Malam
tadi—malam Sabtu—kami diundang menonton wayang di balai budaya
Tokoh
partai terkemuka berulang tahun, menanggap dalang: Jumenengan Parikesit
Menanggap
wayang tentu tidak murah, itu sebabnya berulang-ulang nama seorang jenderal
disebut diulang-ulang
“Para
hadirin dimohon berdiri,” Ulang tahun
ke-71. Sudah tua
Dan
bijaksana.
Menyanyikan
lagu bersama-sama:
Selamat ulang tahun kami ucapkan
Selamat sejahtera kita kan
doakan...
Si
Tokoh, dengan terkekeh menyampaikan sambutan, katanya
“Semoa
di ulang tahun saya ini, negeri kita semakin bernurani...”
Tepat
setelah sambutan, tumpeng digelar
Potong tumpengnya, potong
tumpengnya,
potong tumpengnya sekarang juga
Sekarang juga, sekarang juga
Kami
melihat banyak sekali kakek-kakek menyanyi berjingkrak bertepuk tangan
Kembali
muda. Menikmati ulang tahun dengan lilin di matanya.
Setelah
Ki Dalang menerima wayang, segera
Layar
menjadi sebuah kota, lengkap dengan matahari dan janur di gerbangnya
Ada
naga melayang di angkasa
Sepasukan
tentara kera
Dinosaurus,
Megantropus erectus (Lha, mana
Parikesitnya?)
Ki
Dalang mendengus-dengus pada penjaga istana:
“Negara
kita di ambang perang. Sang Raja yang tidak pintar-pintar amat ini,
Kusarankan
pergi berkelana
Menyerap
segenap asta brata di jagat raya...”
Dan
dihari ulang tahunnya, ke-71 tahunnya yang berharga itu,
Seekor
dinosaurus mengobrakabrik kota. Melemparkan gunung-gunung
Salto.
Hanuman yang hadir Cuma berbisik pada Ki Dalang,
“Lihatlah,
si kakek tua tokoh kita itu mengenang-ngenang dinosaurus
Yang
tak sempat dia ajak bermain 70 tahun yang lalu”
Kamipun
pulang lebih awal, menyadari
Ada
yang kurang beres dengan Ki Dalang, sebab ia terus mengulang-ulang:
Nama
partai, nama dinosaurus dan nama tokoh utama dalam satu kalimat sepanjang
pementasan.
Tokoh
kita, yang 71 tahun umurnya, Cuma terkekeh
“Aku
Cuma mau balas jasa pada diriku yang bekerja keras 71 tahun ini.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar