Selasa, 31 Maret 2015

Pulang

Aku pernah membayangkan pulang, Ibu. Karena sesakku juga sesakmu tercampur pada sekotak kabut dan segelas fajar yang kau tanak di meja.
Kita berdua sama-sama berangkat, pada pekerjaan yang tak pernah selesai.
Berulangkali kau membeli matahari terbit, namun kita tak pernah sempat menikmatinya. Itu sudah kadaluarsa.
Aku membawakanmu matahari terbenam, Ibu. Ayo minumi sampai pagi: sesakku sesakmu.


(Aku pernah membuat puisi ini jauh sebelum wafatnya Ibu, 19 Maret 2015. hm. bagaimana ya?)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar