Jumat, 03 Agustus 2012

Kita


Kita
Dengan dalam, ia menghirup aroma hembusan angin taman surga. Mawar dan melati, yang harumnya tak hingga dan semerbak di angkasa. Dedaunan hijau dan lebar, melambaikan tangan kepadanya. Dari kejauhan, nampak istana emas yang menjulang  ingin memeluk udara. Bebatuan adalah permata, zabarjan, yaqut, zafir, dan opas bergantian memuji-muji Allah dengan irama yang surgawi pula.
Adalah Adam namanya, manusia pertama. Allah yang Maha Sayang menanamkan ilmu kepada hatinya. Pengenalan terhadap alam semesta. Malaikat diperintahkan menghormatinya. Setelah upacara pemberkatan dan pengenalan, ia diperkenankan tinggal dalam surga yang maha indah. Sesukanya, ia merebahkan diri direrumputan hijau tua, atau minum dari madu dan susu yang beraroma.
Kembang-kembang yang bersembulan tak kenal layu, lebih indah dari apa yang dapat dituliskan pujangga pada masa kita. Tak ada rasa penat, karena surga entah kenapa menyerap segala keletihan dan keremangan jiwa. Ia mampu menahan kekalutan pikiran.
Adam cinta secinta-cintanya pada Allah. Ia bahkan tidak mengenal dosa. Ia belum pernah sedikitpun mengenal bunuh-membunuh, kepangkatan, uang, ia seperti bayi yang baru dilahirkan. Tidak pernah mengenal api memangsa kayu. Tidak pernah mengenal pengorbanan awan kepada hujan.
Tetapi, ia kesepian. Entah kenapa, Tuhan yang Maha Suci tidak juga memuaskan hatinya. Ada yang kurang. Ada yang selalu saja mengejar pikirannya. Surga seperti kehilangan kemampuan menghisap energi kekalutan. Ia memang diajari langsung oleh Allah tentang benda-benda dan hakikatnya, tetapi cinta bukan benda.
Hari-hari lalu berganti, entah kenapa Adam menjadi menyadari pergantian ini. Ia lalu memiliki kemampuan merenung, yang sebelumnya juga tak ia sadari. Segala hal ia renungkan, untuk memuaskan batinnya. Untuk mengusir kesepiannya.
“Lihatlah, manusia pertama jatuh cinta pada rasa sepi,” Tutur Api kepada kayu, yang kelak cinta mereka menerangi kita.
“Kesepian adalah kesendirian, tetapi begitulah manusia, bukankah Allah senantiasa bersamanya, bersama Adam, bahkan saat-saat ia lupa,” Sahut Kayu, yang menerima apa adanya terhadap Api.
Kelak, ketika Kayu dicintai Api, ia tidak membuat Api kecewa dengan Arang. Arang akan menjadi hara, dan menumbuhkan lebih banyak Kayu bagi Api yang haus cinta.
Bunga-bunga menjadi ramai memperbincangkan Adam. Helai-helainya dengan lembut mengilhamkan kepada kumbang, untuk menyampaikan kerinduannya, lalu terjadilah buah yang manis dan jelita.
Ada pula yang menitipkan cinta kepada udara, lalu diterbangkan angin menuju yang tercinta agar buah kelak termakan manusia. Kupu-kupu yang bersayap sayu namun dikelilingi sebagian kasih sayang Allah juga memperantarai kasih sayang bunga. Merah dan biru menyatu jadi ungu. Sulur-sulur bersembulan menandai penyerbukan.
Adam mungkin tertegun menyaksikan kemesraan awan dan hujan, yang jika hujan turun, awan berangsur kehilangan muatan dan menjadi tiada. Terkadang menjadi gerimis saja, sebab hujan ingin berbincang lebih lama dari sekedar cinta. Lebih dari apa yang direguk manusia sebagai kasih sayang hujan kepada mata air, yang mengalir menjadi sungai, lalu bergemuruh dalam samudera, lalu mengempaskan karang bersama-sama dalam barisan ombak yang teguh seperti malaikat.
Allah, dengan kasih sayangnya, menyusun takdir Adam sebagai orang-orang yang cinta. Bukankah surga adalah taman orang-orang yang jatuh cinta? Surga, adalah taman orang-orang yang mempertahankan cintanya kepada Allah, kepada kekasih, kepada anak-anak. Surga, adalah suci dari segala anasir kebencian dan kita menjadi mabuk cinta karenanya.
Allah, adalah Dzat yang membanjiri kita dengan cinta, hingga kita tenggelam di dalamnya. Cinta, yang sebesar zarah saja melayangkan sukma kita memeluk-Nya lebih dalam.
Dalam Bayyati, Adam mengumandangkan nama cinta. Dalam Nahawand, juga Adam merenungkan hatinya yang kesepian, hingga meriakkan danau surgawi yang tenang laksana kaca. Jiharkah, Shaba, Rast, Hijaz, Sikah, semuanya berpadu dalam tarian suara yang memanggil-manggil nama cinta jauh dalam samudera taman surga.
Oh cinta! Betapa harumnya, tetapi Adam kesepian. Allah menidurkannya, dengan kalimat yang sempurna. Alam tidur para kekasih Allah, dimana ia adalah kekasih yang pertama. Diambil-Nya shulbi Adam, tanpa ia sadari. Sedang Adam mengawang dan jatuh pada mimpi yang semakin menenggelamkannya pada samudra.
Pada masa kita yang jauh dari cinta, shulbi hanyalah pertanda. Setiap kita yang kesepian memiliki shulbi yang tergenggam dengan aman pada Tangan Allah. Kesepian, pada hakikatnya adalah kerinduan kepada shulbi. Kerinduan pada bagian raga dan sukma. Kerinduan, yang berbeda dengan kerinduan pada yang Maha Cinta.
Allah, memang cukup menenangkan hati kita, bahkan sekedar mengingatnya. Tetapi, cinta tidaklah sederhana. Hati Adam jauh lebih rumit daripada sekedar menghamba kepada Allah. Cinta adalah hak, atas penghambaan kita kepada Yang Maha Cinta. Yang Maha Cinta memang menciptakannya memiliki rasa cinta terhadap jenisnya, sebagaimana diciptakan bunga-bunga saling berpasangan. Sebagaimana diciptakan jantan dan betina dalam taman hujan.
Dan pada masa kita, kesepian menjadi lebih berarti. Tak sekerjap pun kita memandang Yang Maha Cinta. Entah kenapa, kerinduan memiliki wilayah waktunya sendiri. Menjadi jauh lebih lama dan menjemukan.
Sebagaimana Adam, kita mungkin saling merindukan. Aku rusuk dan Kamu shulbi. Menanti sebagaimana perputaran bumi menantikan siang kepada malam.
Ketika Siang menemui Malam, maka cinta mereka seperti mata air yang meriap dari balik taman di tepi perbukitan, merayapi tanah, dan berkumpul menjadi sungai yang deras dan jernih, di dalamnya mengalir juga kasih sayang Allah. Sungai terus berlari menjadi gemuruh, terkadang menemui air terjun yang menjadikannya percaya kepada bumi yang menerima hunjaman sepenuh cinta. Menjadi pemandangan indah.
Sesampainya di muara, sungai melepaskan gemuruhnya untuk menjadi ombak, yang mampu mengempas karang, dan karang dengan cintanya memeluk ombak yang mengikisnya menjadi pasir, namun pasir dengan sisa-sisa cinta dari sang karang memenuhi pesisir yang indah, dan kita bermain diatasnya.
Lalu dari pesisir, ya, dari pesisir, disanalah tempat terbaik kita menyaksikan Siang mencintai Malam dan bersama-sama menjadi senja yang merah dan jingga, dan saat senja tiba mereka berbagi matahari, , tanpa menyelisihi satu sama lainnya. Pergilirannya menjadikan laut terkagum jadi emas, dan nelayan yang kembali kepada daratan menjadi hiasan.
Allah, Ketuhanannya dilambangkan dengan nama Kasih sayang dan cinta. Sebab itu, ia membangunkan Adam dengan cara yang tak biasa. Tangan yang lembut, yang belum pernah menyentuh pipi Adam sedikitpun, tiba-tiba hadir dan melekat lembut padanya.
Mata yang dalam menembus kedalam hati, membuat Adam terpana. Keteduhannya berbeda dengan matanya, yang biasa ia saksikan dalam cermin permata. Siapakah ia?
Desir-desir datang seperti ingin yang memburu bunga-bunga. Detak-detak sukma semakin meriap, kulitnya yang halus juga mengalahkan permadani yang dihadiahkan Allah kepadanya. Tetapi, wajahnya yang indah, benar-benar mirip dengan wajah yang ia temui dalam cermin.
Siapakah ia? Harumnya seperti bunga, tetapi ini seperti bunga kepada kumbang. Adam berdiri, terlepas dari keterpanaan. Menjabat tangannya, dan meletakkannya lekat pada dadanya yang bidang. Tak sanggup berkata-kata.
Ia kehilangan bahasa, itulah sebabnya kini cinta tak mengenal juga bahasa. Ia hanya kenal mata dan hati. Dari tangan mereka berdua, kehangatan saling bertukar tempat. Saling mengaliri darah keduanya.
Siapakah ia? Mampu menghentikan waktu tempat Adam bersemayam. Tetapi angin tetap ingin berhembus, menghembuskan rambut yang ada di hadapannya. Bunga-bunga yang diburu angin tetap memeluk kaki keduanya. Itulah sebabnya, cinta kini menjadikan kita dapat berpindah zona waktu, meski tidak berpindah tempat sedikitpun dari asalnya.
Semakin lekat menatap, semakin dekat kaki mereka. Siapakah ia? Adam tak pernah mengenalnya sebagai shulbi, dan tak akan pernah menyangka. Itu sebabnya pada masa kita, siapa yang menjadi cinta tak pernah akan terduga. Shulbi tertutupi daging, maka ia menjadi tersembunyi.
Tetapi, siapakah ia, yang datang seperti mimpi kepada Adam?
Ya,
Siapakah Kamu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar