Muntah-muntah
sudah. Dua botol anggur putih, dan segelas arak biasa. Empat puluh persen.
Malam mengantarkan kita dalam ketidaksadaran sementara. Minum untuk pusing,
lalu lupa. Dan itu nikmat.
Dan
itu nikmat, kawan. Hangat. Kamu mabuk memang, lalu pusing dan muntah. Tetapi
lupa, apakah kamu sedang mabuk atau tidak. Pagi hanya akan jadi segar. Ya, dan itu nikmat.
Gempol
sudah tidur, tewas duluan. Minum terlalu banyak. Leo juga demikian, ia
muntah-muntah sampai keluar nasi tadi pagi, tetapi tetap tidur dengan cuek.
Desta masih tertunduk, sambil sebentar-sebentar berdehem. Nikmat.
Pening.
Nikmat.
Dan
itu nikmat.
Kami
cinta mabuk. Sebab itu nikmat dan mampu melampiaskan kebutuhan hidup kami, ya,
kan, kawan? Dan itu, nikmat.
Kami
bisa tertawa sepuasnya, melupakan dunia dan hanya memikirkan kepuasan setengah
surga, karena Surga hanya milik mereka yang takut pada Tuhan. Takut
setakut-takutnya. Hahahahah! Takut. Apanya yang nikmat?
Kami
kadang memang takut digerebek, namun kami lupa dengan minum. Rokok kretek sudah
cukup sebab mahal pula. Kadang minum air putih biasa, agar tak panas di
lambung. Makanan ringan lengkap sudah. Nikmat.
Ha.
Mulai pusing nih. Tambah!
Biar
tambah nikmat!
Ha!
Ha!
Hoek.
Hoekk!
Mencintai
adalah hal yang paling indah dalam hidup, ya, kan, kawan? Sebab itu kami
mencari apa yang kami cintai. Siapa yang harus kami cintai. Dan kami cinta
mabuk karena beberapa menghalangi pencarian kami.
Hoek.
Kafir
ente! Hoek.
Itu
kata-kata yang populer, bahwa kami kafir. Biarlah, yang penting jelas kami kenapa
kafir, daripada tidak jelas kenapa kita tidak boleh kafir.
Hoek.
takut diazab?
Takut
neraka?
Hoek.
Biar aku ceritakan panji dan serigalanya. Biar hatimu tidur dan lupa mengatai
kami kafir. Pada suatu hari, ada sebuah desa yang tentram. Taman-taman bunga
dibuat di setiap pekarangan, kupu-kupu menari mengikuti awan.
Air
terjun tak jauh dari sana, dan aroma airnya membuatmu melayang-layang dalam
cinta kepada alam. Tebing-tebing pohonan menghijau, lalu menguning diterpa
matahari. Sawah-sawah huma subur, dan kuduga akan mengalirkan susu dari tangkai
padinya.
Hoek.
Tambah!
Pemimpinnya
cerdas, yakin, ikhlas, jujur, penuh cinta, taat hukum, nrimo, dan ingkar kepada keburukan. BerTuhan yang baik hati. Suatu
waktu, ia menyuruh Panji mencari buah belimbing hutan, yang hanya bisa ditemui
dalam hutan.
“Panji,
kamu cari belimbing hutan. Kamu hati-hati,” Kata pemimpin.
“Kenapa
hati-hati, saya pendekar,” Panji dengan percaya diri berlebih memuncratkan
liur.
“Ada
serigala besar dalam hutan, dan jika kamu tidak memukulkan golokmu kepada pohon
yang menghalangi jalan, maka kamu akan diterkam!” Muka pemimpin serius, seperti
akan kehabisan anggur ini.
“Baik, Pak!”, Hoek.
Maaf.
Tiba
dalam hutan, Panji termenung dan memutuskan tetap mematuhi pemimpin, meski agak
aneh. Memukul pohon dengan golok. Ya, aneh bukan? Tetapi ia tetap memukul golok
kepada pohon yang menghalangi jalan, meski tak ada serigala. Ia kembali
secepat-cepatnya seperti dikejar serigala. Seakan ada serigala. Ia benar-benar
takut dimangsa Hoek.
Dan
Panji kembali ke desa yang tenteram itu, pemimpin menunggunya dengan sukacita.
Tuhan adalah serigala itu, sebab kamu memukulkan golok karena takut serigala.
Ya, kamu memukulkan golok karena takut serigala.
Dan
pemimpin itu, adalah guru yang menyuruh kami tidak mabuk karena mabuk masuk
neraka.
Kenapa?
Kamu
tidak senang dengan kami?
Ha?
Ayo
kita minum, agar kita senang bersama-sama.
Ketika
rasa takut mengalir dalam darahmu, kamu melakukan ibadah karena rasa takut
siksaan Tuhan. Ini seperti, budak yang dimiliki majikan kejam. Bila kamu tak
menyapu, kamu saya rebus!
Berarti,
adanya Tuhan hanya untuk menyiksa, dan betapa indahnya bila kelak ada fakta
Tuhan telah tiada. Gagal dibuktikan. Sebab dengan demikian, siksa tak ada.
Adanya Tuhan pun tidak digambarkan sebagai penyayang, tetapi penyiksa.
Tetapi
tidak. Kami tetap beragama. Hanya, kami tak ingin bohong, kami tak cinta dengan
apa yang diperintahkan para dai dan guru, kami cinta mabuk. Maka kami mabuk.
Kami tak cinta Tuhan yang menyiksa.
Kami
mau meninggalkan mabuk, kami mau shalat, tetapi kami tak cinta. Kami tak cinta
neraka. Kami cinta Tuhan.
Mana
Dia?
Tunjukkan
Tuhan yang cinta kami, kami bersedia mencintai-Nya.
Hoek!
“Byorr....”
*****
Asas
gerakan kita, adalah menegakkan kebaikan dan mencegah kemungkaran. Kemungkaran
adalah setiap yang bertentangan dengan ajaran Tuhan yang lurus kedepan, sebab
setiap yang bertentangan, pasti akan diganjar neraka!
Dan
kita sebagai juru penerang, berkewajiban mencegah kota ini dikotori oleh
penghuni neraka. Kota harus bersih, sebab itu kita sapu bersih dan mengepelnya
hingga wangi. Surga itu bersih, sebab setiap yang kotor, ada di neraka!
Kita
tentu, memakai strategi. Malam, sengajakan bagaimana agar pas dengan waktu
mereka memabukkan diri dengan khamar. Ya, itu memabukkan, dan setiap yang
memabukkan haram. Kita cari waktu tepat agar alasan kita makin kuat dan
bersihlah kota dari bahan bakar neraka.
Kami
tak habis pikir, neraka kurang ngeri apa. Api, banyak. Semuanya api malah. Kain
api. Baju api. Kaus api. Sepatu api. Lidah api. Angin api. Jilatan api. Selimut
api.
Tetap
saja ada yang mabuk. Khamaar.
Berjuang!
****
Meja-meja
itu dipandangi dengan kutuk dan benci oleh laskar dari kejauhan. Bulan muncul,
menerangi langkah. Jalanan lengang, meleluasakan tari tubuh menuju ke tempat para
peminum air cinta. Bau muntahan campur minyak tanah dan sayur labu basi
menyeruak di udara.
Bruakk!
Meja di hamparkan. Teriakan bergelora, para pemabuk kewalahan dan panik, yang
tidur mengira pendobrak adalah Habib dan para Nabi yang datang dan menelusup
mimpi mereka.
Botol
dipecahkan, dan semua pemabuk diikat. Seorang yang tak terlalu mabuk termenung
seperti orang gila, merenungkan laskar nabi-nabi yang menggerebek meja mereka.
Ia mengira yang membawa belati untuk memecahkan botol adalah Muhammad, dan ia
bertanya:
“Muhaamadku,
siapakah Tuhanmu?” Ia berdehem namun berbuih tipis.
“Kafir!”
“Ikut
kami, atau kami cambuk ditempat!”
“Muhammad,
aku rindu kamu, hahahaha! Kawan, kita diikat Nabi Allah kita, tangannya harum.
Muhammad, siapa Tuhanmu?”
“Ah!
Anjing kamu, bahan bakar neraka! Tobat, tobat!”
“Kasihan
anak istri makan uang judi kamu, ikut masuk neraka!”
“Siapa
Tuhanmu, Muhammad! Cinta pada kami, atau tidak?!”
“Kafir!”
****
Seandainya
laskar itu menjawab, Tuhan kami adalah yang sayang padamu dan sayang padaku. Ia
cinta pemabuk yang suka menolong mau mencari-Nya.
Seandainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar