Selasa, 23 Oktober 2012

IMABSII itu apa sih?


Mas, IMABSII itu apa ya?
Kami adalah Ikatan Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia se-Indonesia yang didirikan di Makassar, pada 6 mei 2004. Ibaratnya, seluruh BEMJ, HIMA, HMJ, dan komunitas kampus diseluruh negara kita bergabung lalu membentuk organisasi raksasa bernama IMABSII, untuk menyatukannya.

Lalu, apa gunanya?
Sebetulnya, kami ini semacam payung raksasa buat seluruh mahasiswa bahasa dan sastra Indonesia, jadi, semua kampus yang sudah jadi anggota otomatis mahasiswanya juga menjadi anggota. Kami didirikan untuk mempermudah dan mempererat tali persaudaraan seluruh mahasiswa. Kenapa tali persaudaraan? Sebab, dengan ini kami mempermudah transfer ilmu dari seluruh indonesia.
Kami berperan juga sebagai laboratorium sastra, filologi, dan bahasa. Jadi, Anda yang berminat mengabdikan ilmu silakan bergabung menjadi pengurus sesuai latar belakang dan minat. Selain itu, kami juga menjadi tempat penelitian atas perkembangan negatif bahasa dan budaya Indonesia.

Bagaimana struktur organisasi ini, Mas?
Begini, kami independen, tidak terikat kepada apapun secara hukum, hanya saja, kami menjalin kemitraan sebagai kaki-tangan Badan Bahasa dan DIKTI sebagai sarana sosialisasi, menjaring tenaga kerja, dan kebermudahan akses.
Mudahnya, Dewan Pembina-Dewan Pertimbangan-Sekjend-Wakil Sekjend-Kadept-Pengurus dan Staf-Anggota.
Dewan Pembina dijabat oleh Sekretaris Badan Bahasa, dan Dewan Pertimbangan dijabat oleh pengurus pusat periode sebelumnya.

Kalau jadi pengurus pusat ngapain aja sih, Mas?
Ya, begini sih, kalau jadi Sekretaris Jenderal itu sibuk. Mesti hadir kemana-mana, dia mengatur sebagai pimpinan tertinggi dari Sabang sampai Merauke. Menjalin perjanjian dan hubungan dimana-mana. Disaat yang sama, seiring semester kuliah, dia harus praktek atau KKL.
Jangan salah, secara keilmuan, Sang Sekjend ini dianggap dewa. Kalau wakil bidang sekretariat, tugasnya mirip sekretaris. Kalau wakil bidang keuangan, tugasnya mirip bendahara, hanya saja mengumpulkan uang dari seluruh Indonesia.
Nah, saya kan di bidang Wilayah Pusat. Tugasnya, menghubungkan 8 Wilayah Utama dan 30 Daerah. Menjamin semua informasi tersebar merata. Menjamin terlaksananya musyawarah dan program di 8 wilayah utama, sambil memastikan ketampanan tidak berkurang. Saya dibantu 8 Korwil, yang ditunjuk pada saat RAKERNAS.

Oo, pantas mas sibuk. Lantas, apa bedanya dengan BEMJ ya mas?
Begini, BEM J itu struktur internal kampus. Nah, untuk menyatukannya, kini dikenal BEM SI (seluruh Indonesia) nah, IMABSII pun seperti itu, hanya saja, menyatukan komunitas, HIMA, HMJ, BEMJ, dan Ikatan Jurusan. Secara program, kami lebih mengarah pada penelitian. Jika BEMJ arahnya pada even dan festifal (pertunjukan dan pameran keahlian) maka kami kearah eksplorasi dan penelitian.
Contohnya, pada tahun lalu, Parikesit (peneliti IMABSII dari UNPAK) meneliti naskah kuno Cianjur. Bagaimana dengan acara semisal festifal dan pesta? Nah, kami ada untuk mempermudah komunikasi dan menyebarkan informasi. Sebagai perantara, terutama bagi kampus anggota.

Bagiamana cara memilih Sekjend, mas?
Setiap 2 tahun sekali, kepengurusan harus ganti. Ah, untuk mengganti, diadakan Kongres IMABSII di kampus yang telah disepakati ketika RAKERNAS periode sebelumnya. Disana, diadakan seleksi dan musyawarah. Voting tetap merupakan jalan terakhir. Syaratnya, sekjend ini harus:
 i.         Bertaqwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa.
ii.         Memiliki kemampuan, kecakapan dalam memimpin organisasi
iii.        Masih berstatus mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia selama masa jabatannya.
iv.        Memiliki prestasi akademik yang baik.
v.         Pada saat dilantik dan selama masa jabatan tidak menjadi pimpinan organisasi tingkat nasional lainnya.
vi.        Memiliki visi dan misi ke depan untuk Ikatan Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia se-Indonesia.


Wah, njelimet ya, mas?
Yap, karena itu, sekjend betul-betul yang terbaik ketika itu.

Siapa saja yang sekarang jadi pengurus pusat, mas?
Dewan Pembina sekarang itu Ibu Yeyen Maryani, sekretaris Badan Bahasa, lalu Dewan Pertimbangan dijabat Kak Ahmad Mulyadi (dia mantan Sekjend kedua, periode 2010-2012).
Oh iya, sejak 2004 sudah ada 3 sekjend. Pertama, Kak Barnadi Zakaria dari Makassar, sekarang mengambil S-2. Dia juga pendirinya dan menjabat sekjend selama 6 tahun.
Sekjend sekarang dijabat Kak Fajar Ditya Adhaniawan dari Universitas Suryakencana, Cianjur. Dia itu orang komunitas Warung Apresiasi Sastra.
Wasekjend I dijabat Bang Tarida Ilham, dari Universitas Asahan, Sumatera Utara. Wasekjend II dijabat Kang Rudi, dari Pakuan, Bogor. Nah, Wasekjend III/Korwil Pusat dipegang saya sendiri, Amar Ar-Risalah.

Menurut kabar dari burung, IMABSII bayar ya mas?
Nah, ini kabar paling bikin pusing. Setiap pengurus IMABSII tidak membayar apapun. Hanya saja, setiap pertemuan dan rapat kami, biasa tidak di Jakarta. Harus keluar biaya transportasi. Dan itu, dimanfaatkan oleh kampus tuan rumah untuk seminar. Seminar itu bisa sampai 5 hari, nah seminarnya itu yang kita bayar. Bukan IMABSII.
Setiap KAMPUS ANGGOTA IMABSII baru diwajibkan membayar 100. 000 rupiah pertahun kepada wasekjen 2. Sekarang, jumlah kampus anggota sekitar 71. Terbaru adalah Universitas PGRI Kediri.

Apa masalah IMABSII sekarang ini, apa yang diurusi?
“...Kebudayaan, erat hubungannya dengan kesusastraan. Justru kesusastraan itu adalah jembatan antara budaya dan bahasa, sebuah simbiosis, atau paling tidak, area abu-abu dimana kebudayaan adalah bahasa, dan bahasa adalah kebudayaan.
Kesusastraan paska angkatan 2000 yang diwarnai karya terjemahan dan bahasa gaul anak muda, turut memperkeruh situasi. Sebetulnya, sejak dahulu, banyak bertebaran karya semacam itu. Sejak angkatan pujangga baru hingga angkatan 80-an. Namun, horison harapan pembaca kala itu tidak menganggap karya itu sebagai kiblat, bahwa “bagus” adalah “karya itu”. Mereka tetap memiliki pemahaman yang baik terhadap kebudayaan asli kita.
Bagaimana dengan era paska angkatan 2000? Karya-karya, dianggap mewakili horison harapan pembaca, apabila memenuhi syarat, diantaranya, menjadi penjualan terbanyak kala itu, kutipan atau cuplikan karya itu menjadi idiom baru, atau karya yang dihasilkan setelahnya menginduk karya itu secara massal, baik dari tema, gaya bahasa, gaya penulisan, dan amanat.
Kondisi ini memaksa kita untuk mempelajari, memahami, lalu memperbaikinya. Menjadi kondisi kebahasaan yang ideal, yang mampu mendukung kebudayaan yang sehat, lalu menumbuhkan lagi pohon sastra yang indah dan subur. Akan tetapi, apakah itu sudah cukup?
Adalah dangkal jika kita hanya bicara teori dan analisa yang mengawang-awang. Ya. Kita punya massa. Kita punya tenaga. Di dunia nyata yang melampaui segala teori. Ratusan kampus, ribuan sastrawan, puluhan ribu sarjana bahasa Indonesia.
Tantangannya sebenarnya adalah, bagaimana kita mampu menghubungkan ratusan kampus dengan puluhan ribu manusia di seluruh Indonesia? Kita adalah sastrawan sekaligus budayawan. Bukan dihubungkan dengan telepon. Surat. Rapat. Kongres. Atau diskusi.
Kita dihubungkan dengan tujuan yang sama, kita disatukan dengan cara-cara yang sama. Cara yang senantiasa berubah dan dinamis mengikuti kebutuhan setiap daerah dan waktu. Untuk itulah IMABSII dihadirkan, untuk menyelaraskan senar-senar gitar yang berbunyi sendiri-sendiri menjadi satu lagu yang indah. Nada yang diigetarkan bersama-sama namun kenal irama...”
Bahasa saya berat ya? Ini dikutip dari esei yang saya sampaikan pada forum IMABSII.
Kerjasama dengan BEMJ BSI UNJ misalnya menjadi juri pada g-sastrasia, menjadi pembuat soal, dan turut menyebarluaskan informasi penyelenggaraan acara BEM, serta membukukan sebagian karya.

Terus apa lagi mas, yang ini baru menarik?
“...Lagi-lagi akan timbul nada sumbang tentang modal. Bahwa setiap pergerakan memerlukan tenaga, dan kita bicara pergerakan yang ditenagai biaya. Saya yakin, masalah pendanaan akan terkontrol dengan beberapa cara.
Pertama, pembinaan hubungan baik dengan balai bahasa di setiap daerah, seperti masukan dewan pertimbangan IMABSII pada kongres III di Universitas Bengkulu. Kerjasama yang baik akan terbangun jika komunikasi juga baik. Sedangkan, kini terjadi jurang pembatas yang amat jauh antara kita sebagai mitra kerja dengan Balai Bahasa sebagai payung dan sumber data.
Kedua, pemanfaatan iuran yang seringkali macet karena kelalaian baik pusat maupun wilayah dan daerah. Kelalaian ini semestinya bisa diatasi dengan kesadaran, bahwa penundaan hanya berakibat penundaan berikutnya.
Ketiga, publikasi dan peningkatan mutu karya anggota, yang tidak dibatasi hanya pada ranah penulisan cerpen, puisi, atau novel, tetapi juga filologi, kritik sastra, dan kritik sosial budaya. Usaha filologis yang ditempuh pada kepengurusan sebelumnya mesti terhenti karena suatu hal, dan kini, dengan anggota yang jauh lebih memiliki sarana hubungan yang baik, karya filologis tersebut bisa dijadikan produk sekaligus sumber pencairan dana penelitian selanjutnya.
Keempat, media massa, yang menjadi tolok ukur kedudukan sebuah lembaga atau kegiatan, harus kita jadikan mitra dan corong. Gunanya, untuk memperkuat daya tawar dihadapan pemilik modal diluaran sana.
Semoga, apa yang disampaikan disini menjadi bahan renungan bagi kita semua. Selamat datang di UNESA...”
Ini masih lanjutan esei saya.

Lho, kok UNESA?
Nah, ini dia butirnya. Bulan November ini, tanggal 15, ada Rapat Kerja Nasional. Se Indonesia lho, untuk menyusun program setahun kedepan.
Tempatnya di UNESA. Bayar seminarnya (bukan IMABSII-nya!) 250.000 rupiah. Kalau IMABSII sih gratis, malah kalau bisa menunjang pekerjaan. Disana kita bertemu teman-teman dari seluruh negeri, kabarnya, akan ada Anies Baswedan dan Budi Darma, serta Amar Ar-Risalah.
Ikut saja, bantu kami menjalankan tugas moral menjaga dan mengembangkan budaya (bukan melestarikan, tapi mengembangkan!). tak dibatasi berapa orang kok!

Oo, gitu ya mas? Siapa saja yang bisa ikut?
Semuanya, yang penting anak JBSI. DIK maupun NONDIK. Ganteng, jelek, arek, cilik, penyakitan, cantik (diutamakan), dan berjiwa backpacker (tahulah, pergaulan saya). Mau semester 2, 3, 4, keatas, semua boleh. Hubungi saja saya. Disana ada penginapan yang disediakan panitia.

Terus, kalau saya datang RAKERNAS saya ngapain mas?
Pertama, Anda turut menyumbangkan usulan program penelitian yang dikerjakan oleh kita bersama. Kedua, melalui departemen Anda nanti, bisa juga dijadikan tempat belajar. Ketiga, bertemu dengan teman baru dari  seluruh negeri. Keempat, mengikuti seminar dan perbaikan gizi, karena jaminan makan 3 kali sehari. Jelas, kan?

Jelas, sip! Baik, akan saya pertimbangkan menjadi pengurus (semua sudah anggota) dan ikut rakernas!
Nah, begitu!
Kami sedang bersiap membuat kumpulan puisi, kumpulan cerpen, membuat penerbitan IMABSII, dan kumpulan filolog muda, serta meneliti angkatan baru sastra. Siap??


                        Keterangan: jika ada pertanyaan, hubungi saya, namun maaf  jika sulit ditemui atau dihubungi. Sangat sibuk. Telepon genggam saya juga sedang sensitif dengan saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar