Begini, falsafah "Nrimo" ala orang Jogja itu memang kadang absurd, namun itulah yang membuat Jogj sebagai salah satu daerah yang pendapatannya kurang, tapi paling bahagia di Indonesia.
misalnya, kalau kita kecelakaan di Jogja, jelas kita yang salah, tapi bisa dipastikan korban yang akan minta maaf dan mungkin menolong kita. "Alhamdulillah cuma motor yang rusak..."
atau, "Alhamdulillah cuma kaki yang patah..."
soal harta apalagi. simbah-simbah saya prinsipnya kadang lebih absurd dari saya. hidup lebih dari 2/3 abad tanpa sistem gaji yang pasti, namun selama bisa ngudud lan ngeteh tubruk pait, kelar idupnya. herannya, sedekah jalan terus.
falsafah nrimo ini diwujudkan dengan ucapan, "ya wis Ngalkamdulillah..." atau kadang-kadang "Ya wis sing penting bejo..."
waktu saya mudik, misalnya. di TV, BBM naik. kata Eyang, "Ngalkamdulillah, naiknya ndak banyak...". di waktu lain, ada bencana, "Ya wis sing penting ono sing slamet...."
orang jogja tidak bisa memaki dengan bahasa kasar. itu sebabnya dalam bahasa jawa, bahasa-bahasa biasa menjadi sangat ekspresif, seperti yang saya bilang, dengkul, mata, irung, bahkan simbah dan ibumu menjadi kalimat makian yang sudah sangat kasar. tidak ada kata-kata kotor.
tapi, setiap orang jogja punya potensi kepemimpinan yang hebat. misalnya, Sri Sultan HB IX dan X, dan tentu saja Jend. Soeharto, hehehe. Mereka tidak pernah marah tapi kemarahan mereka tercermin melalui laku dan kebijakan. Serem ya? semarah apapun orang jogja pada sahabatnya, mereka akan tetap gunakan bahasa halus.
dengan tempo ucapan seperti murottal Muhammad Ayyub, tentunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar