiqaat.
Sebagian besar metode yang dipakai oleh para pengarang adalah
mengurutkan nama para perawi sesuai dengan huruf kamus (mu’jam). Dan
berikut ini karya-karya mereka yang sampai kepada mereka :
1. Kitab Ma’rifatur-Rijaal, karya Yahya bin Ma’in (wafat tahun 233 H), terdapat sebagian darinya berupa manuskrip.
2. Kitab Adl-Dlu’afaa’ul-Kabiir dan Adl-Dlu’afaa’ush-Shaghiir, karya
Imam Muhammad bin Isma’il Al-Bukhari (wafat tahun 256 H), dicetak di
India. Karya beliau yang lain : At-Tarikh Al-Kabiir, Al-Ausath, dan
Ash-Shaghiir[/I].
3. Kitab Ats-Tsiqaat, karya Abul-Hasan Ahmad bin Abdillah bin Shalih Al-‘Ijly (wafat tahun 261 H), manuskrip.
4. Kitab Adl-Dlu’afaa’ wal-Matrukiin, karya Abu Zur’ah Ubaidillah bin Abdilkariim Ar-Razi (wafat tahun 264 H), manuskrip.
5. Kitaab Adl-Dlu’afaa’ wal-Kadzdzabuun wal-Matrukuun
min-Ashhaabil-Hadiits, karya Abu ‘Utsman Sa’id bin ‘Amr Al-Bardza’I
(wafat tahun 292 H).
6. Kitab Adl-Dlu’afaa’
wal-Matrukiin, karya Imam Shmad bin Ali An-Nasa’I (wafat tahun 303 H),
telah dicetak di India bersama kitab Adl-Dlu’afaa’ karya Imam Bukhari.
7. Kitab Adl-Dlu’afaa’, karya Abu Ja’far Muhammad bin ‘Amr binMusa bin Hammad Al-‘Uqaily (wafat tahun 322 H), manuskrip.
8. Kitab Ma’rifatul-Majruhiin minal-Muhadditsiin, karya Muhammad bin
Ahmad bin Hibban Al-Busti (wafat tahun 354 H), manuskrip; dan karyanya
Kitab Ats-Tsiqaat, juga manuskrip.
Dan di antara
karya-karya mereka adalah tentang sejarah perawi hadits secara umum,
tidak hanya terbatas pada biografi tokoh-tokoh saja, atau biografi para
tsiqaat saja, atau para dlu’afaa’ saja; seperti :
9.
Kitab At-Tarikhul-Kabiir, karya Imam Bukhari (wafat tahun 256 H)
mencakup atas 12315c biografi sebagaimana dalam naskah yang dicetak
dengan nomor.
10. Kitab Al-Jarh wat-Ta’dil, karya
Abdurrahman bin Abi Hatim Ar-Razi (wafat tahun 327 H) dan ia termasuk di
antara yang paling besar dari kitab-kitab tentang Al-Jarh wat-Ta’dil
yang sampai pada kita, dan paling banyak faidahnya; dimana ia mencakup
banyak perkataan para imam Al-Jarh wat-Ta’dil terkait dengan para perawi
hadits. Kitab ini merupakan ringkasan dari upaya para pendahulu yang
mengerti ilmu ini mengenai para perawi hadits secara umum.
Kemudian karya-karya mengenai perawi hadits yang disebutkan dalam
kutubus-sittah dan lainnya, sebagian di antaranya khusus pada perawi
satu kitab, dan sebagian yang lain mencakup kitab-kitab hadits dan
lainnya.
11. Kitab Asaami’ Man Rawa ‘anhum Al-Bukhari karya Ibnu Qaththan – Abdullah bin ‘Ady Al-Jurjani (wafat tahun 360 H), manuskrip.
12. Kitab Dzikri Asma’it-Tabi’iin wa Man ba’dahum Min Man Shahhat
Riwayatuhu minats-Tsiqaat ‘indal-Bukhari, karya Abul-hasan Ali bin Umar
Ad-daruquthni (wafat tahun 385 H), manuskrip.
13.
Kitab Al-Hidayah wal-Irsyaad fii Ma’rifati Ahlits-Tsiqah was-Sadaad,
karya Abu Nashr Ahmad bin Muhammad Al-kalabadzi (wafat tahun 398 H),
khusus tentang perawi Imam Bukhari; manuskrip.
14.
Kitab At-Ta’dil wat-Tarjih li Man Rawa ‘anhul-Bukhari fish-Shahiih,
karya Abul-Walid Sulaiman bin Khalaf Al-Baaji Al-Andalusi (wafat tahun
474 H), manuskrip.
15. Kitab At-Ta’rif bi Rijaal Al-Muwaththa’, karya Muhammad bin Yahya bin Al-Hidza’ At-tamimi (wafat tahun 416 H); manuskrip.
16. Kitab Rijaal Shahih Muslim, karya Abu Bakar Ahmad bin Ali bin Manjawaih Al-Ashfahani (wafat tahun 247 H); manuskrip.
17. Kitab Rijal Al-Bukhari wa Muslim, karya Abul-hasan Ali bin ‘Umar Ad-daruquthni (wafat tahun 385 H); manuskrip.
18. Kitab Rijaal Al-Bukhari wa Muslim, karya Abu Abdillah Al-hakim An-Naisabury (wafat tahun 404 H); telah dicetak.
19. Kitab Al-Jam’I baina Rijalish-Shahihain, karya Abul-Fadll Muhammad bin Thahir Al-Maqdisy (wafat tahun 507 H); dicetak.
20. Kitab Al-Kamal fi Asmaa-ir-Rijaal, karya Al-Hafidh Abdul Ghani bin
Abdil-Wahid Al-Maqdisy Al-Jumma’ily (wafat tahun 600 H), termasuk karya
tertua yang sampai pada kita yang secara khusus membahas perawi kutub
sittah. Kitab ini dianggap sebagai asal bagi orang setelahnya dalam bab
ini.
Dan sejumlah ulama’ telah melakukan perbaikan dan peringkasan atasnya.
21. Kitab Tahdzibul-Kamal, karya Al-Hafidh Al-Hajjaj Yusuf bin Az-Zaki Al-Mizzi (wafat tahun 742 H).
22. Kitab Tadzkiratul-Huffadh, karya Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin ‘Utsman Adz-Dzahabi (wafat tahun 748 H).
23. Kitab Tahdzibut-Tahdzib, karya Adz-Dzahabi juga.
24. Kitab Al-Kasyif fii Ma’rifat man Lahu Riwayat fil-Kutubis-Sittah, karya Adz-Dzahabi juga.
25. Kitab Tahdzibut-Tahdzib, karya Al-hafidh Ibnu Hajar Al-‘Atsqalani
(wafat tahun 852 H), yang merupakan ringkasan dan perbaikan dari
Tahdzibul-Kamal karya Al-Hafidh Al-Mizzi; dan dia adalah kitab yang
paling menonjol yang dicetak secara terus-menerus. Di dalamnya Ibnu
hajar telah meringkas hal-hal yang perlu diringkas, dan menambah hal-hal
yang terlewatkan di kitab asli, dan kitab Kitab Tahdzibut-Tahdzib
adalah kitab paling baik dan paling detil.
26. Kitab Taqribut-Tahdzib, karya Ibnu Hajar juga.
27. Kitab Khulashah Tahdzibul-Kamal, karya Shafiyyuddin Ahmad bin Abdillah Al-Khazraji (wafat tahun 934 H).
28. Kitab Ta’jilul-Manfa’ah bi Zawaid Al-Kutub Al-Arba’ah, karya Al-Hafidh Ibnu Hajar Al-‘Atsqalany.
29. Kitab Mizaanul-I’tidaal fii Naqdir-Rijaal, karya Al-Hafidh
Adz-Dzahabi (wafat tahun 748 H). dan termasuk kitab yang paling lengkap
tentang biografi orang-orangyang di-jarh.
30. Kitab Lisaanul-Mizaan, karya Al-Hafidh Ibnu Hajar Al-‘Atsqalani.
31. Kitab At-Tadzkiratul bir-Rijaal Al-‘Asyarah, karya Abu Abdillah
Muhammad bin Ali Al-Husaini Ad-Dimasyqi (wafat tahun 765 H).
Kitab ini mencakup atas biografi sepeuluh perawi dari kitab-kitab
hadits, yaitu : al-kutubus-sittah, yang menjadi objek pembahasan pada
kitab Tahdzibul-Kamal-nya Al-Mizzi, ditambah empat kitab lagi karya imam
empat madzhab : Al-Muwaththa’, Musnad Asy-Syafi’I, Musnad Ahmad,
Al-Musnad yang diriwayatkan oleh Al-Husain bin Muhammad bin Khasru dari
hadits Abu Hanifah. Dan terdapat manuskrip lengkap dari kitab
At-Tadzkirah ini.
Demikian yang bisa saya sampaikan
Insya Allah , semoga bisa bermanfaat bagi kita semua khususnya saya
pribadi dan juga bagi sahabat serta teman dan saudara muslim lainnya
pada Umumnya , serta menjauhkan kita dari kesesatan yang nyata .Bilamana
ada kalimat atau lafadz yang salah mohon maaf .
Akhirnya Segala perkara yang benar datangnya hanya dari Allah Ta'ala
semata , sedang yang salah dan keliru datangnya dari saya sendiri dan
Syaitan yang selalu menghembus hembuskan kedzaliman serta kesesatan ,
bila ada kekurangannya mohon maaf .
Semoga Allah Azza wa Jalla senantiasa melimpahkan Rahmat serta
Hidayah-Nya pada Junjungan kita Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam
beserta keluarganya dan Para Shahabat serta Kita semua
...aamiin..aamiin..Ya Rabbal 'alamiin....
" Ya Allah damaikanlah hati hati kami dan tunjukkanlah kami kepada
jalan jalan keselamatan Selamatkanlah kami dari kegelapan menuju cahaya ,
jauhkanlah kami dari kekejian baik yang nampak maupun yang tersembunyi ,
berkatilah kami pada pendengaran , penglihatan , hati , istri istri dan
keturunan keturunan kami .Ampunilah kami , sesungguhnya Engkaulah Maha
Penerima taubat lagi Maha Penyayang.Jadikanlah kami termasuk orang orang
yang mensyukuri nikmat - Mu dan senang hati menerimanya .serta
Sempurnakanlah nikmat tersebut atas kami" amin....
Allahu A'lam bish showaab ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar