Selasa, 16 Agustus 2016

Ayo Terus Membaca dan Menulis!

gejalanya, pada tahun-tahun belakangan, banyak orang bermimpi menjadi penulis, sebagaimana era Bajak Laut yang dibuka oleh Gol D Roger, hingga semua anak bermimpi jadi bajak laut. akan tetapi, sedikit dari mereka yang mau melalui prosesnya.
banyak yang mau menulis dengan indah, tetapi tidak mau membaca. mereka mengandalkan intuisi dan pengetahuan yang itu-itu saja, hingga jika membuat dua juta sajak sekalipun, diksi dan isinya itu-itu saja.
yang lain, hanya mau membaca tanpa menulis, dengan alasan: aku ini ndak bisa nulis, mas. HB Jassin tidak menulis puisi tapi ia menulis apresiasinya tentang puisi orang lain.
yang lain, cuma terdiam dan menyerah pada nasib: lulus kuliah, kawin, jadi PNS, dan kisah hidupnya begitu saja, indah-indah nyantai.
padahal, bahasa dan tulisan, dua-duanya adalah keahlian yang disampaikan lewat Nabi. "Wa 'allama Adam al-asma akullaha", dan diajarkan kepada Adam nama-nama segala sesuatu. ini, adalah sebuah fenomena bahasa.
kedua, Nabi Idris dikisahkan sebagai orang yang bisa membaca dan menulis. Cermati, jika ia orang pertama yang bisa membaca, berarti sebelumnya tidak ada bacaan. jika ia yang pertama bisa menulis, berarti ia yang pertama menciptakan sistem aksara.
sejak mula, tulis menulis adalah kemampuan yang berbasis dakwah. sejak mula, bahasa dan aksara adalah sebuah ilmu, bukan sebuah keisengan lucu. terlebih, sebuah ilmu yang mulanya, diturunkan pada para Nabi, dan mungkin, kegiatan baca tulis tidak turun serta merta dengan pemikiran, tetapi wahyu.
betapa keren dan 'bahaya'nya skill ini.
maka begitulah, kita hari ini tidak mau membaca dan menulis, jadi pasukan share broadcast. betapa memalukannya peristiwa share Vampir adalah nama pahlawan islam, pokemon adalah pernik-pernik Yahudi, dan wafatnya Rasul di rumah Fatimah.
kita jadi umat yang nirbaca. betapa mengerikannya jaman ini. sementara, pada suatu waktu, di sekitar Rasulullah Muhammad, orang biasa berpuisi dengan spontan, dan diapresiasi langsung oleh sang Rasul. di Nusantara, orang menulis apa saja dalam bentuk puisi, sampai akhirnya puisi-puisi dikhususkan untuk menuliskan hujan di suatu senja menjelang malam yang sepi.
maka jadilah, kita umat yang tidak akan dibaca orang karena tidak menulis tentang dirinya sendiri, dan hanya bisa mencaci maki tulisan orang tentang dirinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar