Rabu, 15 April 2020

Abu Utsman Al-Jahizh, sang Penggila Buku

1
Kalau engkau ke Basrah; lewat seribu tahun lalu, saat kanal-kanal dengan kapal kecil yang mencelah-celahi kota itu riang dengan tikar-tikar penjual ikan, ada seorang anak.

Matanya besar. Nyaris seperti mata ikan yang dijualnya itu. Kulitnya hitam. Garis matanya menjelaskan: ia begadang semalaman. Apa urusan anak penjual ikan segar begadang semalaman? 

Tentu, tentu, urusannya adalah urusan kita, yang jadi kepentingan mengapa cerita ini dituliskan.

2
Malam ini, tetaplah terjaga. Ikutlah jejak kedua kaki anak penjual ikan kita ini. Ke sebuah tempat yang pasti. Semenjak petang, ia telah di sana.

Di sebuah toko buku. Di tengah kota. "Oh, hai Anakku!" kata pemilik toko buku. "Ini kuncinya. Awaslah lampumu membakar tokoku!"

Ya. Ia menyewa toko buku itu, untuk semalam, dengan uangnya sendiri. Anak tepi kanal itu; anak penjual ikan kita itu, mencari-cari sebuah kitab yang dibacanya kemarin.

3
"Jadi," katanya. "Jangankan Tuhan,"

"Kitapun bersilang pendapat mengenai, apa itu matahari dan tak mampu menggapai hakikatnya."

"Lapisan langit yang berlubang, penuh dengan api, dan memiliki mulut yang mengembus panas dan cahaya. Itulah matahari dalam alam pikiran Anaximenes. Campuran unsur-unsur api yang dipantik uap basah, itulah kata Xenophanes. Kepingan-kepingan api, itulah kata Plato."

4
Mata kedua anak penjual ikan kita ini semakin tenggelam. Bertahun-tahun lamanya. Kisah seorang anak yang menyewa toko buku untuk membaca semalamam ini, segera menyergap perbincangan orang-orang di Basrah.

Kini, ia telah remaja. Ia menjumpai berbagai perdebatan orang tentang kebenaran. Kebiasaannya menyewa toko buku, masih ia teruskan hingga kini, di Baghdad, di pusat Ibukota Pengetahuan Dunia.

5
Ia ingin menulis segala sesuatu; dalam pencariannya kepada bangunan kebenaran dunia. Ensiklopedi "Al-Hayawan", sebuah saduran, kritik, dan bantahan kepada Aristoteles ditulisnya.

Ia ditasbih, hingga seribu tahun usianya hari ini, sebagai " Bapak Teori Evolusi Makhluk Hidup." hewan-hewan, katanya, "harus berjuang untuk bertahan hidup"

6
"Mein Kampf", agaknya inilah judulnya dalam Bahasa Jerman. " Perjuanganku". 

Kita tak pernah tahu, adakah Adolf Hitler membaca buku hasil menginapnya anak penjual ikan kita ini di toko buku semalaman. "The Origin of Species," itulah judulnya dalam bahasa lain.

Saat Darwin menemukan, memang benarlah hewan-hewan yang mirip adalah satu keluarga.

7
Tetapi bukan itu keperluan kita. Ilmu Biologi telah berkembang. Mari kita meninjau sejenak hasil pencariannya kepada hakikat angin:

"Suara," katanya, "adalah benda yang bergetar di udara. Udara itu mengantarkan suara ke telinga manusia. Sedangkan manusia terus berbicara tentang hidup mereka sepanjang hari. Bagaimana bila suara-suara ini tetap tinggal di udara?"

8
"Jika suara-suara ini tetap di udara sebagaimana kertas, dunia ini akan sesak dengan segala keresahan dan kesakitan kita."

"Sang Pencipta, yang Mahamengetahui, telah menjadikan udara sebagai lembaran kertas yang rahasia. Udara menyampaikan kata-kata kita seperlunya. Kemudian," katanya:

"Kata-kata itu terhapus oleh angin, dan udara bersih kembali. Tanpa perlu bersusah payah, angin, dengan setia, terus mengantarkan segala sesuatu yang kita bebankan padanya."

10
Syahdan, legenda tentang "anak penjual ikan berkulit hitam yang ahli filsafat" ini sampai ke gerbang Istana Khalifah di Baghdad. Al-Ma'mun, ingin memanggilnya menjadi guru bagi anak-anaknya.

"Tetapi, wahai Amirul Mukminin," kata seorang menteri. "Ia punya gaya belajar yang mengerikan."

"Tak apa," kata Khalifah.  "Biarkan ia bertemu anakku dulu."

11
Tetapi pagi itu, sang pangeran menghadap ayahnya. "Aku takut, Ayah!" katanya.

"Cara belajarnya benar-benar mengerikan! Ia memintaku membaca buku sejak petang hingga fajar tanpa istirahat!"

Ya. Cara membaca anak penjual ikan ini tidaklah tertandingi di zamannya. Akhirnya, Khalifah hanya memintanya menulis berbagai buku, untuk disebar ke penjuru negeri.

12
Dari Baghdad, lima puluh tahun setelah ia menghabiskan segala buku yang pernah ditulis oleh umat manusia, matanya mengkhianati dirinya sendiri.

Ia lumpuh. Kehidupan malamnya bersama buku-buku harus ditebus dengan tubuhnya sendiri. Ia, dengan ditandu, kemudian menyepi. Ia menyembunyikan dirinya, pulang ke kotanya yang lama. Ke tempat kanal-kanal membelah, dan aroma ikan-ikan di pasar pinggir kanal itu mengantarnya pada masa kecilnya dulu:

Saat cinta, ia tafsirkan sebagai menyewa toko buku.

13
Hari itu, di rumahnya, ia menata kembali buku-bukunya. Di lemari. Tinggi. Limapuluh tahun yang luar biasa di Baghdad. Ia menemukan kebenaran itu dan hendak menuliskannya.

Lalu di atas meja, ia mulai menulis. Tentang segala kebenaran. Tentang segala kebakhilan dunia. Tentang penemuannya kepada kenyataan. Lalu, buku-buku di lemari mulai condong padanya. Mengintip apa yang ditulisnya.

Sambil menggumam; ia melukis kebenaran itu dengan bantuan segala benda-benda yang hadir di ingatannya.

14
Buku-buku yang mengintip tuannya yang sedang menulis itu tak sabar. Mereka berdesakan ingin tahu kebenaran apa yang dituliskan.

Merekapun ambruk. Runtuh; menimpa sang anak penjual ikan itu. Iapun wafat seketika. Bersama buku-buku, dengan cara yang barangkali, menjelaskan betapa bukulah yang mencintainya, lebih dari ia mencintai buku.

Abu Utsman Al-Jahizh Al-Mu'tazili. Bapak Teori Evolusi, salah satu tokoh filsafat islam. Itulah nama anak penjual ikan ini!

15
Ia adalah, "pakar dari teori suara. Ia juga adalah 'Bapak Teori Evolusi' yang mencetuskan kekerabatan antar binatang." tulis jurnal-jurnal ilmiah hari ini.

"Ia adalah salah satu tokoh Muktazilah yang berhasil membantah ketidaktahuan orang atheis bahwa Tuhan ada, dengan berbagai penalaran yang tak dapat ditandingi."

16
Memang, ada kelirunya juga Abu Utsman Al-Jahizh ini. Pemikiran Muktazilah jauh menelusup dalam sumsumnya. Akan tetapi, perjuangannya menemukan inti segala kebenaran; itulah inti cerita ini.

Kebersamaanya dengan buku tak dapat dilambangkan kecuali dengan kematiannya, yang berakhir di timbunan buku-buku. Kalau engkau mendengar kisah "ulama yang meninggal tertimpa buku-buku koleksinya yang banyak",

Maka Abu Utsman Al-Jahizhlah orangnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar