Rabu, 15 April 2020

Ilmu Agama yang Singkat, Padat, dan Jelas

Permintaan atas pembelajaran agama yang "singkat, padat," tapi "sudah dapat semua" itu, ternyata bukan hanya ada di zaman sekarang.

Dari zaman dulu, generasi-generasi muslim sudah begitu. Berdasarkan apa yang saya telusuri, sifat "singkat, padat" dan "dapat semua" itu ada pada beberapa kitab.

 Pada tahun 1200-an, Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah menulis kitab Fawaidul Fawaid. Isinya, pokok-pokok bahasan tematik, tapi mencakup seluruh ilmu. Dari adab, tazkiatun nafs, hingga fikih.

Kitab ini tak terlalu tebal untuk ukuran zamannya. Tapi, memenuhi sifat "singkat, padat" dan "sudah dapat semua'. Satu pokok bahasan, bila dijadikan khutbah, hanya 5-20 menit. Ibnul Qayyim adalah murid setia Ibnu Taimiyyah.

 Agak ke sini, tahun 1500-an, Ibnu Hajar Al-Asqalani dari Palestina, menulis sebuah kitab yang isinya dibagi bab per bab berdasarkan panjangnya "nasihat".

Kitab ini, disyarah, disederhanakan oleh Imam Nawawi Al-Bantani dalam judul: " Nashaihul Ibad". Sebuah kitab kuning bagi para penuntut ilmu kehalusan laku. Bab 1, diisi nasihat yang "dua-dua". Seterusnya sampai, nasihat " delapan-delapan".

 "Dua sifat yang dibenci Allah" atau "empat ciri orang bersyukur" dan seterusnya. Orang yang membaca kitab tipis ini akan mendapatkan nasihat yang singkat padat, tapi dapat semua.

Tapi, sebelum itu, seratus-an tahun setelah Rasulullah meninggal, telah muncul kitab Al-Muwaththa. Bukan, bukan karangan Imam Malik. Sebab, ini kitab hadis, dan Imam Malik hanya menghimpun hadis itu.

Kitab Al-Muwaththa mewakili sifat singkat, padat, tapi dapat semua. Isinya, bukan fatwa mazhab Maliki, tapi hadis-hadis pilihan. Tak terlalu tebal.

Imam Malik terkenal dengan sifatnya terhadap kitab ini, yaitu, terus merevisi dan mengurangi jumlah hadis di dalamnya, bukan karena dhaif atau sejenisnya. Tetapi, untuk mewakili sifat itu.

Di zaman beliau, belum dibutuhkan buku "pemikiran". Yang dibutuhkan adalah "menghimpun ajaran Rasul" melalui kodifikasi hadis.

Jadi, kembali kepada sifat orang yang suka ilmu "singkat, padat" tapi "dapat semua" itu, ini tantangan bagi dai zaman ini.

Sebab sifat manusia yang begitu ternyata telah dihadapi ulama beribu tahun yang lalu. Jangan membebani umat dengan perdebatan ilmu atau perkataan yang malah akan menjerumuskan mereka.

Maka salah satu doa kita adalah: "berikan kami, ya Allah, ilmu yang bermanfaat."

Salah satu kutipan nasihat dua-dua sepasang dalam kitab Nashaihul Ibad:

"Dua qasidah penawar hati:

ya Allah, aku ingin mengerjakan semua kebaikan, tapi tanganku tak sampai.
Maafkan segala kekuranganku, Engkau Mahatidakmemerlukan dari menyiksaku..."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar