Kita
Harus Menyelamatkan Sebanyak Mungkin Manusia!
15.
00.
“Kita harus
menyelamatkan sebanyak mungkin manusia, yang muda terutama. Yang wanita harus
yang cantik demi menyelamatkan keturunan
kita dari penyakit. Yang remaja, periksakan dan beri kartu lulus uji, standar
bahwa dia lulus uji penyakit dan IQ. Apapun agamanya!”
“Berapa jam yang kita
punya?!” tanyanya kembali sambil mengacak-acak dokumen. Mencari sesuatu.
“Menurut prediksi,
hanya tinggal lima belas jam lagi!” sahut bawahannya.
Dia termenung kembali.
Negeri yang dia bangun
selama ini, akan hancur seketika, ditelan bencana. Ombak mahadahsyat, yang akan
muncul akibat letusan gunung raksasa di tepi lautan.
Para ahlinya, di Kementerian
Kebumian Dan Kelautan telah meramalkan setengah hari lagi daratan kepulauan itu
akan lenyap, ombak yang terjadi akan setinggi 150 meter, menyapu 100 km keatas
daratan.
Hanya puncak Gunung
Gede, dan pegunungan diatas tigaribu meter yang akan selamat. Siapa yang dapat
menghindar dari hujan batu dan api? Selama satu bulan, sudah tiga meter abu
menimbun segalanya. Bahkan istana negara sudah terbenam, hujan yang belum lama
terjadi mengubah abu menjadi air bah hitam yang membawa pasir dan menewaskan
ratusan orang.
Empat setengah tahun
dia memimpin, tak akan pernah terbayangkan apa yang dibangun oleh kesepuluh
pendahulunya akan hancur sia-sia. Monas sudah hampir rubuh, ia terhantam air
bah. Gelora Bung Karno ambruk tak kuat menahan abu setinggi lima meter di
tribunnya.
Getaran akibat
letusan-letusan kecil telah meruntuhkan bagian terbesar kota, dan meretakkan
jalan-jalan hingga tak dapat dilalui mobil, truk, dan ambulans.
Pasar tanah abang habis
terjarah lalu dibakar, dan tinggal bertingkat dua saja. Sementara koleksi
museum-museum dibawa ke negera eropa untuk diamankan. Tentu, dalam keadaan
hancur.
PLN telah lama memutus
aliran listrik, sebab pembangkit utama di seluruh pulau dan lautan bergaris 500
km sudah rusak dan tertimbun abu.
Di Jawa Tengah saja,
semua sungai sudah hilang, terendapkan oleh lahar dan pasir panas, yang sekejap
berganti lumpur hitam.
Banyak yang menangis,
pengungsian untuk pejabat itu nampak dipenuhi bacaan-bacaan yaasin dan shalat
taubat, sementara yang Kristen menggelar misa terakhir kali sebelum evakuasi.
15. 30.
Dengan tergesa, ajudan
melaporkan bahwa lahar sudah keluar dalam skala kecil, dan membuat sekitar
kawah gunung laut itu ditutupi awan dan uap air.
Ada yang sudah sampai
daratan, dan menimbun habis pelabuhan Sunda Kelapa, Muara Angke, Tanjung Priok,
dan pelabuhan kecil-kecil di Jawa Tengah.
18. 00.
“Mana kapal kita?”
“di pelabuhan selatan”
“berapa kapasitasnya?”
“lima ratus”
“mau kemana?”
“Pak Wakil bilang, ke
utara, entah Rusia atau China, asal jangan Jepang.”
“Jepang?”
“ya, patah lempeng kita
sampai sana”
“siapa nanti yang
menemani kita selain pejabat atas departemen?”
“atasan Kepolisian, TNI,
PGRI, pemilik-pemilik perusahaan BUMN, gubernur, dan sebagian walikota”
“Jakarta sudah hancur”
“berapa yang selamat?”
“lima ribuan katanya,
tak ada mayat-semua-terbawa ke laut. Pak?
“ya?”
“boleh saya bertanya?”
“saya lelah, dan saya
butuh teman bicara”
“pak, belakangan ini
nada bicara bapak menjadi datar. Hilang. Ada yang bisa saya bantu pak?”
“kamu adalah ajudanku
yang terbaik, Kolonel”
“terimakasih, pak”
“aku kehilangan semua
keluargaku. Aku menahan-nahan emosi agar masyarakat tak ikut emosi. Bila aku
menangis, masyarakat akan betul-betul menganggap ini bencana besar”
“ini memang besar, pak”
“kamu belum pernah
melihat ketika aku menghancurkan kota dulu, waktu aku memimpin pertempuran di
Iran”
“maksud Bapak?”
“mungkin ini menjadi
penebus dosaku di waktu dulu”
“sudahlah, pak”
“aku salah, ya?” senyum
sang Presiden mengembang, getir.
21. 00.
Pasukan Indonesia
menghancurkan Teheran, ketika kota itu dikuasai Amerika. Lima tahun yang lalu.
Jenderal Ibrahim, yang menjadi panglima perang, mengeluarkan senjata rahasia
yang ditemukan berkat teknologi terbaru mahasiswa ITS, pelontar petir, yang
mampu meledakkan sebuah tank sekali lecut. Senjata itu kecil, seperti AK-47 dan
petir putih akan melecut seperti cemeti.
Ribuan orang tewas,
sebagian karena ketika 500 pesawat AS datang, dihantam petir raksasa dari
pesawat siluman Indonesia.
Gosong.
Akhirnya, Jenderal
Ibrahim menjadi presiden pada pemilu, setahun kemudian. ia memiliki program
pengembangan angkatan perang dan teknologi, disamping peningkatan pendidikan
dengan meningkatkan jam tatap muka para guru.
Gaji naik.
Subsidi bensin
besar-besaran dicabut.
Dialihkan kepada
subsidi koran dan buku.
Internet menjangkau
hingga kawah gunung Tambora.
Ia membangun proyek
sejuta hektar kembali, yang telah lama mati karena Soeharto gagal menjalankan
itu, enampuluh tahun yang lalu.
Karena kekuatan militer
ini, ia berhasil menguasai PBB dengan segala intriknya. Indonesia menjadi
pemimpin dunia.
Meski banyak bencana,
empat tahun berjalan dengan aman. Kejahatan turun, karena polisi dibekali
pelatihan cuci otak dan hipnotis.
“aku sedih juga,
kolonel. Ini semua aku bangun dengan sulit. Berapa yang mesti kita keluarkan
untuk membangun kembali makam-makam korban”
“kenapa bukan
perumahan, pak?”
“siapa yang akan
tinggal?”
Mereka berdua termenung.
23.30.
“Kolonel, kamu ingat,
pertama kali dimana kamu bertemu dengan istrimu?”
“ya, tentu pak, kami
bertemu ketika sebelum masuk dinas, di Ancol, dan kami bertukar nomor”
“sekarang Ancol hilang”
“iya, pak”
“rumahku, hancur. Anak
saya yang bungsu yang menjadi taruna juga mati, kena ombak di Priok ketika
evakuasi.”
“pak?”
“ya?”
“berapa yang mau bapak
selamatkan?”
“menteri, sarjana,
dokter, guru, orang kaya”
“maksud saya, yang
bapak selamatkan karena bapak sayang mereka?”
01. 00
Gunung itu dengan
keganasannya telah mengubah wajah Presiden-entah kenapa-mencintai makam
rakyatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar