Selasa, 31 Maret 2015

Dewabrata Gugur

“Dewabrata,
Akulah Ibunda.....”

Ah; sahut Bisma. Gemericik
sungai, derak bebatuan, dan
Kersik lelumutan yang bicara
Ibunda Gangga?

“Wahai Dewabrata
Jatuhmu ini suci
Mempertemukan ibu dengan anak kecilnya yang lama
dalam asuhan seratus wanita luka
Kau seorang petapa manis yang tua....”

Ibu, ibu!
Sungaikah Ibu, mengalir kemanakah Ibu
Hingga kasihmu membasahi hari-hari tuaku
Menjelang kematian purba Baratayudha-ini tegalan Kuruksetra!

“Akulah ibumu, Petapa Jahnawisuta.
Sungai Gangga....”

Ki Dalang merenung-renung sebentar. Isi Jitapsara suci yang mewajibkannya menyelesaikan perang segera
Diacuhkannya
Maharaja Sentanu yang penyayang menyelamatkan
Raden Ganggaya. Sang Dewi menyatu dengan Bengawan Gangga. Ah; (terkekeh Ki Dalang, ada kefanaan membayang-bayang
pada layar pertunjukan)

“Ya, ya! Demikianlah, anakku Dewabrata.
Pertempuran menghanyutkanmu kembali padaku
Akulah Gangga. Akulah
Bathari segala bengawan di dunia....”

Ibu, ibu! Seru Bisma. Ah,
Petapa kita ini; masih juga  meratapkan peperangan yang tiada hentinya.
Narantaka Seta memang terlalu luarbiasa. Begitulah adegannya.
Begitulah Jitapsara mewajibkannya. Aduhai Kresna,
Betapa munafiknya dirimu.

“Kau seorang pemanah-panahlah Seta sepenuh hatimu
Bidiklah kematiannya dengan kematianmu yang taklama sesudahnya
Karena pertempuran ini
Mengembalikan kita menjadi kita
Yang Kita....”

“Ya, ya, Dewabrata. Ini panah,
Panah kasih Ibumu yang renta dari dasar
Keremangan bengawan dan samudra

Tempat kehidupan dan kematian bermuara....”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar