Mas, IMABSII itu apa ya?
Kami
adalah Ikatan Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia se-Indonesia yang didirikan
di Makassar, pada 6 mei 2004. Ibaratnya, seluruh BEMJ, HIMA, HMJ, dan komunitas
kampus diseluruh negara kita bergabung lalu membentuk organisasi raksasa
bernama IMABSII, untuk menyatukannya.
Lalu, apa gunanya?
Sebetulnya,
kami ini semacam payung raksasa buat seluruh mahasiswa bahasa dan sastra
Indonesia, jadi, semua kampus yang sudah jadi anggota otomatis mahasiswanya
juga menjadi anggota. Kami didirikan untuk mempermudah dan mempererat tali
persaudaraan seluruh mahasiswa. Kenapa tali persaudaraan? Sebab, dengan ini
kami mempermudah transfer ilmu dari seluruh indonesia.
Kami
berperan juga sebagai laboratorium sastra, filologi, dan bahasa. Jadi, Anda yang
berminat mengabdikan ilmu silakan bergabung menjadi pengurus sesuai latar
belakang dan minat. Selain itu, kami juga menjadi tempat penelitian atas
perkembangan negatif bahasa dan budaya Indonesia.
Bagaimana struktur organisasi ini,
Mas?
Begini,
kami independen, tidak terikat kepada apapun secara hukum, hanya saja, kami
menjalin kemitraan sebagai kaki-tangan Badan Bahasa dan DIKTI sebagai sarana
sosialisasi, menjaring tenaga kerja, dan kebermudahan akses.
Mudahnya,
Dewan Pembina-Dewan Pertimbangan-Sekjend-Wakil Sekjend-Kadept-Pengurus dan
Staf-Anggota.
Dewan
Pembina dijabat oleh Sekretaris Badan Bahasa, dan Dewan Pertimbangan dijabat
oleh pengurus pusat periode sebelumnya.
Kalau jadi pengurus pusat ngapain aja sih, Mas?
Ya,
begini sih, kalau jadi Sekretaris Jenderal itu sibuk. Mesti hadir kemana-mana,
dia mengatur sebagai pimpinan tertinggi dari Sabang sampai Merauke. Menjalin
perjanjian dan hubungan dimana-mana. Disaat yang sama, seiring semester kuliah,
dia harus praktek atau KKL.
Jangan
salah, secara keilmuan, Sang Sekjend ini dianggap dewa. Kalau wakil bidang
sekretariat, tugasnya mirip sekretaris. Kalau wakil bidang keuangan, tugasnya
mirip bendahara, hanya saja mengumpulkan uang dari seluruh Indonesia.
Nah,
saya kan di bidang Wilayah Pusat. Tugasnya, menghubungkan 8 Wilayah Utama dan
30 Daerah. Menjamin semua informasi tersebar merata. Menjamin terlaksananya
musyawarah dan program di 8 wilayah utama, sambil memastikan ketampanan tidak
berkurang. Saya dibantu 8 Korwil, yang ditunjuk pada saat RAKERNAS.
Oo, pantas mas sibuk. Lantas, apa
bedanya dengan BEMJ ya mas?
Begini,
BEM J itu struktur internal kampus. Nah, untuk menyatukannya, kini dikenal BEM
SI (seluruh Indonesia) nah, IMABSII pun seperti itu, hanya saja, menyatukan
komunitas, HIMA, HMJ, BEMJ, dan Ikatan Jurusan. Secara program, kami lebih
mengarah pada penelitian. Jika BEMJ arahnya pada even dan festifal (pertunjukan
dan pameran keahlian) maka kami kearah eksplorasi dan penelitian.
Contohnya,
pada tahun lalu, Parikesit (peneliti IMABSII dari UNPAK) meneliti naskah kuno
Cianjur. Bagaimana dengan acara semisal festifal dan pesta? Nah, kami ada untuk
mempermudah komunikasi dan menyebarkan informasi. Sebagai perantara, terutama
bagi kampus anggota.
Bagiamana cara memilih Sekjend, mas?
Setiap
2 tahun sekali, kepengurusan harus ganti. Ah, untuk mengganti, diadakan Kongres
IMABSII di kampus yang telah disepakati ketika RAKERNAS periode sebelumnya.
Disana, diadakan seleksi dan musyawarah. Voting tetap merupakan jalan terakhir.
Syaratnya, sekjend ini harus:
i. Bertaqwa
Kepada Tuhan Yang Maha Esa.
ii. Memiliki kemampuan, kecakapan dalam
memimpin organisasi
iii. Masih berstatus mahasiswa Bahasa dan
Sastra Indonesia selama masa jabatannya.
iv. Memiliki prestasi akademik yang baik.
v. Pada saat dilantik dan selama masa
jabatan tidak menjadi pimpinan organisasi tingkat nasional lainnya.
vi. Memiliki visi dan misi ke depan untuk
Ikatan Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia se-Indonesia.
Wah, njelimet ya, mas?
Yap,
karena itu, sekjend betul-betul yang terbaik ketika itu.
Siapa saja yang sekarang jadi pengurus
pusat, mas?
Dewan
Pembina sekarang itu Ibu Yeyen Maryani, sekretaris Badan Bahasa, lalu Dewan
Pertimbangan dijabat Kak Ahmad Mulyadi (dia mantan Sekjend kedua, periode
2010-2012).
Oh
iya, sejak 2004 sudah ada 3 sekjend. Pertama, Kak Barnadi Zakaria dari
Makassar, sekarang mengambil S-2. Dia juga pendirinya dan menjabat sekjend
selama 6 tahun.
Sekjend
sekarang dijabat Kak Fajar Ditya Adhaniawan dari Universitas Suryakencana,
Cianjur. Dia itu orang komunitas Warung Apresiasi Sastra.
Wasekjend
I dijabat Bang Tarida Ilham, dari Universitas Asahan, Sumatera Utara. Wasekjend
II dijabat Kang Rudi, dari Pakuan, Bogor. Nah, Wasekjend III/Korwil Pusat
dipegang saya sendiri, Amar Ar-Risalah.
Menurut kabar dari burung, IMABSII
bayar ya mas?
Nah,
ini kabar paling bikin pusing. Setiap pengurus IMABSII tidak membayar apapun.
Hanya saja, setiap pertemuan dan rapat kami, biasa tidak di Jakarta. Harus
keluar biaya transportasi. Dan itu, dimanfaatkan oleh kampus tuan rumah untuk
seminar. Seminar itu bisa sampai 5 hari, nah seminarnya itu yang kita bayar.
Bukan IMABSII.
Setiap
KAMPUS ANGGOTA IMABSII baru diwajibkan membayar 100. 000 rupiah pertahun kepada
wasekjen 2. Sekarang, jumlah kampus anggota sekitar 71. Terbaru adalah Universitas
PGRI Kediri.
Apa masalah IMABSII sekarang ini, apa
yang diurusi?
“...Kebudayaan, erat hubungannya
dengan kesusastraan. Justru kesusastraan itu adalah jembatan antara budaya dan
bahasa, sebuah simbiosis, atau paling tidak, area abu-abu dimana kebudayaan
adalah bahasa, dan bahasa adalah kebudayaan.
Kesusastraan paska angkatan 2000
yang diwarnai karya terjemahan dan bahasa gaul anak muda, turut memperkeruh
situasi. Sebetulnya, sejak dahulu, banyak bertebaran karya semacam itu. Sejak
angkatan pujangga baru hingga angkatan 80-an. Namun, horison harapan pembaca
kala itu tidak menganggap karya itu sebagai kiblat, bahwa “bagus” adalah “karya
itu”. Mereka tetap memiliki pemahaman yang baik terhadap kebudayaan asli kita.
Bagaimana dengan era paska angkatan
2000? Karya-karya, dianggap mewakili horison harapan pembaca, apabila memenuhi
syarat, diantaranya, menjadi penjualan terbanyak kala itu, kutipan atau
cuplikan karya itu menjadi idiom baru, atau karya yang dihasilkan setelahnya
menginduk karya itu secara massal, baik dari tema, gaya bahasa, gaya penulisan,
dan amanat.
Kondisi ini memaksa kita untuk
mempelajari, memahami, lalu memperbaikinya. Menjadi kondisi kebahasaan yang
ideal, yang mampu mendukung kebudayaan yang sehat, lalu menumbuhkan lagi pohon
sastra yang indah dan subur. Akan tetapi, apakah itu sudah cukup?
Adalah dangkal jika kita hanya
bicara teori dan analisa yang mengawang-awang. Ya. Kita punya massa. Kita punya
tenaga. Di dunia nyata yang melampaui segala teori. Ratusan kampus, ribuan
sastrawan, puluhan ribu sarjana bahasa Indonesia.
Tantangannya sebenarnya adalah,
bagaimana kita mampu menghubungkan ratusan kampus dengan puluhan ribu manusia
di seluruh Indonesia? Kita adalah sastrawan sekaligus budayawan. Bukan
dihubungkan dengan telepon. Surat. Rapat. Kongres. Atau diskusi.
Kita dihubungkan dengan tujuan yang
sama, kita disatukan dengan cara-cara yang sama. Cara yang senantiasa berubah
dan dinamis mengikuti kebutuhan setiap daerah dan waktu. Untuk itulah IMABSII
dihadirkan, untuk menyelaraskan senar-senar gitar yang berbunyi sendiri-sendiri
menjadi satu lagu yang indah. Nada yang diigetarkan bersama-sama namun kenal
irama...”
Bahasa
saya berat ya? Ini dikutip dari esei yang saya sampaikan pada forum IMABSII.
Kerjasama
dengan BEMJ BSI UNJ misalnya menjadi juri pada g-sastrasia, menjadi pembuat
soal, dan turut menyebarluaskan informasi penyelenggaraan acara BEM, serta
membukukan sebagian karya.
Terus apa lagi mas, yang ini baru
menarik?
“...Lagi-lagi akan timbul nada
sumbang tentang modal. Bahwa setiap pergerakan memerlukan tenaga, dan kita
bicara pergerakan yang ditenagai biaya. Saya yakin, masalah pendanaan akan
terkontrol dengan beberapa cara.
Pertama, pembinaan hubungan baik
dengan balai bahasa di setiap daerah, seperti masukan dewan pertimbangan
IMABSII pada kongres III di Universitas Bengkulu. Kerjasama yang baik akan
terbangun jika komunikasi juga baik. Sedangkan, kini terjadi jurang pembatas
yang amat jauh antara kita sebagai mitra kerja dengan Balai Bahasa sebagai
payung dan sumber data.
Kedua, pemanfaatan iuran yang
seringkali macet karena kelalaian baik pusat maupun wilayah dan daerah.
Kelalaian ini semestinya bisa diatasi dengan kesadaran, bahwa penundaan hanya
berakibat penundaan berikutnya.
Ketiga, publikasi dan peningkatan
mutu karya anggota, yang tidak dibatasi hanya pada ranah penulisan cerpen,
puisi, atau novel, tetapi juga filologi, kritik sastra, dan kritik sosial
budaya. Usaha filologis yang ditempuh pada kepengurusan sebelumnya mesti
terhenti karena suatu hal, dan kini, dengan anggota yang jauh lebih memiliki
sarana hubungan yang baik, karya filologis tersebut bisa dijadikan produk
sekaligus sumber pencairan dana penelitian selanjutnya.
Keempat, media massa, yang menjadi
tolok ukur kedudukan sebuah lembaga atau kegiatan, harus kita jadikan mitra dan
corong. Gunanya, untuk memperkuat daya tawar dihadapan pemilik modal diluaran
sana.
Semoga, apa yang disampaikan disini
menjadi bahan renungan bagi kita semua. Selamat datang di UNESA...”
Ini masih lanjutan esei saya.
Lho, kok UNESA?
Nah,
ini dia butirnya. Bulan November ini, tanggal 15, ada Rapat Kerja Nasional. Se
Indonesia lho, untuk menyusun program setahun kedepan.
Tempatnya
di UNESA. Bayar seminarnya (bukan IMABSII-nya!) 250.000 rupiah. Kalau IMABSII
sih gratis, malah kalau bisa menunjang pekerjaan. Disana kita bertemu
teman-teman dari seluruh negeri, kabarnya, akan ada Anies Baswedan dan Budi
Darma, serta Amar Ar-Risalah.
Ikut
saja, bantu kami menjalankan tugas moral menjaga dan mengembangkan budaya
(bukan melestarikan, tapi mengembangkan!). tak dibatasi berapa orang kok!
Oo, gitu ya mas? Siapa saja yang bisa
ikut?
Semuanya,
yang penting anak JBSI. DIK maupun NONDIK. Ganteng, jelek, arek, cilik,
penyakitan, cantik (diutamakan), dan berjiwa backpacker (tahulah, pergaulan
saya). Mau semester 2, 3, 4, keatas, semua boleh. Hubungi saja saya. Disana ada
penginapan yang disediakan panitia.
Terus, kalau saya datang RAKERNAS saya
ngapain mas?
Pertama,
Anda turut menyumbangkan usulan program penelitian yang dikerjakan oleh kita
bersama. Kedua, melalui departemen Anda nanti, bisa juga dijadikan tempat
belajar. Ketiga, bertemu dengan teman baru dari
seluruh negeri. Keempat, mengikuti seminar dan perbaikan gizi, karena
jaminan makan 3 kali sehari. Jelas, kan?
Jelas, sip! Baik, akan saya pertimbangkan
menjadi pengurus (semua sudah anggota) dan ikut rakernas!
Nah,
begitu!
Kami
sedang bersiap membuat kumpulan puisi, kumpulan cerpen, membuat penerbitan
IMABSII, dan kumpulan filolog muda, serta meneliti angkatan baru sastra. Siap??
Keterangan: jika ada
pertanyaan, hubungi saya, namun maaf
jika sulit ditemui atau dihubungi. Sangat sibuk. Telepon genggam saya
juga sedang sensitif dengan saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar