Si
Badut, berjalan lambat. Letih, kakinya perih menginjak paku-pakuan kehidupan
yang tak pernah menunggu
Dia bicara pada bayang-bayang sendiri. Muncul dari cahaya lampu pengendara malam yang lengang-Jakarta dini hari-di pinggir jalan besar
"Dimanakah kita?" Tegurnya. "Tak sampai-sampai jua". Kostum merah muda, lapisan tata rias. "Apakah percakapan kita menghibur anak-anak dan pelintas malam ini?"
Dia bicara pada bayang-bayang sendiri. Muncul dari cahaya lampu pengendara malam yang lengang-Jakarta dini hari-di pinggir jalan besar
"Dimanakah kita?" Tegurnya. "Tak sampai-sampai jua". Kostum merah muda, lapisan tata rias. "Apakah percakapan kita menghibur anak-anak dan pelintas malam ini?"
Tak
ada hiburan malam ini. Semuanya kesan-kesan serius tentang pulang. Rumah dan
pintu masuknya yang kekanak-kanakan.
"Oh; tidak ada siapa-siapa yang tertawa" diamnya. Bayang-bayang menghilang. Jalanan sepi. Hanya si Badut dan tepi jalan.
"Tetapi kita ada di mana-mana," pungkasnya. "Ditunggu anak-anak dan ibunya"
"Ya, ini soal kita ditunggu oleh mereka...." Lewat tengah malam. Si Badut baru kembali.
"Oh; tidak ada siapa-siapa yang tertawa" diamnya. Bayang-bayang menghilang. Jalanan sepi. Hanya si Badut dan tepi jalan.
"Tetapi kita ada di mana-mana," pungkasnya. "Ditunggu anak-anak dan ibunya"
"Ya, ini soal kita ditunggu oleh mereka...." Lewat tengah malam. Si Badut baru kembali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar