Memang, kita ini, instuktur, senang menumpuk-numpuk amanah. Kita mengira sedang berdakwah. Padahal kita hanya melarikan diri dari masalah rumah, dari masalah pertemanan, dan dari kesepian kita yang tidak seberapa.
Suatu hari kita akan dipaksa menyadari bahwa ada amanah-amanah yang tidak produktif. Yang, meskipun disebut sebagai amanah dakwah, tapi malah menjauhkan lisan kita dari menyebut nama Allah, dan dari Al-Qur'an.
*
Instruktur. Kapan terakhir kali kita berkumpul bukan untuk mendaftar aib barisan, bukan untuk mencela kegagalan kerja:
Tetapi untuk hanya sekadar membaca Al-Qur'an bersama-sama, saling memastikan hafalan, dan mematutkan lafazh-lafazh agar tepat pada tempatny. Kapan terakhir kali kita membicarakan Al-Qur'an, sehingga sepulang agenda dakwah itu, bertambahlan Al-Qur'an dalam dada kita?
*
Instruktur adalah parameter keimanan dalam gerakan ini. Melalui dauroh, para peserta akan memahami bagaimana kultur dan cara pandang gerakan kepada Al-Qur'an dan ibadah.
Akan tetapi, barangkali hati kita memang telah terlalu membatu untuk sekadar mendengarkan pembacaan ayat-ayat itu ketika syuro, atau juga menuntaskan murojaah dan tilawah barang setengah juz sehari. Kita menerjemahkan dauroh sebagai medan pamer bacaan dan kutipan ucapan tokoh yang tidak pernah temui, sampai subuh menjelang.
*
Instruktur. Sampai ketemu di dauroh terdekat. Di tempat itu, kita saling bertukar hafalan, saling menyimak bacaan.
Kita harus menjadikan pertemuan kita adalah tempat hafalan-hafalan ditambah, dan diluruskan. Jadilah seseorang, yang bila peserta melihatnya saja, mereka akan mematut-matutkan diri mereka.
Orang, yang bila kita melihatnya, kita tidak segan melepaskan telepon genggam dan menggantinya dengan Al-Qur'an. Yang orang akan merasa mubazir bila bicara selain Al-Qur'an kepada dirinya.
Jazak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar