Kesepian; adalah konsekuensi logis atas segala pernyataan sikap dan pilihan jalan ini.
Saat semua orang meragukan islam dan Allah, kita terus menyerukan tauhid itu. Saat semua orang menahan kita, kita memutuskan untuk tetap bergerak.
Kita tak pernah diperintahkan untuk menang. Kita cuma diminta tetap bertahan, dan menunggu pertolongan Allah, berupa masuknya hidayah dalam hati mereka, atau hancurnya kesombongan itu bersama kematian.
*
Instruktur. Suatu hari, kalau kita membayangkan, berapa lama kita harus bertahan di jalan ini?
Suatu hari, seorang Nabi, diutus pada sebuah kota. Ia tak akan menyangka akan berapa lamakah dakwah ini bergulir dengan bertopang di punggungnya.
Dengan diskusi, ia gagal yakinkan orang. Dengan debat, ia malah mendapat pengusiran.
Forum siang ia adakan. Pertemuan malam tak kurang dia layani. Tetapi, bila kita menghitung, adakah setahun, dua tahun, atau tiga tahun sang Nabi bertahan?
Pengaderan sangat sulit. Penduduk kota itu menahan anak-anaknya agar tak mendekat kepada sang Nabi. Hanya satu orang setiap sepuluh tahun, yang dapat ia tarik menjadi kader.
Dan instruktur, tahukah kita, berapa lama sang Nabi bertahan?
850 tahun. Ya. Ia berdakwah tanpa catatan megah tentang mukjizat apa yang dijatuhkan Allah lewat tangannya.
Ia tak mempertontonkan laut dan bulan yang terbelah. Ia tak punya tongkat yang menjelma ular. Ia juga tak dapat mengubah patung menjadi merpati. Atas izin Allah.
Ia hanya punya akal dan lisannya. Ia hanya punya kesabaran dan kesungguhan. Dan mari saksikan, nabi ini, Nuh 'Alaihissalam, selama 850 tahun hanya mampu mengader 85 orang saja.
*
Instruktur. Kadang-kadang, kita menjadi orang yang tidak sabar. Kita lebih senang dengan kerja-kerja administrasi yang pura-pura terukur, tapi mengabaikan tahapan-tahapan dakwah.
Kita lebih senang menyebar poster lewat media sosial daripada mengajak orang bicara tentang gerakan ini, walau sebentar saja.
Kita, sebagai instruktur, merasa telah berdakwah karena menyebar broadcast yang sama sekali tidak informatif. Kita merasa telah berdakwah tanpa sedikitpun pernah mengajak orang secara langsung ikut dalam barisan ini.
Kita merasa telah sangat sabar hanya karena dalam sebuah musim dauroh kita telah memaafkan orang, lalu menolak terlibat lagi di dauroh selanjutnya.
Kita lebih senang menulis self reminder sebagai sindiran, dan self talk untuk memaki-maki orang lain.
Lalu dengan bangganya, itu semua kita sebut dakwah.
*
Segala hal tentang dakwah, tentang berinstruktur selalu bermula pada satu hal. Kesabaran; untuk tidak mengutamakan data kegagalan daripada data keberhasilan.
Kesabaran, untuk tetap berdakwah meskipun teman berubah jadi musuh, dan lebih banyak tumit yang berbalik daripada tumit yang bertahan.
Instruktur sekalian, Korps Instruktur diciptakan untuk menjaga poros itu. Saat elemen-elemen lain di gerakan ini tercemari interaksinya sendiri dengan politik, dengan uang, atau dengan ideologi gerakan lain yang merongrong:
Instruktur hadir untuk menjaga itu semua. Ia adalah tulang yang menjaga tubuh tetap pada tempatnya. Ia adalah sungai yang menjaga hutan tetap pada hijaunya.
Ia harus lebih kuat dariapada kader lain dalam barisan ini: saat kader lain menjadi peserta, ia ada di tempat pembicara. Saat kader lain ada di tempat pembicara, ia ada di tempat perancang acara.
*
Lalu kenapa kualitas instruktur seakan-akan hilang? Tak lain karena ulah kita sendiri.
Kita tak tahu untuk apa materi syahadatain sebagai titik tolak perubahan diajarkan. Kita hanya tahu bahwa materi ini tentang makna syahadatain.
Kita menolak membaca buku. Kita mencukupkan diri pada ceramah-ceramah orang yang entah memahami KAMMI atau tidak.
Kita menolak membaca buku-buku yang jadi inti cara pandang KAMMI; dan mencukupkan diri pada tulisan-tulisan entah siapa di media sosial.
Kita lebih suka berdebat. Alih-alih umat Nabi Muhammad, kita tampak seperti Bani Israil yang membuat Nabinya mengatakan:
"aku berlindung dari orang-orang bodoh."
*
Instruktur sekalian. Dauroh adalah gerbang. Kader akan memahami KAMMI dalam bertahun-tahun kedepan berdasarkan memorinya selama dauroh berlangsung.
Jadilah instruktur yang memenuhi semua IJDK AB 2. Dalam perkara Aqidah:
Instruktur harus paham konsekuensi aqidah. Dia harus berlepas diri dari musuh-musuh islam. Dia tak lagi menjadi seorang yang belum tuntas berpikir lalu menyajikan kebelum-tuntasannya itu di hadapan dauroh dan mengemasnya atas nama "progresifitas".
Dia tak boleh pesimis bahwa islam pasti menang. Dia harus percaya dan yakin. Meskipun ia kalah, meskipun gerakan ini hancur, tapi itu tak sama dengan hancur dan kalahnya agama ini.
Di bidang fikrah dan pemikiran; dia harus tahu perbedaan antar gerakan dalam islam. Dia tak boleh menyampaikan sekadar mitos dan dongeng tentang gerakan lain.
Antum adalah instruktur. Pahami apa itu Salafiyah, apa itu Jamaah Tabligh, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Naqsyabandiyah, Nahdlatul Wathan, dan lain sebagainya.
Dia harus mengetahui sejarah, dan memahami senarai urutan pemikiran Ikhwanul Muslimin agar tak jadi orang norak yang bermasabodoh dengan fenomena gerakan; atau orang bodoh yang terpesona ulasan orang mengenai Ikhwanul Muslimin.
Dari Biografi Hasan Al-Banna, ia beranjak pada inti ajaran beliau pada bab Risalah Ta'lim: Arkanul Baiah, Ushul Isyrin, dan muwashafat.
Ia juga memahami karakter gerakan Ikhwan, bukan dari komentar orang tapi dari studi mendalam atas kitab Ma'alim fi Thariq Sayyid Quthb, Fiqh Daulah Yusuf Qardhawi, dan lain sebagainya.
Ini semua tentang proses agar keilmuan tetap terjamin. Peserta dauroh harus menjumpai instruktur daurohnya sebagai orang hebat, uswah hasanah, payung yang melindungi dari teriknya zaman.
*
Instruktur sekalian. Mental mencela, menyalahkan senior, atau mengeluhkan junior yang sedikit itu tak boleh ada lagi dalam barisan ini.
Senior biarlah berlalu. Itu urusan mereka dengan Allah. Kita diberi sepenuhnya waktu ini dan dimensi ini oleh Allah. Pikiran kita sendirilah yang membatasinya.
Syukurilah mereka yang dikirim oleh Allah untuk bergabung kepada dauroh kita, meskipun satu orangpun. Barangkali di atas sana, Allah menilai kita memang hanya mampu mengader satu orang itu.
Barangkali Allah memang meminta kita selesaikan dulu kemarahan-kemarahan internal dan keluhan-keluhan kita pada rekan kita sendiri sebelum mengajak orang bergabung.
Syukurilah bila kader yang dikirim Allah saat dauroh adalah mereka yang kosong, siap diisi apapun yang kita berikan. Syukurilah bahwa mereka hijrah karena gerakan ini; menggunakan jilbab karena gerakan ini, atau memutuskan pacar mereka karena gerakan ini.
Mohonkan ampunan bagi instruktur yang justru karena aktivitas mereka di barisan ini malah terjebak pada pintu-pintu zina; atau tenggelam pada asap rokok dan pikiran jahat ideologi selain islam.
Allah mungkin menahan orang berangkat dauroh dan bertemu dengan kita karena perkara hal-hal haram yang justru dilakukan oleh kita, si instruktur itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar