Jumat, 03 Agustus 2012

Muntah



Muntah-muntah sudah. Dua botol anggur putih, dan segelas arak biasa. Empat puluh persen. Malam mengantarkan kita dalam ketidaksadaran sementara. Minum untuk pusing, lalu lupa. Dan itu nikmat.
Dan itu nikmat, kawan. Hangat. Kamu mabuk memang, lalu pusing dan muntah. Tetapi lupa, apakah kamu sedang mabuk atau tidak. Pagi hanya akan jadi segar.  Ya, dan itu nikmat.
Gempol sudah tidur, tewas duluan. Minum terlalu banyak. Leo juga demikian, ia muntah-muntah sampai keluar nasi tadi pagi, tetapi tetap tidur dengan cuek. Desta masih tertunduk, sambil sebentar-sebentar berdehem. Nikmat.
Pening. Nikmat.
Dan itu nikmat.
Kami cinta mabuk. Sebab itu nikmat dan mampu melampiaskan kebutuhan hidup kami, ya, kan, kawan? Dan itu, nikmat.
Kami bisa tertawa sepuasnya, melupakan dunia dan hanya memikirkan kepuasan setengah surga, karena Surga hanya milik mereka yang takut pada Tuhan. Takut setakut-takutnya. Hahahahah! Takut. Apanya yang nikmat?
Kami kadang memang takut digerebek, namun kami lupa dengan minum. Rokok kretek sudah cukup sebab mahal pula. Kadang minum air putih biasa, agar tak panas di lambung. Makanan ringan lengkap sudah. Nikmat.
Ha. Mulai pusing nih. Tambah!
Biar tambah nikmat!
Ha!
Ha!
Hoek.
Hoekk!
Mencintai adalah hal yang paling indah dalam hidup, ya, kan, kawan? Sebab itu kami mencari apa yang kami cintai. Siapa yang harus kami cintai. Dan kami cinta mabuk karena beberapa menghalangi pencarian kami.
Hoek.
Kafir ente! Hoek.
Itu kata-kata yang populer, bahwa kami kafir. Biarlah, yang penting jelas kami kenapa kafir, daripada tidak jelas kenapa kita tidak boleh kafir.
Hoek.
 takut diazab?
Takut neraka?
Hoek. Biar aku ceritakan panji dan serigalanya. Biar hatimu tidur dan lupa mengatai kami kafir. Pada suatu hari, ada sebuah desa yang tentram. Taman-taman bunga dibuat di setiap pekarangan, kupu-kupu menari mengikuti awan.
Air terjun tak jauh dari sana, dan aroma airnya membuatmu melayang-layang dalam cinta kepada alam. Tebing-tebing pohonan menghijau, lalu menguning diterpa matahari. Sawah-sawah huma subur, dan kuduga akan mengalirkan susu dari tangkai padinya.
Hoek. Tambah!
Pemimpinnya cerdas, yakin, ikhlas, jujur, penuh cinta, taat hukum, nrimo, dan ingkar kepada keburukan. BerTuhan yang baik hati. Suatu waktu, ia menyuruh Panji mencari buah belimbing hutan, yang hanya bisa ditemui dalam hutan.
“Panji, kamu cari belimbing hutan. Kamu hati-hati,” Kata pemimpin.
“Kenapa hati-hati, saya pendekar,” Panji dengan percaya diri berlebih memuncratkan liur.
“Ada serigala besar dalam hutan, dan jika kamu tidak memukulkan golokmu kepada pohon yang menghalangi jalan, maka kamu akan diterkam!” Muka pemimpin serius, seperti akan kehabisan anggur ini.
“Baik, Pak!”, Hoek. Maaf.
Tiba dalam hutan, Panji termenung dan memutuskan tetap mematuhi pemimpin, meski agak aneh. Memukul pohon dengan golok. Ya, aneh bukan? Tetapi ia tetap memukul golok kepada pohon yang menghalangi jalan, meski tak ada serigala. Ia kembali secepat-cepatnya seperti dikejar serigala. Seakan ada serigala. Ia benar-benar takut dimangsa Hoek.
Dan Panji kembali ke desa yang tenteram itu, pemimpin menunggunya dengan sukacita. Tuhan adalah serigala itu, sebab kamu memukulkan golok karena takut serigala. Ya, kamu memukulkan golok karena takut serigala.
Dan pemimpin itu, adalah guru yang menyuruh kami tidak mabuk karena mabuk masuk neraka.
Kenapa?
Kamu tidak senang dengan kami?
Ha?
Ayo kita minum, agar kita senang bersama-sama.
Ketika rasa takut mengalir dalam darahmu, kamu melakukan ibadah karena rasa takut siksaan Tuhan. Ini seperti, budak yang dimiliki majikan kejam. Bila kamu tak menyapu, kamu saya rebus!
Berarti, adanya Tuhan hanya untuk menyiksa, dan betapa indahnya bila kelak ada fakta Tuhan telah tiada. Gagal dibuktikan. Sebab dengan demikian, siksa tak ada. Adanya Tuhan pun tidak digambarkan sebagai penyayang, tetapi penyiksa.
Tetapi tidak. Kami tetap beragama. Hanya, kami tak ingin bohong, kami tak cinta dengan apa yang diperintahkan para dai dan guru, kami cinta mabuk. Maka kami mabuk. Kami tak cinta Tuhan yang menyiksa.
Kami mau meninggalkan mabuk, kami mau shalat, tetapi kami tak cinta. Kami tak cinta neraka. Kami cinta Tuhan.
Mana Dia?
Tunjukkan Tuhan yang cinta kami, kami bersedia mencintai-Nya.
Hoek!
“Byorr....”

*****
Asas gerakan kita, adalah menegakkan kebaikan dan mencegah kemungkaran. Kemungkaran adalah setiap yang bertentangan dengan ajaran Tuhan yang lurus kedepan, sebab setiap yang bertentangan, pasti akan diganjar neraka!
Dan kita sebagai juru penerang, berkewajiban mencegah kota ini dikotori oleh penghuni neraka. Kota harus bersih, sebab itu kita sapu bersih dan mengepelnya hingga wangi. Surga itu bersih, sebab setiap yang kotor, ada di neraka!
Kita tentu, memakai strategi. Malam, sengajakan bagaimana agar pas dengan waktu mereka memabukkan diri dengan khamar. Ya, itu memabukkan, dan setiap yang memabukkan haram. Kita cari waktu tepat agar alasan kita makin kuat dan bersihlah kota dari bahan bakar neraka.
Kami tak habis pikir, neraka kurang ngeri apa. Api, banyak. Semuanya api malah. Kain api. Baju api. Kaus api. Sepatu api. Lidah api. Angin api. Jilatan api. Selimut api.
Tetap saja ada yang mabuk. Khamaar.
Berjuang!
****
Meja-meja itu dipandangi dengan kutuk dan benci oleh laskar dari kejauhan. Bulan muncul, menerangi langkah. Jalanan lengang, meleluasakan tari tubuh menuju ke tempat para peminum air cinta. Bau muntahan campur minyak tanah dan sayur labu basi menyeruak di udara.
Bruakk! Meja di hamparkan. Teriakan bergelora, para pemabuk kewalahan dan panik, yang tidur mengira pendobrak adalah Habib dan para Nabi yang datang dan menelusup mimpi mereka.
Botol dipecahkan, dan semua pemabuk diikat. Seorang yang tak terlalu mabuk termenung seperti orang gila, merenungkan laskar nabi-nabi yang menggerebek meja mereka. Ia mengira yang membawa belati untuk memecahkan botol adalah Muhammad, dan ia bertanya:
“Muhaamadku, siapakah Tuhanmu?” Ia berdehem namun berbuih tipis.
“Kafir!”
“Ikut kami, atau kami cambuk ditempat!”
“Muhammad, aku rindu kamu, hahahaha! Kawan, kita diikat Nabi Allah kita, tangannya harum. Muhammad, siapa Tuhanmu?”
“Ah! Anjing kamu, bahan bakar neraka! Tobat, tobat!”
“Kasihan anak istri makan uang judi kamu, ikut masuk neraka!”
“Siapa Tuhanmu, Muhammad! Cinta pada kami, atau tidak?!”
“Kafir!”
****
Seandainya laskar itu menjawab, Tuhan kami adalah yang sayang padamu dan sayang padaku. Ia cinta pemabuk yang suka menolong mau mencari-Nya.
Seandainya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar