Jumat, 16 Maret 2012

Cahaya Dua Hati

Semenjak pemberitaan tentang Negara Islam Indonesia membesar, aku tertarik mencari sumber-sumber di dunia maya. Lewat Facebook, aku mencari grup-grup diskusi yang sekiranya baik. aku bergabung dengan grup Diskusi Antar Agama. Rupanya grup itu adalah debat terbuka islam dan kristen.  Aku terjebak malah pada pembahasan Al-Quran dan Bible. Ah, ilmu selalu berharga bukan? Tak masalah.
Semakin hari aku justru semakin paham apa yang menjadi perbincangan masyarakat Facebook.Tuduhan, ejekan, bahkan pemelintiran ayat suci masing-masing agama. Sekali waktu, mereka mendebat tentang kenapa Al-Quran tidak dimateraikan dengan darah. Sekali waktu pula kami membahas apa itu jihad yang benar, serta bagaimana diantara 4 kitab yang paling valid.
Dari sana aku kenal akun-akun seiman yang berjuang bersamaku menjawab tuduhan itu. Tetap saja, yang kutahu hanyalah akun dan foto mereka. Tidak lebih. Ada Hyde Daisuke, Alie Syahbana, Abah Kanon Dudi, Jaksa Kalian, Nas Dian Rachman, Tody Auliya, dan tentu saja akun Cahaya Dua Hati. Aku bangga, masih ada segelintir orang yang yang peduli dakwah, bahkan di media Facebook. Ini semakin mematahkan keraguan keharaman Facebook itu sendiri.
Kami berjuang bersama seperti kelompok mujahidin di dunia maya. Jika antara kami tak online, pasti ada yang menggantikan.
Satu ketika, karena kebersamaan kami telah amat erat, Hyde Daisuke membuat grup sebagai base camp kami, Indahnya Menghafal Al-Qur’an. Kemudian dibuat silsilah persaudaraan akun-akun kami, persis seperti Muhammad mempersaudarakan anshar dan muhajirin bahkan sebelum mereka betul-betul saling kenal.
Abah Kanon Dudi sebagai tetua, sementara akunku, Hyde Daisuke, dan Ogie Trydianto M N menjadi saudara kandung. Indah! Namanya Keluarga Bahagia. Inilah persaudaraan yang kami cemburu padanya, di dunia nyata, kami bahkan tak kenal-mengenal. Tetapi akun-akun kami memiliki jiwa tersendiri, yang terpisah dari jiwa kami di dunia nyata. Di dunia nyata, tetaplah aku kesepian. Aku butuh tatap mata asli, tentu saja. Mereka seperti hidup dibawah tali keluarga yang menakjubkan.
Cahaya Dua Hati adalah anak maya dari Hyde Daisuke dan Sidy Aulifah. Kala jengah berdebat, dia dering menyapaku, “om..!”, dengan gambar mimik senyum jenaka. Kubalas pula dengan godaan. Kami sering bercanda ria seperti itu.
Bulan bulan berlalu, kami sudah letih berdebat karena ternyata lawan kami bukan mencari kebenaran, tetapi pembenaran. Kami justru beralih menyebarkan pesan-pesan Al-Quran lewat akun kami.Cahaya Dua Hati membahasnya rinci, kadang menyengaja mengajak aku diskusi untuk menambah pemahaman orang yang melihat jalannya diskusi kami. Kadang tentang rasa bosan ibadah, orang tua, kadang pula tentang surga dan neraka.
Pemilik akun ini adalah Liza, fotonya gadis cantik, muda, namun tanpa jilbab, entah kenapa. Statusnya menikah dengan Razes Van Ahmed, namun aslinya hanya berpacaran, usut saudaraku yang lain.
Hingga, empat hari ini tak kulihat dia di daftar obrolan aktif. Kucoba memberikan pesan pada Alie Syahbana.
“mas, Liza kemana ya? Empat hari ini tak online?”                21. 30
“dia sakit mas....”                                                                    21. 31
“lho, sakit apa?!”                                                                     21. 31
            “mas, jangan bilang-bilang ya kalau aku yang beri tahu.”      21. 32
            “dia tadi pingsan, ditemukan pembantunya, diatas kursi”     21. 33
            “ha? Dia dimana?! Sakit apa, mas?!”                                      21. 33
            “dia di Hongkong, mas belum tahu? Dia kanker otak...”       21. 33
            ‘inna lillahi... “                                                             21. 34

            Aku pusing, gemetar. Orang dengan penyakit seberbahaya itu masih bisa membuat persaudaraan akun kami demikian erat, meski hanya dunia maya. Aku betul-betul kaget. Bagaimanapun mereka seperti keluarga asli. Atas dasar cinta yang ukhrawi!
            Aku terus melanjutkan kabar dari Alie, memeriksa beranda dan akunnya, kalau kalau ada kabar, namun nihil. Kabar terakhir adalah sepuluh hari yang lalu, status. Mendadak aku lihat kiriman Abah Kanon Dudi di dindingnya,
                               
Sebelum sakit, Cahaya dua Hati bertanya sama Abah,

Cahaya, "Abah sedang sakit yah? Katanya abah di rawat yah?",
Abah, "Iyaa, Liza, abah sakit dan sekarang dirawat Di  RS ADVENT".
Cahaya, "Emang abah sakit apa?, Abah, "Jempol kiri kaki abah bengkak, Liza, abah kebanyakan ngelike status orang!!!".

Eh 2 hari kemudian, Cahaya dua Hati kedapatan kabar koma, terjatuh di kamar mandi dan kepalanya pendarahan, sehingga harus dioperasi. Yang notabene Liza ini Brain Cancer.

Berita dari kakaknya Liza (Rury) bilang, sms ke Arif Wibisono katanya,
"Waalaikumsalam
Masih belum ada perkembangan lagi seperti yang kami harapkan,belum sadar.terimakasih ..ini mbaknya liza, Rury"
Cepat sembuh yah Liza......!!!!

Lalu menit demi menit selanjutnya, barulah  kabar bermunculan dari saudara-saudaraku,


            Gerbang Kebenaran
‎                        "....Andai saja aku tak mengetahui bahwa tujuan perjalanan ini adalah kampung akherat, maka sudah sejak lama aku terhenti di banyak persinggahan yang melalaikanku..."

Gerbang Kebenaran
‎            "... Bisakah kita hentikan sejenak pembicaraan kita, wahai engkau jam dinding. Kau hanya menciptakan jenuh saat aku melirik wajahnu..." 

Gerbang Kebenaran
‎            "....Tiap buka lembar demi lembar, kenapa seluruh Bab hanya bercerita mengenai Brain Cancer?..." 

Gerbang Kebenaran
‎            "....Menemukan sinonim baru.... ....Brain Cancer itu adalah One Litre of Tears..."

Gerbang Kebenaran
‎                        "...Sedang menyewa pembunuh bayaran untuk membunuh seorang yang bernama Rasa Sakit..." 

Gerbang Kebenaran
“Assalamu'alaykum Alhamdulillah. Kondisi seorang teman kami yang pasca operasi anestesi di otaknya dikabarkan mengalami perkembangan yang baik dalam prosesnya. Yang awalnya kritis, kini tekanan darahnya sudah relatif stabil. Dan tubuhnya sudah bisa merespon obat-obatan yang masuk ke dalam tubuhnya. Namun, hingga saat ini belum sadar. Diharapkan besok sudah sadar. Allahuma aaamiin.” 

Gerbang Kebenaran
‎            "...Tekanan darah menurun... Kritis..." 

Aku terdiam, tak mampu bicara banyak. Tersentak. Kubuka saudaraku yang lain,
Alie Syahbana
Dia sangat menyukai hujan dan bintang... 

Filosofi hujan adalah kesuburan bagi seluruh alam, sama seperti halnya bintang yang menjadi penghias bagi malam. 

--> just remember 
Alie Syahbana
HASBUNALLAH WANI'MAL WAKIL Ni'mal maula wani'man nasir 

-> cukuplah Allah penolong bagimu. Karena Allah adalah sebaik baiknya penolong.


Alie Syahbana
Ada yang lebih nyata daripada dunia. semoga kamu bisa melewati masa kritismu dengan kesabaran. KITA menunggumu bersandiwara lagi bersama sama disini 

-> kosong

Alie Syahbana
Dari sebuah "senyuman lugu aku baru dapat menyimpulkan.. 


tanpa cinta hidup tak akan berarti, tanpa kehidupan cintapun tak akan muncul, Dimana ada hidup disitulah ada cinta, Dimana ada cinta disitulah ada kehidupan, sudah menjadi qodrat manusia mencintai dan dicintai, kita tak bisa lari dari kenyataan, Karena berdasarkan cinta pula Allah menciptakan manusia. Bersyukurlah, kita diciptakan karena kita di cintai.  

--> The power of Cahaya

Illaahi Rabbi, ada apa ini? Penyakitnya semakin timbul, lebih parah dari sebelumnya?
Ku buka dindingnya, kembali status terakhir yang kubaca semakin menohok-nohok perasaanku:

Cahaya Dua Hati

“Ya Ayyuhannafsul muthma’innah
Irji’u ilaa Rabbika radhiyyatam mardhiyya
Fadkhulil fi ‘ibaadi
Wadkhulil jannati

Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan ridha lagi diridhai
Maka masuklah kedalam HambaKu’masuklah kedalam SurgaKu”.

Ini... pesan berpamitankah? Ya Allah... apakah kebersamaan kami harus berhenti karena rencanamu yang tak kunjung aku mengerti?
Apakah berarti, selama ini aku sedang menyaksikan detik-detik terakhir hambaMu?
Betapa dekat, betapa dekat
Betapa dekat kita dengan kematian, Engkau menghidupkan kami!
            Ya Allah…
            Aku menjadi tidak bernafsu menjelajahi grup-grup lagi. Aku hanya ingin tahu kabar dia. Hanya kabarnya. Aku coba membuat puisi untuknya,
Amar Ar-Risalah

“ada lembar yang terbuka tanpa sengaja, catatan kecil kita

kamu terbaring dengan luka dan menggapai-gapai Dia
kamu memang tenang
kamu mau menjadi hamba Yang Tersayang yang juga aku sayang-kamu ingin hilang?

Sayang-jadilah jiwa yang tenang dan hiduplah dengan tenang
palang-palang menggempur keghaiban tetapi masuklah dalam barisan, jadilah puteri kesayangan Tuhan
hiduplah bersama kita, letakkan tanganmu bukan di kepala
atau, berperanglah lagi bersamaku, angkat baju perang
tudungkan kepala, jadilah lagi kesayangan kita
kita pukul mundur mereka, perbaiki yang rusak ganti yang binasa
tapi kamu jangan dulu binasa!
ingatkah, Sayang?
lembar selanjutnya masih tanpa sengaja terbuka
Tuhan sayang padamu dengan dua cara, lewat Kita
atau ia berkenan memfirmankan namamu dalam Surga
dan catatan terbuka, itu tulisan tangan kita
dan Sayang, ketika kubacakan catatan kita, kiranya Cintamu memfirmankan taman yang di bawahnya sungai-sungai, pula yang hijau karena Cinta
kamu akan lihatnya, serupa
bila kamu mau kembalilah, kamu lupa? kita ada di tengah tangga
ada sabda di dalamnya kamu akan temukan yang kamu cinta
ada sabda kamu harus tetap bersama kita
ada sabda, sehat dan segarlah!
CintaNya ada berbagai cara, ambillah salah satunya, bukan yang berupa air mata!”
Ini sudah tiga hari sejak hari aku tahu dia sakit tak kudengar kabarnya. Saudara-saudaraku tak lagi mengeposkan sesuatu di dindingnya. Apa yang terjadi? Orang baik selalu tersingkir dari papan catur. Allah, apa kabarnya?
Aku lihat semua grup bersama aku dan dia. Nihil.  Kiriman terakhirnya adalah sebulan lalu, tentang rasa luka. Di dindingnya masih kulihat puisiku dan untaian doa-doa dari saudara kami yang telah lama dikirimkan. Penjuru dunia maya, mereka yang islam.
Sesaat lagi isya, menjelang waktu tidur.  Aku makin gelisah,  jalinan kabar saudara, “...kritis...”, “tekanan darah turun...”, “...jatuh...”. dia sudah membuat aku merasa dikelilingi rasa sayang dan cinta dari saudara seiman. Atas iman! Kenapa dia! Keluarga Bahagia telah membuat aku merasa tidak sendirian, di dunia nyata, aku jarang bertatap muka bahkan dengan orang tuaku, mereka tak punya cukup waktu. Tetapi mereka dengan ceria biasa menyambutku di beranda Facebookku. Allah, berikan dia kesembuhan.
Selasa,  20 Desember
Pukul 23. 44, aku dikejutkan dengan munculnya status Cahaya:

Cahaya Dua Hati


Terima kasih...

Apakah ada ucapan yang lebih berhak disandangkan selain ucapan ini?
Liza hanya faham ucapan ini
Hanya bisa menganalisa dengan sekedarnya
Hanya mampu menuliskan ini seadanya…

Tapi itu dari sini…
Apakah teman-teman lihat…?
He eh, ini benar…
Ini dari sini… Lihat telunjuk Liza ini
Ini dari hati ini…
Dari sebuah kedalaman…
Dan dari nilai yang sedalam-dalamnya…
Sekarang Liza sudah bisa menjawab…
Meredefinisi sebuah pertemanan…
Adalah sebuah tegur sapa…
Adalah sejumlah kata yang menguatkanku…
Untuk kalian yang berdiam tegak
Tak bergeser saat aku hanya bisa mengisyaratkan
Hidupku dengan nadiku…
Jika seorang guru bertanya pada Liza
Maka Liza tidak akan kaku lagi untuk menanggapi arti sebuah teman…
Teman itu…
Yang selalu rindu dengan saudara seimannya saat mereka jauh
Yang selalu mendoakan Liza dengan diam-diam dengan bibirnya
Yang berperan sebagai seorang penyimak saat Liza bergumam mengenai sebuah kesedihan..
Yang selalu bilang ke Liza,
“ Liza, sepertinya kamu belum sholat… Hayoo, sholat dulu…”
“Nah, sudah jam segini, moso’ ga makan nasi… Ayo makan, dik…”
“Kapan-kapan kita haunting jilbab yuk… sepertinya ada yang lagi diskonan tuh..xixixixi…”
Dan yang merindukan Liza dengan tangisnya…
“Liza, kamu sudah janji kita bertemu di Lampung…”
“Aku percaya kamu kuat my Sissy…”
Liza ngerti kok…
Liza ini seorang gadis kecil…
Gadis kecil yang duduk terdiam di pinggir telaga…
Menulis riuh rendah kehidupan Liza di riak-riak air
Tak peduli cuaca di luar sedang berinai hujan..
Rinai yang kusenangi hadirnya…
Dan Liza menduga…
Liza hanya punya dua air itu
Iya, apakah hanya dua air itu yang bisa Liza banggakan…?
Namun, saat Liza mendongak sedikit…
Ternyata di situ ada kalian…
Tersenyum haru memandangi Liza…
Kemudian duduk di samping Liza…
Dan bilang ke Liza…
“Liza, di sana ada taman bunga… Tidakkah kau ingin bermain berlarian bersama kami…?”
Saat ini Liza pun hanya bisa menangis …
Berempati…
Mengagumi ini sebagai sebuah kekaguman
Mensyukuri ini sebagai sebuah nikmat…
Allah... Ini Liza…
Dan ini adalah mereka…
Liza berharap dalam tiap doa Liza…
Agar pertemanan ini…
Agar kedekatan ini…
Dan Ukhuwah ini…
Tidak berhenti di sini saja…
Namun beralur panjang di kampung akhirat kelak…
Di Surga-Mu…
Aaamiin…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar